Rumah Indekos Menjamur, Pemkot Surabaya Cari Payung Hukum
Saat ini Pemkot Surabaya baru memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2011 yang mengatur pajak rumah indekos
Laporan Wartawan Surya Aji Bramastra
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Pemerintah Kota Surabaya sedang mencari payung hukum agar indekos-indekos elite sewa harian bisa dikenai pajak. Saat ini Pemkot Surabaya baru memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2011 yang mengatur pajak rumah kos sewa bulanan.
Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Pemkot Surabaya, Suhartojo, mengakui indekos elite harian sedang menjamur dan berpetensi menghasilan pendapatan bagi daerah.
"Kami menyadari betul akan hal itu. Namun kami tidak berani gegabah soal pajak ini, dasar hukum harus jelas untuk menarik pajak kos-kosan harian yang masih terus kita kaji keberadaannya," ucap Suhartojo kepada Surya.
Desakan agar rumah indekos mewah harian juga dikenai pajak dilontarkan antara lain oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Itu menyusul keluhan para pengusaha hotel berbiaya murah (low budget) bahwa mereka kini terancam dengan maraknya indekos harian.
“Bisnis indekos (khususnya harian) memang jadi peluang bagus. Mereka tidak perlu bayar pajak, tapi bisa menyediakan penginapan sekelas hotel. Tapi imbasnya, kami yang legal ini, jelas kalah bersaing. Kami terus mendesak pemerintah kota untuk menertibkan mereka,” ujar Muhammad Sholeh, Wakil Ketua PHRI Jatim.
Seperti dilaporakan Surya, Kamis (13/6) banyak hotel low budget terancam gulung tikar. Keberadaan hotel bersegmen masyarakat kelas menengah ke bawah itu kian tergerus oleh fenomena menjamurnya indekos elite sewa harian.
Menurut Suhartojo Perda Nomor 4 Tahun 2011 baru mengatur rumah kos elite bulanan. Dalam Perda itu, rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 dengan nilai sewa kamar paling sedikit Rp 750.000 per bulan per kamar dikenai pajak 5 persen.
Itu pun menurut Suhartojo pelaksanaan di lapangan masih belum maksimal. “Saat ini kami masih dalam taraf terus mendata mana kos-kosan elite yang bisa dikenai pajak,” kata Suhartojo.
Yang jelas Suhartojo menegaskan bahwa indekos-indekos mewah menjadi buruan dinasnya agar bisa menjadi sumber baru pendapatan daerah.
Rencana Pemkot Surabaya untuk menertibkan indekos pun menuai reaksi beragam dari para induk semang. Enost Tampang, pemilik rumah kos eksklusif di kawasan Sidosermo Indah, mengaku tak berkeberatan dengan rencana tersebut.
Menurut Enost, asal peraturannya jelas dan adil, ia tak keberatan bila sebagian dari pendapatannya masuk kantong pemerintah. “Saya pikir aturan dari pemerintah tidak akan terlalu berdampak signifikan terhadap pendapatan kami. Sedari awal, IMB rumah kos milik saya sudah terdaftar sebagai rumah indekos. Itu membuat retribusi indekos ini menjadi lebih mahal dari hunian pribadi. Toh, kami tetap masih bisa mendapat untung,” kata Enost.
Enost mengungkapkan, bila nanti memang benar ada pungutan pajak terhadap rumah kos, maka itu akan membuat harga sewa kamar menjadi naik. Namun, ia yakin, hal itu tidak akan menurunkan daya jual indekos miliknya.
“Ada kenaikan, tapi tidak akan banyak. Dan saya rasa, indekos eksklusif harian, harganya tetap akan lebih murah daripada di hotel,” yakin Enost.
Lain Enost, lain pula Gema Satya (31). Pengelola rumah indekos mahasiswi di kawasan Gebang Kidul, Sukolilo, Surabaya itu, mengaku bakal sangat berat bila pemkot benar-benar mengenakan pajak.