Rusuh di Sarolangun
Warga Minta Kasus Sarolangn Diusut Tuntas
Di hadapan wagub dan rombongan Harun, paman almarhum Asep menyesalkan tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian
Editor:
Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAMBI -- Trauma mendalam masih dirasakan oleh keluarga Asep (16) warga Dusun Magadai, Desa Tumenggung, Kecamatan Limun yang menjadi korban penembakan dalam razia penambangan tanpa izin (PET)I. Rabu (2/10/2013) petang puluhan keluarga dan juga warga berkumpul di rumah duka.
Sore itu Wakil Gubernur Jambi Fachrori Umar didampingi Sekda Sarolangun, Asisten II Setda Provinsi Jambi Havis Husaini, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jambi Budidaya datang ke rumah duka.
Di hadapan wagub dan rombongan Harun, paman almarhum Asep menyesalkan tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian pada saat berlangsungnya penertiban sehingga memicu terjadinya kerusuhan.
Dia minta agar pemerintah turun dulu sebelum mengeluarkan kebijakan untuk melarang masyarakat melakukan penambangan emas.
"Masyarakat berharap sebelum melakukan tindakan selidiki langsung ke bawah bagaimana kondisi masyarakat di sini," kata Harun.
Abdul Hamid Kepala Desa Tumenggung meminta pemerintah mengakomodir keinginan masyarakat, pasalnya penambangan emas merupakan mata pencaharian masyarakat.
"Kalau dulu masyarakat bisa dapat izin, sekarang ini masyarakat tidak bisa, kenapa, padahal perusahaan bisa dapat izin. Apa kami yang susah ini tidak bisa dapat izin. Kami mengakui apa yang dilakukan warga memang salah namun kita minta juga diberi solusi," katanya.
Abdul Hamid juga minta polisi segera ditarik dan minta TNI yang melakukan penjagaan. Menurut penuturan warga, sebanyak 15 warga menjadi korban penembakan. Dua di antaranya meninggal dunia. Warga mengaku masih takut untuk berobat ke RS.
Di lain tempat, Dr Hilmi Ketua Persatuan Keluarga Sarolangun (Perkasa) berharap agar masyarakat dan polisi bisa menahan diri.
"Kita harapkan para pihak baik aparat maupun masyarakat dapat menahan diri agar tidak menimbulkan konflik yang berkelanjutan dan bisa jatuh korban lagi," katanya. (dot)