Kiai Sholeh Qosim Meninggal saat Sujud Salat Magrib, Tangannya Masih Menggenggam Tasbih
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ismailiyah Ngelom, Sepanjang, Sidoarjo, KH Sholeh Qosim wafat, Kamis (10/5/2018) usai magrib.
TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ismailiyah Ngelom, Sepanjang, Sidoarjo, KH Sholeh Qosim wafat, Kamis (10/5/2018) usai magrib.
Kiai Qosim merupakan salah satu kiai khos.
Kiai yang berumur 88 tahun ini wafat saat sedang menjalankan salat magrib.
Jenazah kiai yang juga pengurus mustasyar PWNU Jatim 2013-2018 ini akan dimakamkan usai salat Jumat di kompleks makam Ngelom Pesantren, Sidoarjo.
"Salat Maghrib sujud tidak bangun, tasbih masih di tangan, pendungane (minta doanya)," ujar Gus Miftah, cucu dari ulama yang pernah menjadi laskar Hizbullah dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ini.
Salah satu guru MTs Bahauddin, Ummu Latifah yang akrab dipanggil Ifa juga membenarkan Kiai Qosim wafat dalam kondisi sujud saat salat magrib.
Baca: Ada 160 Pendaki di Pasar Bubrah saat Gunung Merapi Meletus
"Waktu itu ditunggu salah satu anaknya di lantai bawah. Namun hingga lama, kiai tidak turun-turun. Akhirnya dicek, rupanya masih sujud. Waktu itu dipikirnya masih salat. Ditunggu hingga lama kok ndak bangun-bangun. Setelah dibangunkan, ternyata wajahnya sudah pucat," jelas Ifa.
Pada HUT ke-72 TNI di Cilegon, Banten, Kiai Qosim hadir di sana.
Saat itu, tangan Kiai Qosim dicium dengan oleh Presiden Jokowi.
Jokowi mencium tangan Kiai Qosim usai memberikan potongan tumpeng kepada tiga orang dalam HUT tersebut.
Suasana rumah duka Kiai Qosim di Jalan Ngelom gang 1 dipenuhi ribuan pelayat.
Raut muka kesedihan terpancar dari wajah para pelayat. Sebagian mata pelayat terlihat berkaca-kaca.
Banyaknya pelayat yang datang ke rumah duka membuat anggota Barisan Serbaguna Ansor (Banser) terpaksa menutup jalan dengan berjajar.
Baca: Staf Kereta Api Bawah Tanah Perkosa Wanita, CEO Tokyo Subways Minta Maaf
Jalan Raya Ngelom arah Geluran Kletek ditutup sementara malam itu.
Para banser terlihat mengalihkan arus ke arah Jalan Ngelom Megare.
Pengalihan arus dilakukan karena banyaknya peziarah di rumah duka KH Qosim.
"Yang boleh masuk hanya keluarga," terang seorang anggota Banser.
Terdengar suara lantunan ayat suci Alquran menggema di Masjid Bahauddin yang ada di sekitar pondok.
Sebagian para pelayat juga memenuhi Masjid Bahauddin.
KH Qosim adalah ulama karismatik NU sekaligus saksi perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Kiai yang lahir pada 1930 ini juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Bahauddin Ngelom, Sidoarjo, namun dikenal sebagai ulama yang sederhana.
Semasa hidupnya, almarhum memberikan kenangan bagi Nawawi, warga Desa Kramat Jegu, Taman, Sidoarjo.
Sebagai seorang santri KH Qosim, ia mendapat banyak motivasi dari segi perjuangan untuk kemaslahatan umat.
Baca: Jadi Korban Penyanderaan Napi Teroris, Iptu Sulastri Didoakan Cepat Sembuh
"Waktu itu, beliau pernah menyemangati saat saya ditentang masyarakat ketika akan merenovasi masjid," kisahnya.
Ia mengaku, ditentang banyak orang karena berbagai alasan. Ia lalu sowan ke KH Qosim dan mendapat masukan.
"Saya mendapat banyak masukan, yang berbuah manis, hingga renovasi masjid desa saya berjalan lancar, bahkan sampai sekarang," imbuhnya.
Banyak pelajaran dari kenangan yang ia petik, satu diantaranya juga menjadi pegangan hidupnya, yakni soal berjuang untuk kebenaran.
"Hidup harus berjuang, dan dikatakan berjuang itu kalau ada musuhnya. Jadi jangan pernah takut dimusuhi saat berjuang di jalan yang benar," ujarnya. (Danendra Kusuma/Pipit Maulidiya)