Ditertawakan dan Diusir Karena Jualan Roti Keliling, Ini yang Dilakukan Bule Ini
Ia malah ingin merubah stigma orang-orang yang menganggap bule yang datang ke Bali adalah orang kaya dan banyak uang, sehingga tidak pantas berjualan
Editor:
Wahid Nurdin
Laporan wartawan Tribun Bali, Sarah Vanessa Bona
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Lazim diketahui pulau Bali menjadi salah satu destinasi wisata internasional, sehingga banyak turis dalam dan luar negeri yang datang ke tempat ini.
Namun seorang warga negara asal Australia bernama Eddie Hadyin (49) justru memilih jualan roti keliling saat di Bali.
Sontak ia sempat sering ditertawakan ditertawakan warga, bahkan juga pernah diusir saat berjualan.
Dia bingung, kenapa banyak yang memandang remeh penjual keliling.
Siang itu Eddie Hadyin (49) mengendarai motor matic mengangkut box besar berisi roti dagangannya.
Di belakangnya ada kekasihnya Jessica Claudia (19) asal Manado yang ikut menamani memakai motor berbeda.
Pasangan yang sudah enam bulan menetap di Bali itu biasa berjualan siang hingga malam.
Terhitung sudah dua minggu berjualan roti keliling.
Setiap harinya mereka akan berkeliling untuk menjual roti ke Sanur, Canggu, dan Kuta.
"Hari minggu khusus jualan di Sanur, karena kami juga tinggal di dekat sini," ujar Jessica yang tinggal bersama Eddie di Jalan Tukad Balian Gang Nuri Renon, Denpasar, Minggu (27/11/2016).
Usaha kecil itu dimulai dari Eddie yang mengajarinnya, itu karena di Melbourne Eddy pernah bekerja sebagai chef.
"Belum banyak usaha seperti ini di Bali," ujar Jessica ditemui di sela-sela jualan di Pantai Karang Banjar Sindu Kelod, Sanur.
Selama berjualan roti keliling, banyak tantangan yang dihadapi.
Banyak orang yang melihat dan membicarakan Eddie karena aneh melihat bule membawa gerobak dengan motor.
Bahkan pernah ada seorang wanita yang datang dan menertawai mereka tanpa mempedulikan perasaan keduanya.
"Saya kira mau beli roti. Pas datang ketawa, terus bilang bangkrut ya bulenya (Eddie) kok sampai jualan begini," kenang Jessica.
Eddie yang bingung kemudian bertanya kenapa dirinya ditertawakan.
Jessica mengatakan, alasannya ditertawakan karena dikira tidak punya uang sampai berjualan seperti ini.
Dan hal itu tidak hanya dialami sekali saja, melainkan banyak mata yang melihat dan meremehakan mereka yang sedang jualan.
Keduanya pernah diusir pecalang saat berjualan di kawasan Canggu. Mereka diusir karena tidak memiliki izin berjualan di sana.
"Padahal kalau memang ada pungutan ya kami bayar, seperti di Sanur ini kami bayar Rp 20 ribu setiap berjualan," terang Jessica yang dalam sehari biasanya membuat 50 roti diluar pesanan.
Jessica menganggap semua kendala itu sebagai pengalaman yang berkesan.
Ia dan Eddie tidak memikirkan mengenai anggapan negatif orang lain.
Ia malah ingin merubah stigma orang-orang yang menganggap bule yang datang ke Bali adalah orang kaya dan banyak uang, sehingga tidak pantas berjualan seperti ini.
"Kita di sini berusaha ya. Bukan dari usaha besar, tapi usaha dimulai dari yang kecil. Eddie tidak memusingkan hal itu. Malu juga tidak. Dia di sini untuk buka usaha dan itu good things. Persepsi masyarakat yang harus diubah," jelasnya.
Jessica dan Eddie belum berkeinginan membuka toko roti dan tetap berjualan keliling seperti ini.
Saat akan membuka usaha ini, orientasi mereka bukanlah uang.
"Kami ini tidak bisa diam. Terus berpikir enaknya ngapain nih buat apa hingga tercetuslah membuka usaha turkish bread keliling ini," aku Jessica yang dalam sehari biasanya mendapat untung sebesar Rp 500 ribu.
"Eddie bawa box dengan motor, saya mengikuti dengan motor juga menemani dia," ujar mahasiswi hukum di salah satu universitas di Manado itu. (*)