Data Kemenkes: 5 Provinsi dengan Kasus Leptospirosis Tertinggi, Jateng Nomor Satu
Jawa Tengah catat 1.014 kasus leptospirosis hingga Agustus 2025, tertinggi di Indonesia. Waspadai gejala dan penularannya di musim hujan.
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
Glery Lazuardi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Kementerian Kesehatan RI mencatat Jawa Tengah menempati urutan pertama kasus leptospirosis di Indonesia dengan 1.014 kasus hingga Agustus 2025, disusul DIY, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten. Penyakit yang ditularkan bakteri Leptospira ini kerap melonjak saat musim hujan dan banjir.
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Leptospira, biasanya ditemukan pada urine hewan yang terinfeksi, terutama tikus.
Penyakit ini dapat menular ke manusia melalui:
Kontak langsung dengan urine atau jaringan hewan yang terinfeksi
Air, tanah, atau lumpur yang terkontaminasi (terutama saat banjir)
Gejala umum leptospirosis meliputi:
Demam tinggi
Menggigil
Sakit kepala
Nyeri otot (terutama di betis)
Mata merah
Dalam kasus berat: gagal ginjal, meningitis, atau perdarahan paru
Setelah Jawa Tengah, diurutan kedua D.I.Yogyakarta dengan 703 kasus, Jawa Timur 487 kasus, Jawa Barat 220 kasus dan Banten 149 kasus.
Kasus leptospirosis banyak di Jawa Tengah dan Jawa pada umumnya karena kombinasi faktor lingkungan, iklim, dan aktivitas manusia.
Beberapa penyebab utamanya:
1. Curah hujan tinggi & siklus banjir
Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur sering mengalami hujan lebat yang memicu banjir dan genangan air, kondisi ideal bagi bakteri Leptospira bertahan hidup.
2. Kepadatan penduduk tinggi
Banyak permukiman padat dekat sungai atau daerah rawan banjir, sehingga risiko kontak dengan air atau lumpur tercemar urine tikus lebih besar.
3. Populasi tikus yang tinggi
Daerah pertanian (padi, tebu, jagung) di Jawa menjadi habitat ideal tikus sawah, yang merupakan pembawa utama bakteri leptospira.
4. Sistem sanitasi yang belum merata
Di beberapa wilayah, saluran air dan pengelolaan limbah belum optimal, membuat kontaminasi air lebih mudah terjadi.
5. Mobilitas dan aktivitas luar ruang
Petani, pekerja proyek, dan warga yang sering beraktivitas di area banjir atau lahan basah memiliki risiko paparan lebih tinggi.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman mengatakan, merujuk data pola kenaikan kasus leptospirosis ini dipengaruhi oleh pola musim hujan.
Dari tahun ke tahun atau pada 2023, 2024 atau 2025 kenaikan kasus leptospirosis terjadi pada bulan yag diguyur hujan seperti Januari - Maret.
"Pada 3 tahun terakhir, kasus leptospirosis selau terjadi kenaikan di musim penghujan. Ini menjadi kewaspadaan juga," kata dia saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (11/8/2025).
Selain hujan, faktor utama penyebaran penyakit zoonis ini adalah banjir.
Untuk itu, waspada jika mengalami demam saat terjadi banjir.
Gejala leptospirosis mirip dengan penyakit lain.
Gejala leptospirosis bisa ringan hingga berat, dan sering mirip penyakit lain seperti flu, demam berdarah, atau malaria, sehingga sering terlambat terdeteksi.
Gejala awal (4–14 hari setelah terpapar):
• Demam tinggi mendadak
• Menggigil
• Sakit kepala hebat
• Nyeri otot (terutama di betis dan punggung)
• Mual dan muntah
• Mata merah (konjungtivitis)
Gejala lanjutan (jika infeksi berat / penyakit Weil):
• Kulit dan mata menguning (jaundice)
• Urin berkurang atau tidak keluar (tanda gagal ginjal)
• Sesak napas atau batuk berdarah
• Perdarahan di kulit atau organ dalam
• Gangguan kesadaran
Banyak kasus kematian terjadi karena pasien sudah dalam keadaan parah ketika pergi ke rumah sakit.
Leptospirosis bisa menyebabkan kematian karena bakteri Leptospira dapat menyebar melalui aliran darah dan merusak organ vital jika tidak segera ditangani.
Alasan utama mengapa penyakit ini bisa fatal:
• Kerusakan organ vital
• Infeksi berat (dikenal sebagai penyakit Weil) dapat menyebabkan gagal ginjal, gagal hati, dan perdarahan paru.
• Organ yang rusak tidak dapat berfungsi normal, memicu komplikasi serius.
• Keterlambatan diagnosis
• Gejalanya mirip dengan penyakit lain (demam berdarah, malaria, tifus), sehingga sering salah diagnosis dan pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi parah.
• Perdarahan masif
• Infeksi dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan perdarahan internal atau paru yang sulit ditangani.
• Syok septik
• Respons imun tubuh terhadap infeksi bisa memicu peradangan ekstrem di seluruh tubuh, menyebabkan tekanan darah drop drastis dan kematian.
• Lambatnya penanganan antibiotik
• Leptospirosis harus segera diobati dengan antibiotik dalam fase awal. Keterlambatan beberapa hari saja bisa meningkatkan risiko komplikasi fatal.
Pembuktian Christian Adinata Berlanjut di Thailand International Challenge Pekan Ini |
![]() |
---|
Mayat Perempuan Berseragam PNS Ditemukan di Pantai Rembang Jateng, Suami Menangis Histeris |
![]() |
---|
Daftar 13 Provinsi Raih Penghargaan PROVILA 2025, Jawa Tengah hingga Riau Provinsi Layak Anak |
![]() |
---|
Tukimah Terkejut PBB Tahun 2025 Naik dari Rp 161 Ribu Jadi Rp 872 Ribu |
![]() |
---|
Kematian Akibat Leptospirosis Meningkat di Indonesia, Ketahui Pencegahannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.