Dijuluki 'Mulyono Jilid II' dan 'Gubernur Konten', Dedi Mulyadi Akhirnya Beri Tanggapan
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengomentari sindiran 'Gubernur Konten' dan 'Mulyono Jilid II' yang diarahkan kepadanya.
Penulis:
Febri Prasetyo
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi akhirnya menanggapi julukan “Gubernur Konten” dan “Mulyono Jilid II” yang disematkan orang-orang kepadanya.
Dedi dikenal sangat aktif di media sosial. Dia mengunggah foto dan video yang memperlihatkan aktivitasnya.
Selain itu, setelah menjadi orang nomor satu di Jawa Barat, Dedi meluncurkan sejumlah gebrakan yang memicu kontroversi, misalnya pengiriman siswa nakal ke barak militer guna dibina.
Keaktifan Dedi di media sosial disindir oleh sejumlah pihak, salah satunya oleh Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud beberapa waktu lalu.
Dalam rapat kerja Komisi II DPR RI yang dihadiri para gubernur pada hari Selasa, (29/4/2025), Rudy menyebut Dedi sebagai “Gubernur Konten”. Saat itu Dedi menanggapinya dengan santai sembari mengatakan konten miliknya bisa menurunkan belanja iklan Pemprov Jabar.
Selain disebut “Gubernur Konten”, Dedi juga dijuluki “Mulyono Jilid II”. Dedi dituding melakukan pencitraan lewat media sosial.
Tindakan Dedi mengingatkan sejumlah pihak kepada tindakan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Adapun Mulyono adalah nama Jokowi sewaktu masih kecil.
Dedi akhirnya menanggapi tudingan-tudingan itu lewat video yang diunggahnya di akun Instagram hari Senin, (19/5/2025).
“Setelah melewati masa-masa sulit menyelamatkan anak remaja di Jawa Barat dari berbagai problem kriminal yang dialami, melalui pola pendidikan disiplin yang dilakukan di barak militer, kini berbagai pihak mulai mengepung kembali dengan berbagai stigma, sebagai Gubernur Konten, Mulyono Jilid II, Gubernur Pencitraan dan berbagai tayangan lainnya dengan sengaja dibuat yang tujuannya untuk apa sih?” kata dia.
“Tujuannya satu: Mereka itu ternyata sangat memperhatikan saya sehingga apa pun yang saya lakukan mereka komentari dan saya menyukainya.
Dedi mengklaim stigma-stigma itu dilontarkan bukan oleh orang Jawa Barat, melainkan oleh orang dari luar Jawa Barat.
Baca juga: Ono Surono: Pak Jokowi Berbeda dengan Dedi Mulyadi, Dia Menggusur Warga Tanpa Menyakiti
“Artinya kelihatannya banyak warga yang di luar Jawa Barat kesal sama saya. Karena kesal sama saya, akhirnya tiap hari merhatiin saya,” katanya.
“Karena merhatiin saya, apa pun dia buat setiap hari, dari mulai video-video saya zaman kapan itu dianggap video hari ini.”
Sebagai contoh, Dedi menyinggung video yang memperlihatkan dia sedang membuat adukan sekitar 6 tahun yang lalu. Video itu dianggap seolah-olah memperlihatkan Dedi saat sudah menjadi gubernur.
Meski demikian, Dedi mengaku tidak bermasalah dengan hal itu. Dia kemudian mengucapkan terima kasih.
“Terima kasih, ya, telah berupaya menggiring opini, mengarahkan publik, agar saya dibenci oleh warga,” kata dia menyindir.
“Yakinlah cinta yang sejati tak akan pernah bisa dipatahkan oleh berbagai upaya untuk memisahkan antara saya dan warga saya untuk saling menyayangi,” ujarnya.
Terakhir, dia menyampaikan pesan kepada para buzzer.
“Salam untuk para buzzer di mana pun berada, tetap semangat, sebanyak-banyak bikin konten negatif tentang saya agar Bapak dan Ibu bisa ngebul dapurnya.”
Dedi: Media mem-framing saya
Adapun dua hari sebelumnya Dedi mengklaim ada kekuatan yang mem-framing atau membingkai dia.
Framing menurut Cambridge Dictionary adalah tindakan membuat seseorang tampak bersalah karena suatu kejahatan, padahal dia tidak bersalah. Caranya ialah dengan memberikan informasi yang tidak benar.
Baca juga: Wamendagri Sepakat Evaluasi Program Barak Militer Gagasan Dedi Mulyadi: Kalau Bagus, Lanjut
“Saya dalam setiap waktu ada kekuatan yang terus mem-framing saya, bahwa saya melakukan pencitraan. Apa yang dilakukan saya hanyalah pencitraan,” kata Dedi dalam video yang diunggahnya di akun Instagram miliknya hari Sabtu, (17/5/2025).
Dedi menyebut framing itu dilakukan oleh media dan buzzer atau pendengung.
“Pertanyaannya, buzzer dan media mem-framing saya itu dibayar sama siapa? Bayarnya pakai uang pribadi atau uang negara?" tanya Dedi.
Lalu, Dedi mengatakan dia hingga kini tidak menggunakan uang negara untuk kegiatan sosial kehidupan saya.
Dia mengklaim hanya menggunakan kanal miliknya yang diminati oleh masyarakat.
“Tapi orang lain bisa jadi menggunakan kekuatan media, menggunakan kekuatan influencer, menggunakan kekuatan buzzer dengan dibiayai oleh uang negara agar dia mengalami peningkatan persepsi publik sehingga kerjanya bisa dianggap baik,” ujarnya.
(Tribunnews/Febri)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.