Senin, 1 September 2025

Kuatnya Magnet Haul Nyi Mas Gandasari

DESA Kasugengan, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, memiliki magnet untuk mengumpulkan

Editor: Hendra Gunawan
zoom-inlihat foto Kuatnya Magnet Haul Nyi Mas Gandasari
Net
Makam Nyi Mas Gandasari

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Tarsisius Sutomonaio

TRIBUNNEWS.COM -- DESA Kasugengan, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, memiliki magnet untuk mengumpulkan seluruh warga desa itu setiap Oktober. Magnet itu adalah tradisi Haul Ngunjung Buyut Nyi Mas Gandasari. Di desa itu ada petilasan Sang Ratu.

Bahkan, warga Desa Kasugengan yang berada di tanah rantau, jika tidak ada alangan yang berat, mesti kembali pada bulan itu. Andi Kuswandi (37), warga Desa Kasugengan, mengatakan magnet tradisi pulang kampung Ngunjung Bunyut Nyi Mas Gandasari lebih kuat daripada tradisi mudik Lebaran.
"Saat Lebaran tidak semua anggota keluarga berkumpul, tetapi ketika perayaan Ngunjung Buyut Nyi Mas Gandasari semua anggota keluarga pasti lengkap," ujarnya kepada wartawan di rumah mertuanya, Dusun Pecung Kulon, Desa Kasugengan, Minggu (7/10/2012).

Menurut Andi, warga di desanya meyakini orang yang absen saat perayaan Ngunjung Buyut Nyi Mas Gandasari bisa tertimpa bahaya. Sejauh ini, kata dia, memang belum ada cerita nyata tentang bahaya akibat tak terlibat dalam tradisi itu. Hal itu justru karena jarang ada "pelanggaran" terhadap tradisi itu.
Andi pernah tinggal di Bandung selama beberapa tahun. Setiap Oktober, Andi kembali ke kampung halamannya. "Adik saya pernah menangis karena pihak kantor tak mengizinkan dia pulang," katanya mengenai adiknya yang bekerja di Karawang.

Sudarto (60) mengatakan hal serupa. Sejak menikah, Sudarto pindah rumah ke desa tetangga, Desa Watu Karang. Namun, ia selalu kembali ke rumah saudaranya di Desa Kasugengan setiap Oktober. Biasanya, Sudarto mengajak serta dua cucunya.

Andi dan Sudarto menganggap tradisi itu sebagai ajang silahturahmi antaranggota keluarga serta menjaga tradisi leluhur. Tradisi itu pun mempererat tali kekerabatan warga Desa Kasugengan melalui pengumpulan biaya acara haul.

Itu tampak dari persiapan pelaksanaan tradisi itu. Semua warga desa patungan, terutama untuk menyewa tenda, membayar sejumlah acara kesenian seperti pertunjukan wayang (wayang orang, wayang kulit, dan wayang golek) dan pertunjukan sandiwara sepanjang dua-tiga hari sebelum acara haul. Tradisi sejak 91 tahun silam itu pun menjadi magnet bagi orang luar Desa Kasugengan.

Kebanyakan tamu dari luar itu datang untuk mengambil air yang mengalir dari keran di dalam petilasan Nyi Mas Gandasari. Mereka memakai air itu untuk minum dan membasuh muka. Para tamu yakin air itu memiliki khasiat tertentu demi mengabulkan doa dan harapan mereka. Nining (18), misalnya, mengakui sejak kelas satu sekolah menengah pertama selalu mendatangi tempat itu.

Gadis ini percaya dengan mengonsumsi air dari petilasan Nyi Mas Gandasari harapan untuk sukses dalam pekerjaan tercapai. "Selain itu, saya berdoa agar segera menemukan jodoh," ujar remaja asal Desa Ciawi, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, itu.

Ia mengaku tak banyak mengetahui cerita tentang Nyi Mas Gandasari. Nining hanya mengetahui bahwa air yang ia konsumsi merupakan air yang pernah digunakan Nyi Mas Gandasari.

Sandi (37), juga warga Palimanan, pun memiliki keyakinan yang sama soal air itu. Ia mengajak serta dua anaknya ke petilasan itu dalam beberapa tahun terakhir. Perempuan itu mengharapkan pengaruh Nyi Mas Gandasari menular ke dalam keluarganya.

Juru Kunci Petilasan Kramat Embah Buyut Nyi Mas Ratu Ayu Gandasari, Samudi Kertowisono, mengatakan Nyi Mas Gandasari adalah seorang kesatria dengan kesaktian yang luar biasa. Walaupun perempuan, ia mampu memenangi beberapa peperangan melawan banyak raja pria yang juga punya kesaktian tingkat tinggi. Haul Nyi Mas Gandasari berlangsung selama sehari antara 1-20 Oktober. "Selalu pada Minggu," katanya.

Pada hari Minggu, menurutnya, sebagian warga di Desa Kasugengan menikmati hari libur. Itu sekaligus memberikan kesempatan kepada semua warga desa itu, termasuk yang berada di tanah rantau, untuk bisa merayakan bersama haul sang Ratu. Namun, penentuan Minggu dari tiga kali Minggu antara 1-20 Oktober tergantung pada hasil rembukan warga Desa Kasugengan. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan