Rabu, 13 Agustus 2025

Ekspedisi Sabuk Merapi 2011

Para Pahlawan Merapi yang Rela Bekerja dalam Kesunyian

PASCAERUPSI 2010, struktur dan morfologi puncak Merapi berubah drastis. Banyak titik-titik pengukuran suhu dan lapangan gas yang biasanya

Editor: Anwar Sadat Guna
zoom-inlihat foto Para Pahlawan Merapi yang Rela Bekerja dalam Kesunyian
Tribun Jogja/Hasan Sakri Ghozali
Seorang warga menggunakan alat komunikasi untuk berkomunikasi dengan radio saat tiba di Bukit Kendil, Desa Glagaharjo, Cangkingan, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (27/10/2011). Dalam ekspedisi yang dilakukan oleh Tim Tenggara kali ini bersama BPPTK dan warga bertujuan untuk melihat konsidi terakhir Bukit Kendil pasca erupsi 2010 karena Bukit Kendil merupakan benteng alam untuk melindungi pemukiman di sisi selatan Gunung Merapi. (Tribun Jogja/Hasan Sakri Ghozali)

Laporan Wartawan Tribun Jogja

PASCAERUPSI 2010, struktur dan morfologi puncak Merapi berubah drastis. Banyak titik-titik pengukuran suhu dan lapangan gas yang biasanya dipakai untuk pengambilan sampel, hilang tertimbun material. Jejaknya sangat sulit ditemukan, jika mata dan ingatan tidak tajam.

Orang-orang seperti Sapari, Alex, Surat alias Pak Lik, jumlahnya tidak banyak. Mereka rela bekerja dalam kesunyian gunung, di ketinggian tempat yang membekukan, serta di lokasi-lokasi sangat ekstrem yang tak sembarangan orang mau dan mampu menjangkaunya.

Merekalah para pahlawan Merapi, yang tekun bekerja, tak banyak bicara, jauh dari pemberitaan, merawat gunung itu penuh kesetiaan.

Hasil pekerjaan mereka telah menyelamatkan begitu banyak nyawa manusia.

Ibarat orang sakit, Merapi kini memang seperti pasien di ruang gawat darurat. Semua alat ditusukkan ke tubuhnya.

Gerak-geriknya dipantau 24 jam lewat pos-pos pengamatan di Selo, Jrakah, Babadan, Ngepos, Deles, Kaliurang, dan tentu saja di pusat komandonya di kantor BPPTK Yogyakarta.

Ada banyak nama-nama "terlupakan", seperti Azwar di Pos Selo, Kabul di Pos Jrakah, Purwono di Pos Ngepos, Heru Suparwoko di Pos Kaliurang, Heru Pamungkas di Pos Babadan, dan masih banyak lagi lainnya.

Mereka bekerja dalam diam, tapi kontribusinya begitu nyata. Ada juga Kepala Seksi Merapi BPPTK Yogyakarta Sri Sumaryati, perempuan paro baya sangat tangguh yang Juni lalu mendaki ke puncak untuk memeriksa langsung kondisi "kesehatan" anak asuhnya ini.

Dan, tentu saja ada Kepala BPPTK Yogyakarta, Subandriyo sebagai komandan pemantauan Merapi. Dengan mata kepala sendiri, menggunakan segenap indra, kami betul-betul takjub atas dedikasi orang-orang ini.

Di sebuah kesempatan ketika duduk di tubir sadel kawah baru Merapi, kami mendengar percakapan Sapari dengan seseorang di telepon selulernya. Wajah Sapari tampak berubah agak muram.

"Saya mesti pulang hari ini. Ada keluarga yang sakit," katanya lirih. Kata-kata mengharukan itu terdengar di sebuah titik di ketinggian 2.930 meter di atas permukaan laut.

Satu sisi humanis menyeruak di tengah kabut tebal ketinggian gunung, yang membuat kaki dan tangan kaku, tubuh bergemetaran menahan tusukan hawa dingin. Keheningan itu terasa penuh makna.

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan