Kasus Guru Pesantren Pelaku Rudapaksa di Bandung, PSI Pertanyakan Tidak Ada Dakwaan Hukuman Kebiri
Kasus ini mulai ramai di media setelah Mary Silvita menulis kasus ini baik di akun instagram dan facebooknya, kemudian viral.
Penulis:
Vincentius Jyestha Candraditya
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Solidaritas Perlindungan Perempuan dan Anak (KSPPA) Partai Solidaritas Perlindungan (PSI) mengutuk tindakan Herry Wirawan (36) yang merudapaksa belasan santriwati yang berusia di bawah umur, bahkan hingga hamil dan melahirkan 9 anak.
Dalam temuan investigasi KSPPA PSI ada upaya menutup-nutupi kasus ini agar tidak tercium oleh media.
"Kami mengutuk tindakan biadab Herry Wirawan yang memperkosa belasan santriwatinya yang berusia di bawah umur, selama 2 bulan KSPPA PSI mengadvokasi kasus ini, kami juga melakukan investigasi, hadir ke persidangan dan menemui korban dan keluarganya, kami terkejut karena sepert ada upaya menutup-nutupi kasus ini, agar tidak 'meledak' di media" kata Koordinator KSPPA, Karen Pooroe, Kamis (9/12/2021).
Kasus ini mulai ramai di media setelah Mary Silvita menulis kasus ini baik di akun instagram dan facebooknya, kemudian viral.
KSPPA PSI juga menyayangkan dakwaan Jaksa yang tidak mencantumkan Peraturan Pemerintah (PP) No 70 tahun 2020 tentang hukuman kebiri kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
"Kami menyayangkan Jaksa dalam dakwaannya tidak mencantumkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2020 tentang Kebiri Predator Seksual yang sudah ditandatangi oleh Presiden Joko Widodo tanggal 7 Desember 2020, hukuman ini penting untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak," kata Karen Pooroe.
Dalam dakwaannya, Jaksa mendakwa Herry Wirawan dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Jo Pasal 76D UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo Pasal 65 KUHP yang hukumannya maksimal 15 tahun penjara. Padahal menurut KSPPA PSI selain kebiri kimia, hukuman itu bisa ditambah dengan pemasangan "chip" untuk menditeksi predator seksual.
Baca juga: Forum Pondok Pesantren Tegaskan Herry Wirawan Bukan Pengurus atau Mantan Pengurus
"Selain tindakan kebiri kimia, dalam PP tersebut juga diatur soal pemasangan alat pendeteksi elektronik dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak, jadi, jangan hanya sebut inisial pelaku (HW) tapi tulislah Herry Wirawan," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Dodi Gazali Emil mengungkapkan, ada 12 santri yang menjadi korban.
Dari perbuatan bejat pelaku, 4 di antara korban diduga sampai melahirkan 8 bayi.
Baca juga: Oknum Guru Pesantren Rudapaksa Belasan Santri, Kemenag: Lembaga Pendidikannya Sudah Ditutup
Diketahui pelaku bernama Herry Wirawan (36) yang mengajar di beberapa pesantren di Kota Bandung ini memaksa korban melayani nafsunya dengan memberikan beragam janji.
Korban diiming-imingi menjadi polisi wanita hingga dibiayai kuliah.
Bahkan, pelaku menjanjikan korban akan menjadi pengurus pesantren jika mereka memenuhi hawa nafsunya.
Janji-janji tersebut tercantum dalam surat dakwaan dan diuraikan dalam poin-poin penjelasan korban.
"Terdakwa menjanjikan akan menjadikan korban polisi wanita."