Empat Kuli Bangunan Makan Daun Karena Belum Gajian
Bersama ketiga pekerja lainnya yaitu Yoyok (38), Damar (46) dan Nastain (28), Afit (26) bertahan di sebuah bangunan kayu berukuran 5 X 7 meter.
Editor:
Rendy Sadikin
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Ahmad Sidik
TRIBUNNEWS.COM - Afit (26), pekerja bangunan siring di jalan MT Haryono 656 Balikpapan, Kalimantan Timur, tepatnya di bagian belakang Rumah Sakit Umum Kanudjoso Djatiwibowo (RSKD) terpaksa makan daun ataupun tumbuhan di sekitar demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerja ini tidak mendapat hak sebagai seorang pekerja.
Bersama ketiga pekerja lainnya yaitu Yoyok (38), Damar (46) dan Nastain (28), Afit (26) bertahan di sebuah bangunan kayu berukuran 5 X 7 meter.
Mereka tetap tinggal di tempat pengerjaan siring hingga pemborong yang memperkerjakan mereka memberikan upah yang merupakan haknya.
Para pekerja siring mulai membuat siring di kawasan RSKD sejak bulan Oktober 2014. Bangunan siring selesai dikerjakan 25 Januari 2015. Mulai oktober 2014, 10 pekerja membangun siring sepanjang 40 meter.
Kemudian enam orang berhenti karena tidak adanya kepastian upah yang bisa mereka terima. Kini tinggal empat orang yang masih bertahan di gubuk kayu, tempat tinggal para pekerja.
Afit dan pekerja lainnya saat ini belum mendapat gaji dari Nurkholis sebagai pemborong atau penanggung jawab pekerja. Mereka hanya diberi janji akan dibayar suatu saat nanti.
"Dulu janji akan dibayar tanggal 2 Februari 2015, kemudian diundur sampai 7 Februari. Tapi sampai sekarang belum ada kepastian kapan upah akan dibayar. Ketika ditelpon juga tidak dijawab," ungkap Afit.
Sebelum pengerjaan siring selesai, para pekerja hanya mendapat uang untuk membeli makanan di sebuah warung makan tempat mereka.
"Kami dapat kasbon untuk beli makanan di warung. Namun sejak pengerjaan siring selesai, mulai tanggal 25 Januari lalu sudah tidak ada lagi yang kami terima, kami kerja bukan hanya untuk makan, kami punya anak dan istri untuk dinafkahi," ujar Yoyok.
Menurut perjanjiannya, mereka harusnya mendapatkan Rp420.000 per kubik. Bangunan siring yang mereka kerjakan 225 kubik.
"Umumnya untuk pengerjaan siring seperti ini per kubik dihargai Rp550.000. Kami sudah mendapat harga yang jauh di bawahnya, namun sampai sekarang kami juga belum mendapat upah yang harusnya kami terima," ungkap Yoyok.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Afit bersama ketiga pekerja yang masih bertahan terpaksa memanfaatkan tumbuhan yang ada disekitar. Mereka makan dari apa yang bisa ditemukan disekitarnya.
"Kalau ketemu daun singkong, kita makan daun singkong. Intinya, kita mengambil tumbuhan yang ada di sekitar yang bisa dimakan, terkadang ada warga sekitar yang menawari makanan," ujar Afit.
Menggunakan tungku dari batu, wajan dan panci mereka biasa memasak untuk membuat makanan.
"Hanya ini yang tersedia, mau tak mau kita harus melanjutkan hidup. Memanfaatkan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup," kata Afit.
Untuk mandi dan mencuci mereka harus pinjam kamar mandi warga sekitar.
"Awalnya boleh pakai kamar mandi masjid RSKD, tapi sekarang dilarang. Pilihannya tinggal numpang pada warga sekitar untuk cuci dan mandi," ungkap Afit.
Hal yang membuat mereka lebih terpukul saat keluarga menghubungi. Damar mempunyai anak yang masih membutuhkan biaya untuk sekolah.
"Anak dan istri nangis setiap kali menelepon saya, anak menanyakan kapan bisa mengirim untuk membayar biaya sekolah, dan istri mengeluh untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Saya hanya bisa meminta mereka untuk bersabar," ungkap Damar.
Pembangunan siring di RSKD merupakan wewenang pemerintah provinsi Kalimantan Timur. Dana yang dikeluarkan untuk pembangunan siring di belakang RSKD Balikpapan mencapai Rp6,7 miliar.
"Pengerjaan Siring ini merupakan hasil lelang pemerintah provinsi Kalimantan Timur di Samarinda. Dana yang dikeluarkan untuk pengerjaan siring sekitar Rp6,7 miliar," tambah Yoyok.