Kisah 3 Siswa SMK Hilang 9 Tahun saat Magang: Dijual Calo Hingga Sempat Hubungi Presiden
Peristiwa itu dialami oleh sejumlah murid, di antaranya Ginanjar Nugraha Atmaji dan diceritakan oleh orangtuanya, Joko Priyono
Editor:
Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM - Kisah seorang murid kelas 2 SMKN 1 Sanden, Bantul, Yogyakarta yang menghilang selama 9 tahun menjadi perbincangan hangat.
Peristiwa itu dialami oleh sejumlah murid, salah satunya Ginanjar Nugraha Atmaji.
Baca: Mulai Hari Ini PDI Perjuangan Buka Pendaftaran Bacalon Kepala Daerah 19 Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Awalnya, pada tahun 2009, wali murid kelas 2 SMKN 1 Sanden, Bantul, Yogyakarta dikumpulkan pihak sekolah untuk mengikuti sosialisasi rencana praktik kerja lapangan (PKL).
Rencana awal, para siswa kelas II akan diberangkatkan ke Pekalongan, Jawa Tengah, selama tiga bulan.
Namun, pihak sekolah mengubahnya ke Tanjung Benoa, Bali, dengan alasan Tanjung Benoa merupakan pelabuhan internasional.
Saat sosialisasi tersebut, dikenalkanlah Mugiri, yang disebut sebagai guru pembimbing.
Anak-anak yang PKL ke Bali dijanjikan mendapatkan uang Rp 4 juta hingga Rp 8 juta.
Orangtua pun setuju rencana tersebut, termasuk membayar Rp 2,25 juta untuk biaya keberangkatan para siswa.
Oleh Mugiri, para siswa yang akan PKL diminta mengurus KTP, padahal para siswa masih berusia 16 tahun.
Baca: Menaker Apresiasi Regulasi Baru Jepang Bidang Pemagangan dan Penempatan TKA
Bahkan, Mugiri disebut membantu para siswa untuk membuat KTP. Tanpa curiga, para orangtua melepas anaknya untuk magang di Tanjung Beno, Bali.
Mereka percaya pada pihak sekolah.
Hilang saat magang

Baca: Dirjen Darat Perketat Penanganan Odol Pasca Kecelakaan Maut di Cipularang
Pada 2 Maret 2010, Riswanto Hadiyas, ayah salah seorang siswa SMKN 1 Sanden, Bantul, menerima surat dari PPT Sentra Buana Utama.
Surat tersebut mengabarkan bahwa KM Jimmy Wijaya telah hilang kontak per 6 Februari 2010 pada pukul 04.00.
Dalam surat tersebut juga dijelaskan bahwa Agiel bekerja di kapal tersebut sejak 27 Fenruari 2010.
Setelah menerima surat tersebut, dia segera mendatangi sekolah tanpa memberitahu hilangnya kapal yang ditumpangi anaknya.
Baca: Ada 333 Janda Baru di Probolinggo, Mayoritas Pilih Pisah gara-gara Faktor Ekonomi
Saat dia bertanya, sang kepala sekolah berkata bahwa siswa yang PKL semuanya baik-baik saja.
"Waktu itu dijawab baik-baik saja. Saya tanya kerja di mana anak saya, dan dijawab baik-baik saja. Surat (dari perusahaan) saya banting di meja, begitu baca gemetar," ucapnya.
Dijual oleh calo

Mendapatkan kabar tersebut, Riswanto segera berangkat ke Bali untuk mencari keberadaan anaknya.
Setelah proses rumit, akhirnya dia mendapatkan bukti kontrak kerja anaknya selama 6 bulan.
Perusahaan menjelaskan padanya bahwa telah mendapatkan tenaga kerja dari calo tenaga kerja.
Perusahaan menerima mereka bekerja karena memiliki KTP, yang ternyata palsu.
Selain itu, perusahaan tidak tahu bahwa mereka adalah siswa yang PKL.
Dari puluhan siswa yang berangkat, tiga orang siswa tidak diketahui nasibnya karena kapal yang ditumpanginya hilang.
Mereka adalah Agiel Ramadhan Putra, Ignatius Leyola Andrinta Denny Murdani, dan Ginanjar Nugraha Atmaji.
Riswanto pun melaporkan penipuan tersebut.
Ia bahkan mendatangi Kementerian Hukum dan HAM, hingga menghubungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Lalu, dibuatlah surat tembusan ke Polda Bali dan Polda DIY.
Kasus penipuan itu masuk ke ranah persidangan.
Kepala sekolah dan guru divonis bebas.
Adapun Mugiri yang sempat disebut sebagai guru pembimbing adalah seorang calo tenaga kerja, ia dijatuhi hukuman penjara.
Yakin anaknya masih hidup
Lucia Martini menunjukkan sertifikat milik anaknya, Ignatius Leyola Andinta Denny Murdani. Denny hilang kontak saat mengikuti PKL di Bali 9 tahun lalu.
Lucia Martini, salah orangtua siswa yang hilang, yakin bahwa anaknya masih hidup.
Ia mengaku baru tahu anaknya hilang setelah satu minggu kapal yang ditumpangi anaknya dinyatakan hilang kontak.
"Saya mendapatkan informasi terlambat. Kedua orangtua mereka sudah mendapatkan informasi seminggu sebelumnya, langsung dari Bali.
Sementara saya baru tahu 5 Maret (2010) ketika didatangi pihak sekolah.
Padahal Pak Joko (ayah Ginanjar) tahu kapal hilang kontak setelah disurati langsung oleh pihak perusahaan," ucapnya.
Lucia bercerita, saat berangkat ke Bali 10 tahun yang lalu, anaknya yang bernama Ignatius Andrianta Loyola Denny Murdani menolak diantar oleh kakaknya.
Ia mau diantar langsung oleh ibunya.
"Saya diantar Mom (ibu) saja. Nanti enam bulan saya tidak melihat Kedon (nama dusunnya)," kata Martini menirukan ucapan anaknya, Rabu (4/9/2019).
Walaupun dinyatakan hilang, Lucia memiliki firasat anaknya masih hidup dan akan pulang.
"Sebagai seorang ibu, saya percaya dia masih hidup tapi entah di mana. Saya berharap Denny mengetuk pintu rumah," katanya.
"Feeling saya, belum (meninggal), belum pernah bertemu lewat mimpi. Hatiku juga masih tenang dan tidak deg-degan. Kapan waktu Denny akan pulang. Saya masih mengharapkan pulang, ada mukjizat Tuhan. Setiap sembahyang, saya selalu mendoakan," ujarnya.
Kenangan tentang anaknya akan muncul ketika melihat gedung sekolah.
Dia pung mengaku sering datang ke sekolah anaknya.
"Saya enggak nuntut Denny pulang hidup, seandainya sudah meninggal pun saya terima. Tetapi ada kejelasan bagaimana nasibnya," ucapnya.
Hal senada juga dijelaskan oleh Samsiah, ibu Ginanjar.
Ia mengatakan, sebelum dinyatakan hilang, anaknya sempat berkomunikasi dengannya.
Ginanjar mengabarkan sedang berada di laut sekitar Merauke.
Ginanjar sempat minta dikirim pulsa.
Samsiah yakin anaknya masih hidup.
"Saya yakin masih hidup," katanya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Duduk Perkara Siswa SMK Hilang 9 Tahun Saat Magang, Dijual Calo hingga Sang Ibu Tetap Menunggu