10 Tahun Gempa Yogya: Kampus STIE Kerjasama, Dulu Ramai Kini Tinggal Lahan Kosong
Kampus yang dulu ramai dengan mahasiswa itu rusak parah akibat gempa sebelum akhirnya tutup.
Penulis:
Khaerur Reza
Editor:
Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Khaerur Reza
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan sekitarnya tepat 10 tahun lalu yaitu 27 Mei 2006 menyisakan banyak cerita kehilangan dan kehancuran.
Salah satu bangunan yang mengalami kerusakan parah adalah bangunan gedung utama Kampus STIE Kerjasama yang ada di Jl Parangtritis KM3 Salakan Sewon Bantul.
Kampus yang dulu ramai dengan mahasiswa itu rusak parah akibat gempa sebelum akhirnya tutup.
Kini bekas kampus tersebut sudah menjadi lahan kosong dan sering digunakan untuk kegiatan lain seperti pentas sirkus.
Hanya sebuah gerbang bertuliskan 'Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kerjasama Yogyakarta' sebagai penanda pernah berdirinya kampus tersebut di sana.
Salah seorang warga sekitar, Is (52) menceritakan dulunya kampus tersebut selalu ramai dengan mahasiswa yang juga meningkatkan ekonomi masyarakat karena banyaknya rumah warga yang menjadi rumah kos serta pertokoan.
"Dulu ramai mahasiswa, ramai anak kos. Depan kampus sampai di dalam kampung ini kos semua," cerita Is, Jumat (27/5/2016).
Namun semua berubah seiring gempa yang menyebabkan gedung utama 4 lantai mengalami kerusakan parah, sementara beberapa gedung lain dalam komplek tersebut juga rusak.
Masalah sengketa juga makin memperburuk keadaan hingga akhirnya kampus yang dulu ramai tersebut kini tinggal sejarah dan lahan kosong.
"Yang gedung depan itu yang paling parah, gedungnya sampai miring karena bawahnya hancur. Kalau yang lain nggak sampai ambruk. Tapi ya nggak ada yang nggak rusak kayaknya," tambahnya.
Bekas kampus STIE Kerjasama Yogyakarta yang kini hanya tersisa gerbangnya saja, sementara kompleksnya sudah jadi lahan kosong
Seorang warga lain Tuginem (46) yang rumahnya tak jauh dari tempat tersebut menambahkan saat itu dikabarkan ada satu orang penjaga malam sempat terjepit bangunan gedung.
Namun dia tidak bisa memastikannya karena dia juga harus berjuang menyelamatkan diri sendiri.
"Kabarnya kejepit sampai kakinya dipotong. Tapi waktu itu bingung sekali semua orang menyelamatkan diri sendiri. Anak saya dibawa budenya entah ke mana baru ketemu sorenya," ujarnya.
Dia kehilangan putra sulungnya dalam bencana tersebut. Sementara satu anaknya yang lain selamat namun sempat mengalami patah tulang di kakinya akibat tertimpa reruntuhan.
Kini setiap 'ulang tahun' kejadian gempa selalu digunakan untuk bersyukur dan merenung, bahwa kuasa Tuhan sangat besar. Hanya dalam 59 detik gempa semua berubah begitu besar.
"Sedih juga kalau tiap 'ulang tahun' begini jadi teringat kejadian tersebut," ujarnya berkaca-kaca.