Berita Viral
Seniman yang Viral Melukis dari Sampah Plastik Mengaku Karyanya Kurang Dihargai di Dalam Negeri
Edy Suranta Ginting, seniman yang viral karena melukis dari sampah plastik mengaku karyanya kurang dihargai di dalam negeri.
Penulis:
Inza Maliana
Editor:
Gigih
"Kita juga menghabiskan banyak waktu dalam proses penggarapannya," tutur Edy.
Oleh karena itu, Edy memilih untuk melukis hanya sekedar hobi, bukan sebagai mata pencaharian utama.
Selain melukis, ia rupanya memiliki kegiatan lain yang tidak kalah inspiratif.

Baca juga: VIRAL Keluarga Buka Warung Makan Gratis Bagi Kaum Duafa dan Yatim Piatu, Tersedia 150 Porsi per Hari
Ia membuat pilihan lain untuk tetap hidup, bahkan bisa sampai menghidupi orang lain yang membutuhkan.
Rupanya, Edy telah melanglang buana selama 20 tahun terakhir ke penjuru Indonesia, utamanya ke daerah-daerah pedalaman.
Dalam petualangannya itu, Edy membuat rumah industri kreatif bagi anak-anak di pedalaman.
Ia mengajari mereka untuk bisa memanfaatkan sampah yang kerap dianggap tidak berharga, menjadi barang bernilai tinggi.
Aksinya ini terinspirasi dari pengalaman pribadi Edy.
"Jadi saya merasakan penderitaan saat sekolah dulu, seperti harus menyebrang sungai dan tidak ada fasilitas yang bisa dinikmati."
"Ketika saya lihat mereka di posisi saya dulu, saya akhirnya berinisiatif saya punya skill, paling tidak saya bisa buat sesuatu," katanya.

Baca juga: Viral Sosok Ini Berbagi Makan dengan ODGJ, Ungkap Keinginan Merawat: Agar Merasa Hangatnya Keluarga
Untuk itu, ia tidak ingin pengalaman pahitnya terulang kembali kepada anak-anak tersebut.
Dari situlah muncul ide untuk membuat rumah yang mengajarkan mereka cara memunguti sampah, mengolah, dan mengedukasi untuk tidak membuang sampah.
"Untungnya kita membuat industri kreatif lainnya, makanya walaupun lukisan tidak ada yang pesan, kita tetap bisa sediakan apa yang dibutuhkan oleh anak-anak yang orang tuanya tidak mampu," terang Edy.
Ia juga bekerja sama dengan pegiat sosial lain dalam mengedukasi anak-anak di pedalaman.
Seperti membuat kelas yang mengajari mereka supaya lancar berbahasa asing.
"Saya cuma berharap ada yang namanya bunyi sila ke 5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
"Supaya setidaknya anak-anak di desa terpencil tidak kalah dari anak-anak di kota besar," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)