Selasa, 2 September 2025

Brunei dan Malaysia Bajak Penenun Songket Sambas

sudah banyak perajin kain tradisional Songket, hijrah ke negara tetangga, yaitu Brunei Darussalam dan Malaysia.

zoom-inlihat foto Brunei dan Malaysia Bajak Penenun Songket Sambas
TRIBUN PONTIANAK/GALIH NOFRIO NANDA
PENENUN SAMBAS - GM Garuda Indonesia Cabang Pontianak, Wempie Ohoiwutun (kiri), bersama perajin tenun songket dari Sambas, Budiana, yang difasilitasi untuk mengikuti Pekan Produk Kreatif Indonesia (PPKI) 2011 di Jakarta.

Laporan Wartawan Tribun Pontianak,  Abdul Rozak

TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Budiana (41), perajin tenun songket dari Sambas, merasa sangat bangga bisa mengikuti ajang Pekan Produk Kreatif Indonesia (PPKI) 2011 yang digelar di Jakarta.

Keberangkatannya ke Jakarta, Selasa (5/7), difasilitasi oleh Garuda Indonesia. Meski bangga, Budiana tetap menyimpan kekhawatiran.

Budiana yang merupakan perajin mitra binaan PT Garuda Indonesia yang menjadi wakil Kalbar di ajang PPKI 2011, membawa puluhan lembar tenun songket yang memiliki motif dan karakteristik khusus.

Songket itu akan ia perkenalkan kepada seluruh pengunjung PPKI yang berasal dari dalam dan luar negeri.

Tebersit rasa haru di dalam hatinya. Bagaimana tidak, selama puluhan tahun menjadi perajin tenun songket, baru kali inilah dia mendapat kesempatan untuk ikut pameran.

Dan, tak tanggung-tanggung, pamerannya berlangsung di Jakarta, dan akan dikunjungi banyak orang. Padahal, selama ini, ia hanya menjual kain hasil karyanya di rumah yang juga menjadi pabrik pembuatan tenun.

PPKI 2011 merupakan ajang akbar bagi penggiat produk kreatif seantero Indonesia yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), 6-10 Juli 2011.

Dalam sepekan, ajang ini akan memamerkan ribuan produk kreatif dalam negeri, antara lain kerajinan, musik, tarian, home industry, dan lain sebagainya.

General Manager Garuda Pontianak, Wempie Ohoiwutun, tak bisa menutupi kekagumannya terhadap tenun songket khas Sambas. Poin plus dari tenun songket ini adalah nilai sejarah yang terkandung dari puluhan jenis motifnya.

"Motifnya masih asli dari China. Dibandingkan dengan kain songket dari Palembang dan Bali, songket dari Sambas memiliki nilai historikal kuat, yang lekat dengan kebudayaan Kalimantan Barat," ujarnya kepada Tribun di kantornya, Selasa (5/7).

Menurut Wempie, kain tersebut sangat layak untuk menjadi bagian dari warisan kebudayaan dunia, karena nilai sejarah yang besar yang terkandung di dalamnya.

Tenun songket, ujar Wempie, juga sangat potensial untuk menjadi seragam nasional Indonesia, selain batik.

Usaha tersebut harus dimulai dari pemerintah daerah, Pemkab Sambas. Di antaranya, dengan mewajibkan siswa sekolah, PNS, dan masyarakat menggunakan tenun songket minimal satu bulan sekali.

Melihat potensi besar tersebut, Garuda sangat tertarik untuk mewujudkan Corporate Social Responsibilty (CSR) kepada para perajin tenun songket.

Di antaranya, dengan memberikan pelatihan dan pinjaman modal untuk pengembangan perajin di Sambas. Garuda juga memfaslitasi mitra binaannya, Budiana, untuk ikut ambil bagian dalam PPKI 2011.

Namun demikian, di balik optimisme yang mengemuka dari Wempie, ada sedikit kekhawatiran yang membuncah di dada Budiana.

Ia mengaku prihatin dan waswas, karena sudah banyak perajin kain tradisional tersebut hijrah ke negara tetangga, yaitu Brunei Darussalam dan Malaysia.

Bagi Budiana, hijrahnya puluhan perajin merupakan ancaman, yaitu hilangnya generasi penerus peajin tenun songket.

Dikhawatirkan pula, kain bernilai warisan budaya leluhur Sambas itu akan diakui oleh negara lain sebagai bagian dari budayanya.

"Di sana memang para perajin diberi upah lebih tinggi untuk membuat kain yang serupa," bebernya.

Menurut dia, adiknya yang pernah bekerja sebagai perajin songket di Brunei, menceritakan bahwa tenun songket di negara itu sudah menjadi pakaian resmi.

Misalnya, untuk acara pernikahan, ulangtahun raja, dan Salat Jumat pun penduduk di sana menggunakan kain tenun songket. Sehingga, dipastikan memerlukan banyak perajin. Nah, yang banyak direkrut adalah dari Sambas.

"Jika yang muda penerus kita diambil ke Brunei, maka di Sambas tinggallah kita yang sudah tua. Saya dan perajin lainya khawatir, kita tidak ada penerus. Padahal tenun songket ini sangat khas sekali dan masih asli," lanjutnya.

Budiaman menambahkan, harga jual per helai di Brunei jauh lebih tinggi dibandingkan di Kalbar ataupun Sambas. Di sana, satu helai dengan motif dan bahan tertentu bisa mencapai ribuan dolar Brunei.

Tenun songket yang sedang terancam eksistensi ini memiliki kekhasan tersendiri, dibandingkan dengan tenun lainnya. Di antaranya, motif yang masih asli, yaitu dari asalnya, China.

Motif-motif tersebut biasanya bertemakan alam, hewan, pegunungan, air, dan lain sebagainya.

Motif yang masih alami antara lain Tabur Awan, Tabur Bintang, Ketunjung dan Pucuk Rebung. Motif-motif tersebut merupakan refleksi dari alam sekitar.

Produksi tenun songket saat ini tetap mempertahankan cara tradisional dalam pembuatannya, yakni menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Sehingga, untuk satu lembar kain memerlukan waktu 2,5 bulan.

Itu hanya untuk proses penenunannya. Jika ditambahkan dengan pembuatan motif dan lain sebagainya, memerlukan waktu lebih lama.

"Harganya bervariasi, mulai dari ratusan ribu sampai tiga juta rupiah per helainya untuk yang paling mahal. Ini juga tergantung pemesanan. Banyak yang datang kerumah untuk dibuatkan tenun songket dengan motif menyesuaikan keinginan," terangnya.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan