Sidang Kasus PPDS Undip: Kuasa Hukum Tekankan Pentingnya Temuan Bukti dan Klarifikasi Dana BOP
Dia menjelaskan bahwa ada pengumpulan dana rutin sebesar 4 persen dari remunerasi dokter anestesi untuk kebutuhan bersama dalam lingkup DPJP (dokter
Penulis:
Reynas Abdila
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Sidang lanjutan perkara dugaan perundungan dan pemerasan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Undip yang berujung meninggalnya dokter Aulia Risma Lestari kembali digelar di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (11/6/2025).
Hal yang mengemuka dalam persidangan antara lain temuan sisa kapas alkohol di lokasi kejadian.
Menurut penasihat hukum terdakwa, M. Sholeh, temuan kapas tersebut menunjukkan adanya prosedur medis yang dilakukan almarhum dengan kewaspadaan terhadap risiko infeksi.
“Bukti adanya sisa kapas alkohol inilah yang memberi petunjuk kuat bagi penyidik Polrestabes Semarang bahwa sebagai dokter, dr. Aulia menyuntik dengan kewaspadaan tinggi untuk meminimalisir risiko infeksi,” kata Sholeh dalam keterangan tertulis, Kamis (12/6/2025).
Dalam sidang tersebut, empat saksi dihadirkan, yakni Akwal Sadida (rekan dekat almarhum), dr. Novi Aktari Utami, dr. Zsa Zsa Maranani, dan dr. Andriani Widya Ayu Kartika.
Beberapa pertanyaan kepada saksi Akwal terkait dugaan penggunaan obat suntik dan kapas alkohol dijawab dengan ketidaktahuan.
Salah satu saksi, dr. Andriani, yang juga menjabat sebagai Bendahara Kelompok Staf Medis (KSM) Anestesi RS Dr. Kariadi Semarang, memberikan keterangan mengenai dana operasional internal di lingkungan KSM.
Dia menjelaskan bahwa ada pengumpulan dana rutin sebesar 4 persen dari remunerasi dokter anestesi untuk kebutuhan bersama dalam lingkup DPJP (dokter penanggung jawab pelayanan).
“Dana ini digunakan berdasarkan kesepakatan bersama untuk menunjang keperluan DPJP maupun operasional KSM. Tidak pernah dipermasalahkan karena dasarnya adalah kerelaan,” jelas Sholeh mengutip keterangan saksi.
Baca juga: Sosok Casmari, Kades Cirebon Viral usai Sawer di Klub Malam, Dianggap Tak Langgar Peraturan
Terkait Biaya Operasional Pendidikan (BOP), saksi menyebut bahwa dana tersebut merupakan kontribusi sukarela dari peserta PPDS untuk mendukung kegiatan akademik, seperti ujian dan presentasi ilmiah.
Menurutnya, praktik tersebut sudah berlangsung lama dan tidak digunakan untuk keperluan pribadi pihak lain.
“Dana BOP digunakan untuk meringankan beban sesama peserta. Saksi menyebut saat menjadi PPDS juga mengumpulkan BOP dan dana itu digunakan sepenuhnya untuk kegiatan pendidikan,” lanjutnya.
Disebutkan pula bahwa pengumpulan dana BOP maupun dana DPJP tidak didasarkan pada surat resmi dari rektorat atau manajemen rumah sakit, melainkan atas kesepakatan praktik internal.
“Semua berlangsung atas dasar kesepakatan dan kebutuhan operasional,” kata Sholeh.
Penasihat hukum juga menyampaikan keyakinannya bahwa majelis hakim akan menilai fakta persidangan secara objektif. Ia berharap proses hukum berjalan tanpa intervensi atau prasangka.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.