Kamis, 2 Oktober 2025

Tukimah Terkejut PBB Tahun 2025 Naik dari Rp 161 Ribu Jadi Rp 872 Ribu

Salah satu faktor penentuan nilai Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) itu kenaikan NJOP di wilayah imbasnya harga pajak pun naik.

Editor: willy Widianto
Istimewa
PBB NAIK - Contoh surat tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Tukimah warga Ambarawa kaget bukan main nominal PBB naik 400 persen lebih. 

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Tukimah kaget bukan main saat melihat berkas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PBB P-2 yang semula hanya sekitar Rp 161 ribu pada tahun 2024 kini naik menjadi kurang lebih Rp 872 ribu.

Baca juga: Pemprov DKI Bebaskan Pokok Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2024, Ini Persyaratannya

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas lahan seluas 1.242 meter persegi naik dari Rp 425.370.000 menjadi Rp 1.067.484.000 dalam satu tahun. Lahan yang dimaksud bukan hanya rumah yang ditinggali Tukimah.  Tiga bangunan berdiri di sana, yakni rumah yang dia huni sekaligus warungnya, rumah adiknya di sebelah, dan satu lagi bangunan kecil di bagian belakang. 

Semua lokasi tersebut berada di Baran Kauman, Baran, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Seluruhnya berdiri di atas tanah atas nama Koyimah, yang telah meninggal dunia. Status kepemilikan lahan secara administratif belum dipisahkan, sehingga satu objek pajak dihitung dalam satu NJOP besar.

“Ya harapannya tahun ini bisa diturunkan pajaknya, itu saja, tidak neko-neko saya. Kami ingin mengajukan keringanan, mudah-mudahan ada perhatian,” kata Tukimah.

Kepala Badan Keuangan Daerah (BKUD) Kabupaten Semarang, Rudibdo, menanggapi keluhan semacam ini dengan menjelaskan bahwa penetapan nilai PBB bukan dilakukan secara sembarangan.

Satu diantara faktor penentuan nilai Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) yakni kenaikan NJOP di sebuah wilayah yang berimbas pada naiknya harga pajak.

“Kami tidak memukul rata, namun melakukan penilaian selektif didasarkan pada kenaikan NJOP yang disesuaikan nilai pasar setempat, juga hasil verifikasi lapangan,” kata Rudibdo.

Dalam persoalan yang menimpa warga seperti Tukimah, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap lokasi yang dimaksud.

“Setelah kami cek, lokasi tersebut terletak dekat dengan Jalan Raya Ambarawa–Bandungan, yang merupakan jalan provinsi atau kelas dua. Selain itu, lokasi tersebut sudah belasan tahun belum dilakukan penilaian terbatas, maka saat dilakukan penilaian ulang, NJOP-nya menjadi naik,” ujar Rudibdo.

Jalan Ambarawa–Bandungan, lanjut dia, saat ini juga menjadi akses utama menuju kawasan atau klaster pariwisata.  Kegiatan ekonomi dan mobilitas masyarakat di sepanjang jalan tersebut meningkat, sehingga nilai lahan pun turut terdongkrak.

Baca juga: Pajak Bumi dan Bangunan dari Swasta Diserahkan 100 Persen untuk Pembangunan Daerah

Menurut dia, biasanya nilai tanah mengalami peningkatan signifikan karena adanya pembangunan, permukiman baru, hingga nilai transaksi aktual yang terjadi di sekitar lokasi. Rudibdo menambahkan, parameternya bukanlah persentase, namun nilai transaksi dan kejadian di masing-masing wilayah.

Nilai itu juga disandingkan dengan Zona Nilai Tanah (ZNT) yang dikeluarkan Kantor Pertanahan/Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Disamping harga pasaran dan ZNT dari BPN, verifikasi di lapangan juga diperkuat oleh tanda tangan berstempel perangkat desa atau kelurahan setempat,” ujar dia.

Meski demikian, Rudibdo menegaskan bahwa terdapat ruang keberatan bagi warga yang merasa tidak mampu atau ingin mengajukan keringanan atas ketetapan pajak yang diterima.

“Mekanismenya diatur dalam Perda 13 Tahun 2023 dan Perbup 87 dan 89 dan Bupati juga memberi ruang untuk insentif fiskal, seperti pengurangan atau penundaan pajak. Keringanan itu juga memperhatikan kondisi yang ada di lapangan, kemampuan warga membayar pajak, kondisi perekonomian lokal, regional, dan global,” ungkap Rudibdo.

Pijakan kebijakan itu tertuang dalam sejumlah regulasi, yakni UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, PP Nomor 35 Tahun 2023, Perda Kabupaten Semarang Nomor 13 Tahun 2023, serta Peraturan Bupati Nomor 87 dan 89 Tahun 2023.

Bupati Semarang, Ngesti Nugraha juga telah mengeluarkan SK Nomor 900.1.13.1/0161/2025 yang membebaskan bunga atas piutang PBB-P2, pajak air tanah, dan reklame tahun 2013–2023. Kebijakan ini berlaku sampai 30 September 2025.

Baca juga: Rayakan HUT Jakarta, Pemprov DKI Hapuskan Sanksi Administrasi untuk Pajak Bumi dan Bangunan!

BKUD Kabupaten Semarang mencatat bahwa hingga 5 Agustus, capaian PBB pada 2025 baru mencapai Rp 26,7 miliar atau 30,34 persen dari target tahun sebesar Rp 88,1 miliar. 

Rudibdo mengungkapkan, target yang ditentukan itu tidak berubah dari periode yang lain, termasuk 2026 mendatang. Menurut dia, masyarakat cenderung menunda pembayaran hingga jatuh tempo, sehingga beban psikologis dan administratif bisa terasa lebih berat di akhir tahun.

Diketahui Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah salah satu jenis Pajak yang diselenggarakan pemungutannya oleh Badan Pendapatan Daerah. Objek Pajak PBB-P2 adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan.

Sementara itu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak atas tanah dan bangunan yang dikenakan kepada pemilik karena ada keuntungan ekonomi atau status ekonomi akibat kepemilikan tanah dan bangunan.

Dasar hukum pajak bumi dan bangunan merujuk pada Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRB). Ketentuan tersebut menunjukkan PBB dipungut oleh pemerintah daerah dan dikelola oleh masing-masing provinsi.

Kasus kenaikan PBB secara drastis pernah terjadi di Kota Solo, Jawa Tengah. pada tahun 2023. Kala itu besaran PBB juga naik sekitar 400 persen. Namun kemudian Wali Kota kala itu Gibran Rakabuming Raka membatalkannya.

Kabid Penetapan Bapenda Surakarta Wulan Tendra Dewayani mengatakan, pada tahun 2023, banyak masyarakat yang mengeluh lantaran tarif pajak PBB-P2 sangat tinggi.

Baca juga: Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan, Tarif PBB Kota Solo Naik hingga 400 Persen

"Saat itu, pihak Bapenda kurang massif dalam melakukan sosialisasi, sehingga tarif pajak saat itu tidak berlaku dan kembali ke peraturan tahun 2018," kata Wulan.

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved