Wartawati Dibunuh Oknum TNI
Tak Ada Adegan Kekerasan Seksual saat Rekonstruksi Pembunuhan Juwita, Ini Kata Kuasa Hukum Korban
Inilah kabar terbaru soal kasus pembunuhan wartawati di Banjarbaru bernama Juwita yang tersangkanya adalah anggota TNI AL bernama Jumran
Penulis:
Muhammad Renald Shiftanto
Editor:
Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Rekonstruksi kasus pembunuhan jurnalis Juwita oleh Jumran digelar, Sabtu (5/4/2025).
Rekonstruksi tersebut digelar oleh Detasemen Polisi Militer (Denpom) Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Banjarmasin, Kalimantan Selatan di ruas Jalan Trans Gunung Kupang, Kiram, Kota Banjarbaru.
Dalam rekonstruksi tersebut, tersangka memeragakan adegan pembunuhan terhadap calon istrinya.
Meski begitu, pihak kuasa hukum keluarga korban menilai ada adegan yang tidak disertakan terkait pembunuhan yang terjadi pada 22 Maret 2025 lalu ini.
Muhammad Pazri, kuasa hukum keluarga korban menuturkan, adegan yang tidak disertakan tersebut adalah soal dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh anggota TNI AL tersebut.
"Dugaan kekerasan seksual tidak muncul dan beberapa hal lainnya," kata Pazri, dikutip dari BanjarmasinPost.com.
Ia juga menuturkan bahwa tak ada keterangan waktu di 33 adegan yang diperagakan Jumran.
“Ketika rekonstruksi tidak disebutkan tanggal dan pukul berapa," lanjut Pazri.
Pazri menuturkan, setelah melihat reka adegan ini, pihaknya makin yakin bahwa kasus ini merupakan pembunuhan berencana.
"Poinnya, ini adalah pembunuhan berencana, jadi harus dituntut maksimal," tegasnya.
Selain itu, Pazri juga meminta penyidik untuk mencari HP milik tersangka karena bisa mengungkap fakta-fakta lain tentang pembunuhan.
Baca juga: Sosok Kakek Saksi Kunci Kasus Pembunuhan Juwita di Banjarbaru, Lihat Tersangka Jumran Masuk ke Mobil
"Kami meminta penyidik mencari dan menyita telepon seluler tersangka,"
"Dari ponsel pula penyidik bisa mendapatkan petunjuk lain yang berkaitan dengan pembunuhan," tegasnya.
Ada Dugaan Rudapaksa
Diwartakan sebelumnya, Pazri menuturkan tersangka Jumran pernah merudapaksa Juwita sebanyak dua kali sebelum melakukan pembunuhan.
“Berdasarkan alat bukti, kami sampaikan bahwa korban mengalami kekerasan seksual, ini adalah pemerkosaan,” ujarnya, dikutip dari Banjarmasin Post.
Ia menuturkan, aksi rudapaksa tersebut, terjadi dalam rentan waktu 25-30 Desember 2024 dan pada 22 Maret 2025, tepat saat jasad korban ditemukan.
Pazri menambahkan, antara korban dan tersangka sendiri saling kenal lewat sosial media pada September 2024.
"Pada September 2024, korban dan pelaku berkenalan lewat media sosial, kemudian komunikasi, lalu tukaran nomor telepon, hingga akhirnya pada rentan waktu 25-30 Desember pelaku menyuruh korban memesan kamar hotel di Banjarbaru," jelasnya.
Mengutip Banjarmasin Post, setelah disuruh memesan kamar hotel di Banjarbaru, pelaku datang dan masuk ke kamar lalu mendorong korban ke tempat tidur.
"Setelah itu, pelaku menyuruh korban menunggu, setelah datang pada hari itu, pelaku membawa korban masuk ke dalam kamar dan mendorong ke tempat tidur, pelaku sempat memiting korban sebelum merudapaksa di dalam kamar tersebut," ujarnya.
Kejadian tersebut, diceritakan korban ke kakak iparnya pada 26 Januari 2025 sambil menunjukkan bukti video pendak dan beberapa foto.
"Bukti di dalam video yang berdurasi sekitar 5 detik itu, korban merekam pelaku sedang mengenakan celana dan baju setelah melakukan aksinya, saat itu korban ketakutan sehingga rekaman video itu bergetar," ujarnya.
Selain itu, Pazri menuturkan bahwa pihak keluarga korban meminta untuk dilakukan tes DNA.
Pasalnya, dari temuan dokter forensik, ada sperma di rahim korban.
"Pasalnya berdasarkan keterangan dari dokter forensik, sperma tersebut diketahui memiliki volume yang besar,"
Baca juga: HP Oknum TNI AL yang Jadi Tersangka Pembunuhan Juwita Belum Disita, Isi Percakapan Bisa Jadi Kunci
"Hal ini memunculkan pertanyaan tentang asal-usul sperma tersebut, sehingga pihak keluarga mengusulkan untuk melakukan tes DNA guna memastikan pemilik sperma tersebut," ujarnya kepada Banjarmasin Post.
Tes DNA ini, ujar Pazri, penting karena untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa yang menimpa Juwita.
"Namun, tes DNA yang dimaksud memerlukan fasilitas forensik yang lebih lengkap, yang saat ini tidak tersedia di Kalimantan Selatan, oleh karena itu, kuasa hukum mengusulkan agar tes DNA tersebut dilakukan di luar daerah, seperti di Surabaya atau Jakarta, untuk memastikan hasil yang lebih akurat dan tuntas," jelasnya.
Ia juga menuturkan, kakak ipar korban sempat berbicara dengan dokter forensik dan kesimpulannya kasus ini adalah kasus pembunuhan.
"Hasil hasil otopsi yang dipaparkan kakak ipar korban kasus ini adalah pembunuhan."
"Otopsi itu kan intinya adalah untuk kepentingan penyidikan ternyata pada saat berhadapan dengan dokter forensik itu kakak ipar korbannya sempat merekam pembicaraan dari dokter forensik yang menjelaskan yang pada intinya kesimpulan dari dokter adalah pembunuhan," ujarnya.
Ada Saksi Mata
Pazri juga menuturkan bahwa ada saksi mata yang saat kejadian berada tak jauh tersangka masuk ke dalam mobilnya.
"Ya, dia adalah saksi mata yang melihat Jumran saat hendak masuk ke dalam mobil," ujarnya, dikutip dari Banjarmasin Post.
Ia menuturkan, saksi tersebut adalah seorang penyadap karet yang saat itu sedang bekerja di lokasi yang berdekatan dengan TKP.
“Kakek ini yang kemudian melihat ada mobil dan korban,” jelasnya.
Ia menuturkan, saat ini pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga ikut memantau kasus ini.
Wakil Ketua LPSK, Susilaningtyas mengatakan, pihaknya telah berkomunikasi dengan pengacara keluarga korban.
Ia menuturkan bahwa mereka mengajukan perlindungan.
“Mereka (pengacara korban) akan mengajukan permohonan kepada LPSK,” jelasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id dengan judul Tim Hukum Juwita Pertanyakan Ponsel Jumran, Soroti Rekontruksi di Banjarbaru Tak Ada Adegan Ini
(Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(BanjarmasinPost.co.id, Frans Rumbon/Stanislaus Sene)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.