Kontroversi Gafatar
Bekas Pengikut Gafatar Asal Sumsel Memilih Pulang Kampung dan Cari Kerja
Warga Sumatera Selatan ini insyaf setelah mengikuti Gafatar dan sempat hijrah ke Kalimantan bersama pengikut Gafatar lainnya.
"Saya pindah ke Kalimantan, intinya kami ingin mencari kehidupan yang lebih layak. Saya tahu dari teman-teman di Kalimantan, seperti mendapatkan tanah untuk pertanian. Hubungan kami dengan warga setempat baik-baik saja, karena setiap hari mencangkul terus, jadi kami ditawari tanah oleh warga setempat.
Awal targetnya bertani padi, tapi masih fokus bercocok tanam sayuran seperti menanam ketimun. Bahkan kami sempat panen ketimun," ujar Fahmi.
Mereka sempat menolak ketika dijemput perwakilan Pemerintah Provinsi Sumsel dari Boyolali, pertimbangannya karena saat itu bingung karena kondisi istri dan anak-anak mereka trauma.
Muncul pertanyaan di benak mereka, apakah warga Sumsel mau menerima mereka sebagai bekas pengikut Gafatar yang santer diberitakan pengikut ajaran sesat.
"Kami hanya menghindar, apakah nantinya diterima atau tidak. Sementara ini istri dan anak-anak sudah mulai hilang traumanya. Sebetulnya saya sudah dijemput keluarga saaya di Jogja, tapi setelah dijelaskan, memang harus diselesaikan dulu di Palembang. Karena saya memang dari Palembang," ujar Fahmi.
Sementara Zainal beranggapan karena takut tidak diterima masyarakat sehingga memilih bertahan di Boyolali.
"Sampai saat ini saya masih survei dulu, apakah diterima aatau tidak. Karena ada yang bilang saya disebut sebagai guru besar, itu tidak benar sama sekali. Intinya kami pindah ke Kalimantan untuk kehidupan lebih baik. Di Gafatar dulu saya di bidang ekonomi dan kesejahteraan, sedangkan Fahmi di bidang olahraga," ujar Zainal.