Jumat, 22 Agustus 2025

Kisah Bledheg Sangheta, Mantan Pencuri yang Dikukuhkan Risma Jadi Paskibraka

Bledheg Sangheta tidak akan melupakan momen Hari Kemerdekaan ke-72 Republik Indonesia.

surya/fatimatuz zahro
Bledheg Sangheta (kiri) usai geladi bersih. 

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA – Bledheg Sangheta tidak akan melupakan momen Hari Kemerdekaan ke-72 Republik Indonesia.

Siswa kelas XI SMKN 10 Surabaya ini terpilih menjadi salah satu pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka) saat upacara bendera peringatan HUT RI di Balai Kota Surabaya pada Kamis (17/8/2017).

Ia mengaku tidak menyangka akan terpilih di antara ribuan siswa SMA SMK di Kota Pahlawan. Yang kini ia rasakan, adalah tidak ada hal yang tidak mungkin diraih asalkan mau berusaha dan berubah.

Baca: The Power of Emak-Emak, Seorang Ibu Berhasil Tangkap Pencuri Celana Dalam Perempuan

“Tiga tahun yang lalu saya tidak seperti ini, saya masih jadi anak yang nakal, suka bikin pusing orang tua,” ucap Bledheg, yang ditemui Surya.co.id usai pengukuhan Paskibraka oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Gedung Sawunggaling, Selasa (15/8/2017).

Bledheg adalah anak binaan di Kampung Anak Negeri. Sebelum masuk ke Kampung Anak Negeri Bledhed sempat putus sekolah selama satu tahun. Ia terjerembab dalam pengaruh kenakalan remaja. Mencuri, minum, mencoba pil double L menjadi hal yang tidak bisa lepas dari Bledheg.

“Saat itu hal itu seperti menjadi pelampiasan bagi saya. Di saat-saat itu saya sangat mudah terbawa pengaruh lingkungan. Yang ada di pikiran saya hanya senang-senang saja, tidak mikir pentingnya sekolah,” ucap remaja kelahiran 12 November 1999 ini.

Baca: Polisi Tangkap Oknum Anggota BNN Terkait Kepemilikan Sabu, Begini Kronologinya

Maklum, sejak duduk di kelas 4 SD, kedua orang tuanya memutuskan untuk berpisah. Ia hidup terpisah dengan ibunya yang merantau ke luar pulau. Ia tinggal di Sidoarjo bersama sang ayah. Jahatnya lingkungan jalanan akhirnya membuatnya justru masuk dalam dunia yang ia sebut dengan dunia gelap.

Hingga akhirnya sang ibu memintanya untuk masuk ke Kampung Anak Negeri yang dimiliki Pemkot Surabaya.

Ia dipaksa untuk masuk dalam sistem asrama yang ketat untuk belajar dan membenahi diri. Ia juga disekolahkan lagi di SMPN 19 program sekolah terbuka.

“Awalnya saya nggak kerasan. Sering kabur dan sering kena hukum. Setiap ketahuan kabur, saya digundul dan direndam di kolam di depan asrama,” ucapnya mengenang masa-masa adaptasi yang diakuinya memang sulit.

Maklum, selama tinggal di sana, sistem yang diterapkan di Kampung Anak Negeri terbilang ketat.

Mereka ditempa untuk hidup disiplin, taat beribadah, dan dipaksa mengikuti kegiatan pengembangan bakat yang disediakan oleh Dinas Sosial.

Lambat laun lantaran sudah punya teman dan merasa nyaman akhirnya Bledheg merasa krasan. Putra sulung pasangan Aminin dan Sulistyowati pun bahkan berhasil mengubah pola pikir dan pola hidupnya. Bahkan ia menjadi anak berpretasi dari Kampung Anak Negeri.

Halaman
12
Sumber: Surya
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan