Minggu, 10 Agustus 2025

Teror Wartawan

Jurnalis Dibacok di Sampang, Kekerasan terhadap Wartawan Meningkat dan Ancam Kebebasan Pers

Jurnalis dibacok di Sampang, kasus kekerasan terhadap wartawan kembali terjadi dan mencoreng kebebasan pers Indonesia.

Editor: Glery Lazuardi
dok.istimewa
ILUSTRASI PEMBACOKAN - Polisi berjaga di lokasi rumah korban jurnalis yang dibacok di Sampang, Madura. Kasus ini menjadi sorotan nasional soal perlindungan pers. 

TRIBUNNEWS.COM, MADURA - Kasus kekerasan terhadap jurnalis kembali mencuat ke permukaan.

Seorang wartawan media online di Sampang, Madura, berinisial N (42), menjadi korban pembacokan brutal pada Rabu dini hari (18/6/2025) sekitar pukul 01.00 WIB.

Dua pelaku yang diduga berasal dari desa yang sama dengan korban mendatangi rumah N dan menyerangnya di teras rumah menggunakan celurit.

Akibat serangan itu, korban menderita luka parah di bagian leher belakang dan telapak tangan sebelah kanan, serta harus segera mendapatkan perawatan intensif.

"Korban diserang oleh pelaku di teras rumahnya. Luka akibat sabetan celurit cukup dalam," ungkap Kasat Reskrim Polres Sampang, AKP Safril Selfianto.

Pihak kepolisian bertindak cepat melakukan penyelidikan usai menerima laporan.

Salah satu pelaku berinisial Z (31) berhasil diamankan di wilayah perbatasan Tanjung Bumi (Bangkalan) dan Banyuates (Sampang), sedangkan pelaku lainnya, D, masih dalam pengejaran.

Polisi masih menyelidiki motif di balik penyerangan ini, apakah berkaitan dengan pekerjaan jurnalistik korban atau motif lain.

"Untuk saat ini korban dirujuk dari RSD Ketapang ke Surabaya. Kondisinya mulai stabil," tambah AKP Safril.

Kasus ini bukan satu-satunya.

Sepanjang 2025, tercatat banyak insiden kekerasan terhadap jurnalis, dari intimidasi, pemukulan, hingga teror fisik.

Baca juga: Kata Polisi di Semarang sebelum Banting-Pukul Jurnalis Tempo: Kami Tak Takut Wartawan Tempo!

Gelombang Kekerasan terhadap Jurnalis

Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) mencatat adanya lonjakan signifikan kekerasan terhadap jurnalis sejak awal tahun 2025.

Salah satu insiden menonjol terjadi pada Hari Buruh, 1 Mei 2025, saat dua jurnalis—dari ProgreSIP di Jakarta dan Tempo di Semarang—mengalami pemukulan saat meliput aksi demonstrasi.

Jurnalis ProgreSIP mengaku dipukul, diancam, dan dipaksa menghapus hasil liputan oleh pria berpakaian bebas yang diduga aparat.

Sementara wartawan Tempo, Jamal Abdun Nashr, diserang oleh seseorang berpakaian preman yang juga diduga aparat di Semarang.

Kekerasan tak hanya terjadi secara langsung, tapi juga lewat teror.

Pada 19 Maret, kantor Tempo menerima paket berisi kepala babi, disusul kiriman bangkai tikus tiga hari kemudian.

Teror tersebut diyakini sebagai bentuk intimidasi terhadap jurnalis yang menyuarakan kebenaran.

Baca juga: Jangan Takut: Konsolidasi Masyarakat Sipil Setelah Teror pada Tempo

TEROR KEPALA BABI - Kantor Tempo di Jakarta mendapatkan teror berupa kiriman paket berisi kepala babi dari orang tak dikenal pada Kamis (19/3/2025). Paket tersebut ditujukan untuk wartawan Tempo yang juga host 'Bocor Alus' bernama Francisca Christy Rosana atau Cica.
TEROR KEPALA BABI - Kantor Tempo di Jakarta mendapatkan teror berupa kiriman paket berisi kepala babi dari orang tak dikenal pada Kamis (19/3/2025). Paket tersebut ditujukan untuk wartawan Tempo yang juga host 'Bocor Alus' bernama Francisca Christy Rosana atau Cica. (Tribunnews.com/Handout)

Langkah Hukum dan Tuntutan Publik

KKJ menilai kekerasan terhadap jurnalis merupakan pelanggaran berat terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pasal 18 ayat (1) menyatakan bahwa tindakan yang menghalangi tugas jurnalistik dapat dikenakan sanksi pidana hingga dua tahun atau denda Rp 500 juta.

Pasal 351 KUHP juga menegaskan bahwa penganiayaan yang menyebabkan luka berat dapat diancam hukuman lima tahun penjara. Namun, lemahnya penegakan hukum menjadi persoalan utama.

"Hukum kita belum berpihak pada korban. Banyak kasus yang mandek atau pelaku tidak dihukum secara adil," kata Ketua AJI Indonesia, Nany Afrida.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Halimah Humayrah Tuanaya, menegaskan bahwa pola kekerasan ini merupakan ancaman nyata terhadap demokrasi.

"Ini bukan sekadar ancaman personal, tapi serangan terhadap ekosistem jurnalistik dan pilar demokrasi," ujarnya.

Baca juga: Teror Bangkai Hewan ke Kantor Tempo Awalnya Didapat dari Pengemudi Ojek Online dari Aplikator Lain

Desakan Penegakan Hukum

Komnas HAM juga angkat suara.

Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah mengecam keras tindakan kekerasan terhadap jurnalis, termasuk pemukulan jurnalis saat peliputan Kapolri di Semarang.

"Kebebasan pers adalah hak asasi yang dilindungi undang-undang. Kami mendorong proses hukum tegas bagi pelaku kekerasan," ujarnya.

Hingga kini, belum ada jaminan kuat dari negara atas perlindungan menyeluruh bagi para jurnalis.

Kasus pembunuhan jurnalis Juwita di Banjarbaru dan Situr Wijaya di Jakarta Barat menjadi contoh nyata bahwa jurnalis di Indonesia bekerja dalam situasi penuh ancaman.

Komunitas pers, organisasi HAM, hingga masyarakat sipil mendesak agar semua pihak—terutama aparat—menunjukkan keseriusan dalam menjamin kebebasan pers.

Karena tanpa pers yang merdeka, tidak ada demokrasi yang sehat.


Artikel ini sebagian telah tayang di TribunMadura.com dengan judul Wartawan di Sampang Dianiaya, Alami Luka Bacok di Leher dan Tangan, Polisi Amankan Pelaku, 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan