Liputan Khusus
BNN Bali Perangi Bandar dan Pengedar Narkoba ke Desa-Desa (2-Habis)
BNN Bali menerapkan strategi intensif memerangi jaringan narkoba ke desa-desa di Bali dengan srategi podcast.
Editor:
cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Sebagai Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali yang baru, menjabat sejak awal Mei 2021 lal, Brigadir Jenderal (Brigjen) Polisi Drs. Gde Sugianyar Dwi Putra, S.H., M.Si, memiliki gagasan yakni, bagaimana mengedukasi generasi milenial terkait bahaya narkoba.
Berikut ini bagian kedua atau terakhir wawancara khusus Tribun Bali dengan pria asal Gianyar ini.
Bagaimana cara BNNP Bali mendeteksi penyalahgunaan narkoba?
Penyalahgunaan narkoba ibarat fenomena puncak gunung es. Yang muncul di permukaan cuma pucuknya, tapi di bawah permukaan bisa lebih besar dari pucuknya.
Kalau dari kasus per kasus yang kita temukan, penyalahgunaan narkoba diindikasikan awalnya muncul karena ada depresi, tekanan psikis. Apalagi saat ini pandemi, tidak sedikit orang kehilangan pekerjaan.
Perkembangan dunia digital kini sedemikian pesat, menjadikan tidak ada jarak antara kota dan desa. Jangan salah, di desa penyalahgunaan narkoba juga tidak jauh berbeda dengan di kota.
Contoh, ada dua kasus penangkapan narkoba jenis ganja sintetis, mereka orang Tabanan yang satu alumni sekolah.
Mereka pesan lewat medsos. Jadi, tidak peduli di kota atau desa, selama terhubung internet dan di situ ada celah, transaksi narkotika bisa terjadi.
Generasi muda memiliki sifat yang selalu ingin tahu, suka mencoba, ini menjadi tantangan. Dan kasus-kasus biasanya diawali dengan merokok.
Di lingkungan pergaulan ada yang bilang anak muda kan nggak keren kalau nggak narkoba, dikasi coba-coba. Pertama gratis, kalau berkali-kali jadi addict, nyandu, maka pasti akan dibeli.
Memang jangan mencoba, kalau kecanduan tidak ada istilah sembuh karena terjadi kerusakan pada sistem saraf.
Terjadi perubahan saraf. Yang butuh narkoba itu sarafnya, keseimbangan sistem saraf rusak, sehingga rehabilitasi bukan untuk menyembuhkan tapi untuk memulihkan.
Sebab, potensi untuk memakai kembali akan selalu ada, sampai meninggal dunia baru berhenti.
Anda menyebut perang melawan narkoba tidak selalu fokus di tempat hiburan malam. Bisa dijelaskan?
Nah, justru yang kita khawatirkan adalah penyalahgunaan merambah sampai ke desa. Terutama narkotika jenis shabu. Shabu itu sifatnya stimulan, memberikan efek stimulan.
Narkoba merambah ke anak muda, karena praktis harga per paket bisa sekitar Rp 200 ribu, bisa dipakai coba-coba di pergaulan anak muda jika tidak benar-benar diawasi.
Seperti saat saya bertugas di NTB, warnet buka 24 jam, kita pernah amankan sekitar 40 penyalahguna narkoba.
Mereka mengaku mengonsumsi shabu untuk menambah semangat, kekuatan dalam bermain game. Menang main game, hasilnya digunakan untuk membeli shabu lagi.
Siapa yang mengawasi mereka, kenapa bisa sampai pagi? Kan dibutuhkan semua orang untuk pengawasan, lebih berhati-hati dalam memberikan pengawasan terhadap anak. Nah, dengan cara mengikuti teknologi, kita bisa edukasi langsung ke anak-anak milenial.
Bagaimana upaya pencegahan di era digital supaya lebih efektif menyasar kaum milenial ?
BNNP Bali menggalakkan program ketahanan keluarga, juga melalui program Desa Bersinar (Bersih Narkoba).
Artinya, upaya yang bersifat pencegahan, rehabilitasi berbasis masyarakat, upaya pemberdayaan masyarakat itu dilakukan di desa dengan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda.
Desa menjadi garda terdepan dari sisi edukasi, kita rangkul semua. BNN tidak bisa sendirian, kekuatannya terbatas.
Kita harus merangkul para pemangku kepentingan. Misalnya, juga dengan Sekolah Bersinar, dengan pemerintah daerah dan lain-lain.
Di dalam menangani masalah narkoba, ada Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2020.
Intinya, diharapkan kementerian, lembaga mulai dari pusat hingga pemda membuat rencana aksi nasional di bidang pencegahan narkoba
Misalnya, dengan membentuk relawan, pegiat anti narkotika yang diharapkan gencar melakukan sosialisasi. Ada juga tes urin di instansi pemerintahan dalam rangka deteksi dini.
BNNP Bali mendirikan studio podcast sebagai upaya edukasi kaum milenial?
Program ini saya inisiasi sejak satu tahun yang lalu ketika saya masih bertugas di NTB, ketika pandemi baru muncul.
Jadi, tatkala yang lain masih mencari strategi, kita sudah tidak ada masalah strategi dalam diseminasi informasi di masa pandemi.
Yaitu melalui siaran-siaran yang dibuat di studio podcast dan kemudian kami tayangkan.
Ketika saya bertugas di BNNP Bali, meskipun baru sekitar sebulan, saya percepat optimalisasi edukasi bahaya narkoba melalui podcast-podcast itu, menyasar kaum milenial.
Maka dari itu berdirilah ruang podcast BNNP Bali ini. Ruang ini berisi peralatan multimedia yang menunjang penyampaian pesan kepada masyarakat melalui teknologi digital. Kampanye anti narkoba secara online.
Saya pernah menjadi Kabid Humas Polda Bali tahun 2008-2011. Saya banyak belajar dari teman-teman jurnalis.
Saya juga seorang fotografer, paham video-maker, jadi harus memahami dunia jurnalistik dan juga informatif.
Bagaimana me-maintain informasi yang dibutuhkan, memahami isu yang hangat, dari situ kita munculkan pesan agar tersampaikan.
Mendirikan ruang podcast kita harus tahu cara menggunakannya biar tidak percuma. Dan di BNNP Bali saya tekankan bahwa semua orang di sini adalah PR (Public Relations) atau humas BNN.
Setiap saat, setiap waktu mereka menjadi PR BNN melakukan edukasi, diseminasi informasi. Minimal punya medsos, dan melakukan edukasi melalui medsosnya maupun secara langsung di lingkungannya.
Apa pesan Anda tentang bahaya penyalahgunaan narkoba ?
Masalah narkoba adalah masalah bersama dan yang lebih penting lagi kita kan bicara menuju Indonesia Emas, kita akan menuju puncak bonus demografi di tahun 2045 saat usia Proklamasi Kemerdekaan RI mencapai 100 tahun.
Saat itu, jumlah penduduk Indonesia di usia produktif sebanyak 2 kali lipat daripada usia penduduk yang tidak produktif.
Karena itu, sekarang menjadi tugas bersama menyiapkan generasi Indonesia Emas itu, sehingga nanti muncul generasi usia produktif yang berkualitas.
Dengan demikian, Indonesia akan bisa menjadi negara besar, karena yang memacu pertumbuhan ekonomi tentu generasi usia produktif.
Itu jadi pekerjaan rumah untuk diwujudkan. Jangan sampai malah menjadi generasi narkoba.(adrian amurwonegoro)
Baca juga: Kepala BNN Bali, Pada Masa Pandemi Kasus Narkoba Malah Marak