Pembunuhan Mahasiswa Aceh, Zulfurqan Dituntut Mati Usai Tikam Anak Kos demi Uang Pulang
Zulfurqan dituntut mati usai membunuh mahasiswa di kos Jeulingke demi uang pulang kampung. Motifnya: ekonomi.
Editor:
Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH – Kasus pembunuhan sadis yang mengguncang masyarakat Aceh kini memasuki babak akhir di meja hijau.
Zulfurqan (20), terdakwa pembunuhan mahasiswa di sebuah kamar kos kawasan Jeulingke, Banda Aceh, resmi dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Banda Aceh.
Tuntutan tersebut dibacakan dalam persidangan yang digelar di Ruang Sidang I Pengadilan Negeri Banda Aceh pada Kamis (12/6/2025).
Persidangan itu dipimpin oleh Majelis Hakim yang diketuai Azhari, dengan anggota Muhklis dan Nelly Maisuri Lubis.
Kasi Intelijen Kejari Banda Aceh, Muhammad Kadafi, mengungkapkan bahwa terdakwa dijerat dakwaan primair Pasal 340 KUHPidana tentang pembunuhan berencana, serta dakwaan subsider Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Hukuman yang diminta adalah hukuman tertinggi, yakni pidana mati.
“Dan dengan rencana terlebih dahulu merampas harta benda korban, baru menghilangkan nyawanya,” kata Kadafi.
“Terdakwa dijatuhkan pidana pokok yakni pidana mati,” sambungnya.
Baca juga: Deretan Kasus Pembunuhan Satu Keluarga di Indonesia, Adik Bunuh Kakak dan Keluarganya di Kediri
Dalam tuntutannya, JPU juga meminta agar terdakwa tetap ditahan dan sejumlah barang bukti dikembalikan kepada para saksi.
Di ruang sidang, Zulfurqan hanya tertunduk lesu saat mendengar tuntutan yang dibacakan jaksa.
Saat Majelis Hakim menanyakan apakah ia menerima tuntutan tersebut, Zulfurqan—setelah berkonsultasi dengan penasihat hukumnya—memilih untuk mengajukan pledoi atau nota pembelaan. Sidang pledoi dijadwalkan digelar Kamis pekan depan, 19 Juni 2025.
Kasi Pidum Kejari Banda Aceh, Isnawati, menyebut bahwa tuntutan mati dijatuhkan bukan semata karena modus, tetapi lebih pada akibat fatal dari tindakan pelaku.
“Kita melihat dari pengakuan terdakwa dan hasil persidangan,” ucap Isnawati.
Ia menambahkan bahwa pemeriksaan perkara tersebut dilakukan sesuai petunjuk dari Kejaksaan Agung, mengingat kasus ini termasuk dalam kategori perkara penting.
“Ditunda itu karena kita masih menunggu petunjuk dari Kejagung. Dan hari ini sudah final tuntutannya,” pungkasnya.
Motif: Demi Pulang Kampung
Tragedi berdarah ini bermula dari niat Zulfurqan untuk pulang ke kampung halamannya di Kecamatan Peudada, Bireuen.
Namun karena tidak memiliki uang, ia nekat mengakhiri hidup rekannya sendiri, Dhiyaul (20), mahasiswa asal Meulaboh, Aceh Barat.
Pembunuhan ini terjadi di kamar kos korban di Lorong Cendana, Desa Jeulingke, Banda Aceh, pada Sabtu pagi, 19 Oktober 2024. Pelaku berhasil ditangkap polisi di Asrama Mahasiswa Peudada pada Minggu dini hari, 20 Oktober 2024.
Kapolresta Banda Aceh Kombes Fahmi Irwan Ramli melalui Kasat Reskrim Kompol Fadillah Aditya Pratama menjelaskan motif utama pelaku adalah ekonomi.
“Namun dia tidak diberikan uang. Sehingga ia berencana untuk mencuri HP di kos korban,” kata Fadillah saat konferensi pers, Senin (21/10/2024).
Fadillah mengatakan pelaku sebelumnya sudah beberapa kali berkunjung ke kos korban. Dhiyaul tinggal bersama adiknya, Fidhaul Fuadi (19). Pada pagi hari kejadian, sekitar pukul 08.00 WIB, Fidhaul masih sempat sarapan bersama korban.
Sekitar pukul 09.30 WIB, Fidhaul berpamitan ke rumah saudaranya di Gampong Keuramat, dan meninggalkan sang abang yang kembali beristirahat karena tidak ada jadwal kuliah.
Saat kembali sekitar pukul 12.00 WIB, Fidhaul menemukan pintu kamar abangya terhalang. Ia mengecek dari jendela dan mendapati tubuh Dhiyaul sudah tergeletak bersimbah darah. Ia langsung meminta bantuan penghuni kos lainnya.
Ketika diperiksa, korban sudah dalam kondisi meninggal dunia akibat kehilangan banyak darah.
Baca juga: 4 Fakta Pembunuhan di Rejang Lebong Bengkulu, Sedang Ngobrol saat Dieksekusi hingga Sosok Pelaku
Terekam CCTV, Pelaku Naik ke Tubuh Korban
Usai menerima laporan, pihak Polresta Banda Aceh bersama Unit Jatanras Polda Aceh langsung bergerak melakukan olah TKP dan memeriksa sejumlah saksi, termasuk Hendriansyah alias Bulek, anak pemilik kos.
Bulek menjadi saksi kunci. Sekitar pukul 10.00 WIB, ia melihat pelaku datang mengendarai sepeda motor Yamaha Fazzio, mengenakan polo hitam dan celana training.
“Saksi sempat menanyakan hendak bertemu siapa. Pelaku hanya menunjuk ke arah kamar kos nomor 5 yang dihuni korban,” ungkap Fadillah.
CCTV yang ada di sekitar lokasi menguatkan ciri-ciri pelaku. Motor pelaku diketahui milik Zulfurqan yang tinggal bersama abangnya di Asrama Peudada. Polisi pun langsung bergerak melakukan penangkapan.
Dalam interogasi awal, Zulfurqan mengakui perbuatannya. Motifnya murni karena terdesak kebutuhan uang.
“Dia berpikir dari pada korban bangun, dia membunuh,” ujar Fadillah.
Pelaku sempat melihat HP korban di sisi kiri korban yang sedang tertidur.
Karena takut korban terbangun, ia mengambil pisau dapur yang tergeletak di dekat kasur, lalu langsung naik ke atas tubuh korban dan menikam leher, bahu, serta dada sebanyak tiga kali. Pisau sampai patah, dan korban tak sempat melawan.
Setelah membunuh, pelaku sempat hendak membawa HP korban, namun akhirnya kabur tanpa sempat mengambil barang apa pun.
“Dia diancam pasal 338 dan 340 KUHP dengan ancaman paling rendah 15 tahun penjara, atau hukuman mati dan penjara seumur hidup,” tegas Fadillah.
Kini, publik menanti vonis hakim yang akan menentukan nasib akhir Zulfurqan.
Tragedi ini menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban dan menjadi pelajaran keras soal bahaya keputusasaan yang berujung kriminalitas.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.