Senin, 18 Agustus 2025

Calon Dokter Spesialis Meninggal

Adik Dokter Aulia PPDS Undip Ungkap sang Kakak Pernah Disuruh Beli Parfum & Pesan Hotel untuk Senior

Nadia mengungkapkan, tindakan perundungan sudah diterima kakaknya Aulia sejak hari pertama diterima dalam program PPDS Undip pada Mei 2022.

HANDOUT
UNGKAP FAKTA - Dokter Aulia Risma Lestari meninggal dunia karena menjadi korban perundungan atau bullying. Sang adik, Nadia mengungkapkan, tindakan perundungan sudah diterima kakaknya Aulia sejak hari pertama diterima dalam program PPDS Undip pada Mei 2022. 

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan dan pemerasan pada program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) mengungkap bentuk perundungan yang dilakukan oleh terdakwa Zara Yupita Azra.

Terdakwa Zara merupakan senior Aulia Risma Lestari korban dari perundungan dan pemerasan PPDS Undip.

Keterangan saksi yang mengarah pada tindakan perundangan diungkapkan oleh saksi Nadia adik dari korban Aulia dan Nur Diah kusumardani yang mereka sahabat dari Aulia di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (4/6/2025) malam.

Seperti diketahui, kasus perundungan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS Anestesi di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Jawa Tengah, sempat menjadi sorotan.

Kasus ini bermula dari ditemukannya mahasiswi PPDS Anestesi Undip, Aulia Risma Lestari (30) dalam kondisi meninggal pada 12 Agustus 2024. 

Aulia ditemukan meninggal di tempat indekosnya di Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang.

Belakangan terungkap jika perempuan tersebut menjadi korban perundungan saat menjadi mahasiswi PPDS Anestesi Undip di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi, Semarang.

Pihak keluarga akhirnya melapor ke Polda Jateng. Laporan yang dilayangkan pada 4 September 2024 itu berkait dengan dugaan pengancaman, intimidasi, dan pemerasan yang dialami Aulia selama menjadi mahasiswi PPDS Anestesi Undip.

Keterangan Saksi

Kembali kepada kesaksian yang dihadirkan dalam persidangan kemarin malam.

Keterangan saksi yang mengarah pada tindakan perundangan diungkapkan oleh Nadia, adik dari korban dan Nur Diah kusumardani, sahabat Aulia di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (4/6/2025) malam.

Di hadapan majelis hakim, Nadia mengungkapkan, tindakan perundungan sudah diterima kakaknya Aulia sejak hari pertama diterima dalam program PPDS Undip pada Mei 2022.

Menurutnya, korban sering bercerita kepadanya soal tugas dari senior yang mengeksploitasi fisik karena tugasnya berupa mengerjakan tugas pribadi senior di antaranya tugas ilmiah, tesis, dan translet jurnal.

"Alhamarhumah mendapatkan tugas sangat. Belum lagi tugas untuk membeli parfum, membeli makanan, hingga memesan kamar  hotel untuk senior," tuturnya.

Nadia juga mengungkapkan, tiga bulan saat mengikuti program PPDS , korban sudah dimarahi oleh terdakwa Zara hanya karena terlambat membelikan kopi.

"Korban curhat sangat banyak. Dia sampai berobat ke psikolog pada November 2022 karena tekan psikis saat ikut program itu," terangnya.

Korban pernah sebut nama Indra dan Zahra

Sementara Sahabat Aulia Risma, Nur Diah kusumardani mengatakan, faktor utama Aulia alami depresi adalah tekanan dari senior. 

Diah mengungkapkan, korban pernah menyebutkan nama seniornya di antaranya Indra dan Zara.

Soal Indra, Aulia pernah bercerita dimaki-maki cukup lama hanya karena salah membeli rokok.

"Untuk Zara, korban mengaku tidak mau urusan sama dia. Dia yang menyebabkan korban  depresi. Omongan itu benar-benar ada," paparnya.

Zara sendiri berdalih dan menyangkal kesaksian yang menyudutkannya.

Menurutnya, beban kerja berlebihan yang diberikan ke Aulia merupakan tugas dari senior. 

Dia yang berada dalam satu divisi dengan korban yakni divisi ilmiah maka memberikan tugas itu ke korban.

"Soal beli parfum dan kopi itu tekanan senior kepada saya lalu saya operkan ke almarhumah. Saya operkan tradisi itu ke adik kelas (almarhumah) itu arahan dari senior," kata Zara.

Kuasa hukum dari tiga terdakwa, Agung Utoyo menyebut, sidang kali ini masih permulaan sehingga belum bisa menilai apapun.

Ibu Korban Tuntut Keadilan

Ibu kandung mendiang Aulia Risma Lestari, Nuzmatun Malinah, mengaku lega selepas mengikuti persidangan kasus perundungan dan pemerasan yang dialami anaknya hingga meninggal dunia.

 pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) di Pengadilan Negeri (PN) Semarang , Rabu (4/6/2025).

Sidang yang berlangsung Rabu (4/6/2025) itu dipimpin oleh oleh Hakim ketua Djohan Arifin.

Sidang dilakukan secara maraton dengan menghadirkan enam saksi mulai pukul 11.00 WIB hingga selesai pada pukul 22.12 WIB.

Nuzmatun menyebut, merasa lega karena semua keterangannya telah diutarakan di depan Majelis Hakim.

Dia juga bersama jaksa penuntut umum telah menyodorkan bukti ke hakim.

"Saya hanya mengharapkan keadilan, sebab dari kejadian ini anak saya meninggal dunia. 

Lalu disusul suami saya (meninggal tak lama selepas Aulia)," bebernya kepada Tribun sesuai sidang, di PN Semarang.

Dia menuturkan, dalam persidangan sempat mendengar bantahan dari ketiga terdakwa.

Namun, baginya hal itu tak masalah.

"Membantah boleh saja tapi lihat saja faktanya," ungkapnya.

Sidang tersebut menghadirkan pula  tiga terdakwa meliputi Zara Yupita Azra yang merupakan senior dari korban Aulia Risma Lestari,  Kepala Program Studi (Kaprodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Undip Taufik Eko Nugroho dan Kepala Staf Medis Prodi Anestesiologi FK Undip Sri Maryani.

Sementara dari para saksi terdapat empat saksi dari keluarga Aulia, yakni ibunda almarhum Aulia, Nuzmatun Malinah, dan adik korban, Nadia.

Dua kerabat lainnya masing-masing Akwal Sadika dan Nur Diah Kusumardani.

Adapun dua saksi lainnya dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masing-masing Pamor Nainggolan dan Yunan.

Sumber: Tribun Jateng

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan