Pendaki Jatuh di Gunung Rinjani
‘Anakku Mati Sendiri di Gunung Rinjani, Ditinggal Pemandu dan Telat Diselamatkan, Autopsi Diulang’
Juliana Marins tewas di Rinjani. Ayahnya tuding pemandu lalai, autopsi di RI diragukan, autopsi ulang digelar.
Editor:
Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – “Anakku mati sendirian di gunung, tak ada satu pun orang di sisinya saat ia butuh pertolongan.”
Begitu pernyataan penuh duka dari Manoel Marins, ayah Juliana Marins, turis asal Brasil yang meninggal tragis di Gunung Rinjani, Lombok, NTB.
Juliana, perempuan 26 tahun yang tengah menjalani perjalanan keliling Asia, terjatuh dari tebing setinggi 600 meter di kawasan Gunung Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025.
Ia sempat hilang dan baru ditemukan empat hari kemudian oleh tim SAR Indonesia dalam keadaan tak bernyawa.
Kini, Manoel mendesak agar dilakukan autopsi ulang terhadap jasad anaknya dan menyalahkan langsung pemandu pendakian serta pengelola taman nasional atas kelambanan proses penyelamatan yang fatal.
Baca juga: Tak Cuma Agam Saja, Evakuasi Juliana Marins di Gunung Rinjani Kerja Tim: 137 Orang Dapat Penghargaan

Ayah Juliana: Putri Saya Ditinggal Sendirian, Tak Ada yang Menjaga
Dalam wawancara dengan stasiun TV Brasil Fantástico, Manoel menyebut nama pemandu pendakian, Ali Musthofa, sebagai pihak yang paling bertanggung jawab setelah pengelola taman nasional.
“Menurut saya, pemandunya lalai karena meninggalkan Juliana sendiri selama hampir satu jam hanya untuk merokok,” kata Manoel.
Ia juga mengkritik pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani karena terlambat menghubungi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), padahal waktu penyelamatan sangat krusial.
“Yang paling saya anggap bertanggung jawab adalah koordinator taman nasional. Mereka lambat bertindak, dan nyawa anak saya tak terselamatkan,” ujarnya.
Ali Musthofa, pemandu lokal yang mendampingi Juliana dalam perjalanan mendaki, telah memberikan klarifikasi dan membantah bahwa dirinya lalai.
Dalam wawancara dengan media Brasil O Globo, Musthofa mengakui memang Juliana tertinggal karena merasa lelah, namun ia membantah keras meninggalkannya terlalu lama.
“Saya hanya menjauh selama 3 menit, dan saya terus melihat ke belakang. Saat saya kembali, Juliana sudah tidak ada,” ujar Musthofa.
Ia menyebut melihat cahaya senter di bawah tebing dan mendengar suara minta tolong.
“Saya dengar Juliana berteriak. Saya bilang padanya: tunggu bantuan. Saya mencoba terus berteriak, agar dia tetap sadar,” tambahnya.
Musthofa kini menjadi bagian dari proses penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian Lombok.
Polisi telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk relawan dan petugas taman nasional, untuk mencari tahu apakah ada unsur pidana dalam insiden ini.
Baca juga: Brasil akan Membawa Kasus Juliana Marins ke Pengadilan Internasional, Indonesia Harus Siap-siap

Autopsi Ulang di Brasil: Kami Tak Yakin dengan Rumah Sakit Indonesia
Setelah jenazah Juliana dipulangkan ke Brasil pada 1 Juli 2025, keluarga langsung meminta autopsi ulang dilakukan di Rio de Janeiro.
Manoel menyampaikan keraguan atas kualitas pemeriksaan medis di rumah sakit Indonesia.
“Kami perlu memastikan waktu dan penyebab pasti kematian. Kami tak yakin rumah sakit di sana memiliki fasilitas memadai,” ujarnya dalam wawancara dengan TV Globo.
Bagi Manoel, kehilangan Juliana adalah luka terdalam dalam hidupnya. Ia menggambarkan hari-hari pencarian sebagai pengalaman paling menyakitkan.
“Kami lihat video saat dia masih hidup, masih bergerak. Kami pikir bantuan akan cepat datang. Tapi kenyataannya tidak ada yang datang tepat waktu,” ucapnya, nyaris tak bisa menahan air mata.
Juliana adalah anak semata wayangnya. Lulusan jurusan Periklanan ini tengah melakukan perjalanan keliling Asia sejak awal tahun. Sebelum ke Indonesia, ia telah menjelajahi Filipina, Vietnam, dan Thailand.
Juliana Ditemukan Terlambat, Keluarga Ungkap Fakta Baru
Jenazah Juliana ditemukan pada Selasa, 24 Juni, di dasar tebing Gunung Rinjani. Ia sempat hilang selama empat hari sebelum akhirnya ditemukan oleh tim SAR.
Keluarga meyakini, jika penyelamatan dilakukan lebih cepat, kemungkinan besar nyawa Juliana bisa diselamatkan.
“Ini bukan sekadar kecelakaan, ini kelalaian yang berujung pada kematian. Kami tidak akan berhenti sampai kebenaran terungkap,” tegas Manoel.
Dalam pertemuan resmi dengan otoritas Indonesia, Manoel mendesak agar protokol keselamatan pendakian ditinjau ulang. Ia tak ingin kematian anaknya terjadi sia-sia.
“Saya bilang ke mereka: kalau kalian sungguh memperbaiki sistem, saya bisa sedikit tenang. Karena kematian anak saya bisa menyelamatkan banyak nyawa lain di masa depan,” ujarnya.
Baca juga: Misteri Kematian Juliana Marins: Mengapa Jasadnya Harus Diautopsi Ulang di Brasil?

Profil Singkat Juliana Marins
Nama: Juliana Marins
Asal: Niterói, Rio de Janeiro, Brasil
Umur: 26 tahun
Profesi: Penari pole dance, lulusan jurusan Periklanan
Tujuan: Melakukan perjalanan keliling Asia
Negara yang dikunjungi: Filipina, Vietnam, Thailand, Indonesia
Tanggal kecelakaan: 21 Juni 2025
Tanggal ditemukan: 24 Juni 2025
Tanggal jenazah tiba di Brasil: 1 Juli 2025
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.