Banyak PNS di Kemenag Bantul Tidak Dapat Tunjangan Pensiun, Begini Kronologisnya
Mujiyono sehari-hari bekerja sebagai staff administrasi kesiswaan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Pundong.
Editor:
Sugiyarto
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ahmad Syarifudin
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Mujiyono sehari-hari bekerja sebagai staff administrasi kesiswaan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Pundong.
Saat ini, dia berusia 57 tahun lebih delapan bulan. Artinya, sebentar lagi bakal memasuki usia pensiun.
Namun, warga padukuhan Jebugan, Tirtomulyo, kecamatan Kretek itu gusar karena terancam tidak mendapatkan uang pensiun.
Musababnya, karena terkendala oleh peraturan pemerintah nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Dimana satu dari beberapa ketentuannya yang mendapat tunjangan pensiun adalah pegawai negeri sipil yang masa kerja efektif selama lima tahun.
Padahal, pengabdian Mujiyono kepada negara tidak bisa dikatakan enteng.
Sebelum ditempatkan di MTs Negeri Pundong, ia lama mengabdi di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kretek sebagai pegawai honorer.
Dimulai sejak tahun 1991, sehingga masa pengabdian Wiyata Bhakti Mujiyono sampai usia pensiun terhitung sudah 25 tahun.
Meskipun dalam SK pengangkatan yang ia terima diakui masa pengabdiannya baru 17 tahun.
Mujiyono mengaku tidak mempersoalkan lama pengabdian.
Ia hanya tidak terima karena tidak mendapatkan tunjangan pensiun.
Sebagai bentuk protes, pihaknya kukuh menolak mengumpulkan berkas pensiun.
"Saya hanya mohon keadilan. Apakah ini sudah dianggap adil. Saya merasa ini baru pertama kali, ada pegawai negeri tidak mendapatkan uang pensiun," kata dia, ketika ditemui Tribunjogja.com di Pasar Turi Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul, Selasa (26/2/2019).
Mujiyono merupakan ASN dari jalur katagori dua (K2).
Ia mengikuti serangkaian seleksi CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) pada tahun 2013 dan mendapatkan SK CPNS per tanggal 1 November 2014.
Lama mengabdi, tiga tahun kemudian Mujiyono baru mendapat SK pengangkatan sebagai PNS pada 1 Juni 2017 dari Kepala Kantor Wilayah Kemenag DIY.
Dalam SK pengangkatan itu jelas tertulis sebuah kalimat "SK keterlambatan masa pengangkatan PNS bukan kesalahan yang bersangkutan".
"Artinya keterlambat SK bukan kesalahan saya," protes dia.
Apabila dihitung dari tanggal pengangkatan SK CPNS November 2014 sampai masa pensiun pada Agustus 2019 mendatang, maka masa kerja efektif Mujiyono hanya terhitung 4 tahun 8 bulan.
Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 11 tahun 2017 tersebut, masa kerjanya kurang dari lima tahun, dan ia pun tidak mendapatkan tunjangan uang pensiun.
Ia sendiri sudah mengecek aplikasi tabungan pensiun (Taspen) bahwa dalam aplikasi tersebut tunjangan pensiun untuk dirinya tertera -6000 (min).
"Saya hanya mendapat pesangon di hari tua (THT) sebesar Rp7,3 juta," ujar dia.
Kekhawatiran yang dialami oleh Mujiyono ini sudah terbukti dialami juga oleh Giyono.
Mantan pegawai Tata Usaha (TU) di Madrasah Aliah Negeri (MAN) 2 Bantul.
Giyono saat ini berusia 58 tahun, ia baru saja pensiun pada 1 Juni 2018 lalu.
Sampai sekarang Giyono tidak mendapatkan tunjangan pensiun.
Ia sudah berkali-kali mengecek tabungan pensiunnya melalui Taspen, namun yang tertera -6000 (min).
"Saya pensiun hanya mendapatkan kertas ucapan terima kasih atas pengabdiannya untuk negara," ucap Giyono.
Sama dengan Mujiyono, Giyono juga mendapat SK CPNS pertanggal 1 November 2014 dan SK PNS diperoleh pertanggal 1 Juni 2017 lalu, sehingga masa kerja efektif tidak sampai lima tahun.
Baik Mujiyono ataupun Giyono tidak mengerti mengapa PP Nomor 11 tahun 2017 itu bisa berlaku kepada dirinya.
Padahal ia sudah diangkat menjadi PNS per 1 Juni, sebelum peraturan itu berlaku.
Menurut mereka, masih ada puluhan PNS di bawah Kementerian Agama yang bernasib sama namun belum berani bersuara.
Di bawah Kementerian Agama Bantul saja ada sekitar 57 orang yang SK pengangkatan PNS per 1 Juni 2017.
Jumlah itu baru di Kemenag Bantul, belum Kemenag daerah lainnya.
Atas persoalan ini, Mujiyono dan Giyono mengaku sudah mengadu persoalan tersebut ke Kanwil Kemenag DIY, namun Kanwil Kemenag sudah tidak memiliki kewenangan dan menyerahkan persoalan tersebut untuk diurus ke Jakarta.
Akhirnya mereka bersama teman-temannya berkirim surat ke Badan Kepegawaian Nasional (BKN), ke Kementerian Agama Pusat, Kementerian Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).
Namun surat yang dikirim pada Agustus 2018 silam itu tak kunjung mendapatkan balasan.
"Kami juga sudah mengadu ke Ombudsman Republik Indonesia. Kami masih menunggu penyelidikan dari ORI," kata Giyono.
Sudah Berjuang
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kanwil Kemenag DIY, Edhi Gunawan mengakui bahwa ada sejumlah ASN di instansinya yang terancam tidak mendapat tunjangan pensiun karena terganjal oleh aturan PP Nomor 11 tahun 2017, sehingga masa kerja ril tidak sampai lima tahun dan dampaknya tidak mendapatkan uang pensiun.
Pihaknya mengaku tidak hafal ada berapa jumlah keseluruhan ASN di Kemenag DIY yang tidak dapat uang pensiun.
Namun demikian, Ia sudah berupaya memperjuangkan ke BKN dan Kemenag Pusat, namun hasilnya tetap sama, harus mengikuti aturan.
"Sudah kami perjuangan karena bagaimanapun juga mereka warga kami, tapi aturannya seperti itu," tutur Edhi. (*)