Senin, 29 September 2025

Sritex Pailit

Profil PT Sritex: Dari Pasar Klewer Hingga Jadi Raksasa Tekstil Indonesia, Akhirnya Gulung Tikar

PT Sritex atau PT Sri Rejeki Isman Tbk dinyatakan pailit dan akan ditutup pada 1 Maret 2025.

Editor: Glery Lazuardi
dok. Sritex
SRITEX PT Sritex atau PT Sri Rejeki Isman Tbk dinyatakan pailit dan akan ditutup pada 1 Maret 2025. Sebanyak 10.669 orang karyawan terkena PHK. Mereka akan terakhir bekerja pada 28 Februari 2025. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Sritex atau PT Sri Rejeki Isman Tbk dinyatakan pailit dan akan ditutup pada 1 Maret 2025.

Sebanyak 10.669 orang karyawan terkena PHK.

Mereka akan terakhir bekerja pada 28 Februari 2025.

Baca juga: BREAKING NEWS: Sritex Tutup 1 Maret 2025, Total PHK 10.669 Orang

10.669 orang karyawan dengan rincian:

1.065 karyawan PT Bitratex Semarang terkena PHK.

8.504 karyawan PT Sritex Sukoharjo

956 karyawan PT Primayuda Boyolali

40 karyawan PT Sinar Pantja Jaya Semarang

104 karyawan PT Bitratex Semarang

Profil PT Sritex

PT Sritex, yang dikenal juga dengan nama PT Sri Rejeki Isman Tbk, adalah perusahaan tekstil besar yang berpusat di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Didirikan pada tahun 1966 oleh HM Lukminto dengan nama awal UD Sri Redjeki, perusahaan ini berawal dari usaha perdagangan kain di Pasar Klewer, Solo.

Pada tahun 1978, perusahaan ini resmi berbentuk perseroan terbatas (PT) dan mulai berkembang pesat di industri tekstil Indonesia.

Baca juga: Temui Menaker, KSPSI Berharap Solusi Terbaik Selamatkan Buruh PT Sritex dari Ancaman PHK

Pada tahun 1992, PT Sritex mengintegrasikan empat lini produksinya—pemintalan, penenunan, sentuhan akhir, dan garmen—ke dalam satu lokasi pabrik yang diresmikan oleh Presiden Soeharto.

Keberhasilan perusahaan semakin terlihat pada tahun 1994 ketika PT Sritex mendapat kepercayaan dari NATO dan Angkatan Bersenjata Jerman untuk memproduksi seragam militer.

Selain itu, perusahaan ini juga melayani pesanan dari berbagai negara seperti Inggris, Papua Nugini, serta merek-merek fashion terkenal seperti Guess dan H&M.

Meski menghadapi krisis moneter 1998 yang mengguncang Indonesia, PT Sritex mampu bertahan dan bahkan mengalami pertumbuhan yang luar biasa, hingga delapan kali lipat pada awal 2000-an.

Pada tahun 2013, PT Sritex resmi melantai di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham SRIL, menjadi salah satu pemain utama di pasar saham Indonesia.

Seiring dengan keberhasilannya di industri tekstil, PT Sritex juga melakukan ekspansi ke sektor lainnya.

Pada 2000-an, perusahaan ini memasuki bisnis serat rayon melalui PT Rayon Utama Makmur (RUM) di Sukoharjo, yang memiliki kapasitas produksi hingga 90 ribu ton per tahun. 

Namun, perusahaan sempat menghadapi masalah lingkungan akibat limbah cair pabrik yang mengganggu warga sekitar.

Selain itu, PT Sritex juga melakukan diversifikasi ke industri tambang dengan mendirikan Ultra Tech Mining Indonesia, yang mengelola pabrik batu gamping di Wonogiri, Jawa Tengah.

Di dunia olahraga, PT Sritex juga terlibat dalam dunia basket. Pada 1966, HM Lukminto bersama Halim Sugiarto mendirikan klub basket Bhinneka Solo, yang pada 1999 berganti nama menjadi Bhinneka Sritex Solo setelah perusahaan menjadi sponsor utama.

Klub ini sempat berjaya pada awal 2000-an sebelum akhirnya bubar pada 2009 akibat krisis keuangan.

Baca juga: Temui Menaker, KSPSI Berharap Solusi Terbaik Selamatkan Buruh PT Sritex dari Ancaman PHK

Namun, perjalanan PT Sritex yang sebelumnya penuh keberhasilan kini berakhir. Setelah hampir enam dekade beroperasi, perusahaan yang pernah menjadi kebanggaan industri tekstil Indonesia ini menghadapi tantangan besar.

Kejatuhan PT Sritex menjadi pukulan berat, tidak hanya bagi ribuan pekerjanya, tetapi juga bagi dunia bisnis dan manufaktur Indonesia secara keseluruhan.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan