Meriahnya Ritual Tawur Pedanan Desa Pakraman Tegallalang Setelah 50-an Tahun Tak Digelar
Para pengayah itu merebut pipil atau hadiah utama berupa uang sebesar Rp 500 ribu, sampai Rp 1 juta yang disembunyikan di antara bagian bangunan itu
Editor:
Dewi Agustina
Tawur Pedanan yang digelar oleh Desa Pakraman Tegallalang, Gianyar, ini merupakan serangkaian Karya Agung Panyegjeg Bhumi di Pura Griya, Desa Pakraman Tegallalang, Gianyar.
Karya yang digelar 9-23 September 2017 ini merupakan karya agung yang hampir sekelas dengan Tawur Agung yang digelar di Pura Besakih.
"Pertama kami menggelar upacara yadnya seperti ini pada 1961, dan sekarang yang kedua pada 2017. Menurut lontar yang ada di Batur A, Batur B, prasasti batuan, dan prasasti kehe, kalau upacara setingkat desa Pakraman itu 50 tahun kekuatan yadnya-nya. Kalau setingkat panca wali krama atau ngusaba desa itu 10 tahun. Ini hampir sama dengan panca wali krama yang ada di Pura Besakih," kata Ketua I Prawartaka Karya, Drs I Wayan Mupu MPd, kepada Tribun Bali.
Mupu menjelaskan, Tawur Pedanan merupakan ritual warisan leluhur Bali yang wajib digelar saat acara karya agung penyegjeg bhumi.
Makna Tawur Pedanan, jelasnya, adalah perebutan amertha. Para pemedek (umat) yang merebut pipil dalam Tawur Pedanan ini, kata Mpu, sebagai simbol dari para dewa, dan raksasa yang sedang mencari amerta.
"Nah inilah para dewa, dan raksasa itu merebut amerta, begitulah prosesinya, sehingga didapatlah amerta itu. Oleh siapa? Pertama itu oleh sang Bima. Kalau di sini oleh Desa Pakraman, inilah dikembangkan ke luar sehingga semua kita sejahtera," kata mantan Bendesa Pakraman Tegallalang ini.
Pensiunan guru agama Hindu ini menambahkan, esensi dari Karya Panyegjeg Bhumi adalah membangun keseimbangan antara alam sekala dan niskala.
Selain itu, diharapkan setelah karya ini masyarakat Tegallalang, khususnya, dan masyarakat Bali, umumnya, bisa diberkati, dan diberikan sinar suci, dan rezeki yang berlimpah, sehingga ke depan bisa kembali menggelar persembahan berupa yadnya yang serupa di pura lainnya.
Baca: Hotman Paris di Mata Media Asing: Dicintai Konglomerat Lokal, Ditakuti Kreditor Asing
Sementara, Bendesa Pakraman Tegallalang, I Made Jaya Kesuma mengatakan, dalam karya penyegjeg bhumi dan pedanan ini, persembahan yang dihaturkan berupa kerbau, kambing, itik, ayam, sapi, dan berbagai hewan lainnya. Semua itu, kata Jaya, bersumber dari masyarakat.
"Kecuali kerbaunya. Itu dari Puri Agung Peliatan, dan Puri Agung Ubud, sedangkan kambing, dan sebagainya dari masyarakat di sini, dan panitia," katanya.
Adapun rangkaian karya agung penyegjeg bhumi di Pura Griya Desa Pakraman Tegallalang, di antaranya digelar mulai dari Mamungkah, Caru Rsi Gana, Mlaspas, Mapedagingan, Ngenteg Linggih, Tawur Pedanan, Mapeselan, Makebat Daun, dan Bangun Ayu.
Pengerajeg Karya, Tjokorda Raka Kerthyasa yang hadir kemarin mengapresiasi atas semangat dan antusiasme krama desa pakraman Tegallalang yang telah sukses menggelar Tawur Pedanan, dan rangkaian karya ini.
Ia berharap setelah karya ini masyarakat kembali pada inti dari pada yadnya yaitu adanya keseimbangan antara pikiran, perkataan dan perbutan sehingga makna dari yadnya ini dapat diimplementasikan dalam kehidupan di masyarakat.