Pendeta di Semarang Divonis 7 Tahun Penjara usai Terbukti Cabuli Anak, Modusnya Pembersihan Diri
Pendeta di Semarang dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara usai terbukti melakukan pencabulan kepada anak di bawah umur.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pendeta di Semarang, Jawa Tengah, Adi Suprobo (58), dijatuhi vonis tujuh tahun penjara terkait kasus pencabulan yang dilakukannya terhadap anak di bawah umur.
"Adi Suprobo terbukti melakukan tindak pidana kekerasan seksual lebih dari satu anak sehingga kami vonis hukuman penjara 7 tahun," kata ketua Majelis, Hakim Noerista, di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Selasa (12/8/2025), dikutip dari Tribun Jateng.
Selain hukuman badan, Adi juga disanksi denda sebesar Rp1 miliar subsidair empat bulan kurungan penjara.
Adapun vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukum Adi dengan 9,5 tahun penjara.
Hakim turut membacakan hal-hal yang memberatkan dan meringkankan Adi.
Baca juga: Modus Guru Ngaji Cabul di Jaksel, Beri Pelajaran Tambahan hingga Kasih Uang Rp10 ribu
Hal-hal yang memberatkan, yaitu terdakwa merupakan tokoh agama yang seharusnya bisa menjadi teladan bagi jemaahnya, tetapi justru melakukan tindakan tercela.
Sementara, hal yang meringankan, yaitu terdakwa belum pernah dihukum.
Terdakwa pun terbukti melanggar Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Cabuli Anak, Modus Pembersihan Diri
Setelah persidangan, kuasa hukum korban, Edi Pranoto, membeberkan modus yang dilakukan Adi untuk mencabuli korbannya.
Dia mengatakan pelaku menggunakan modus pembersihan diri untuk mengelabuhi korbannya.
Edi mengungkapkan para korban tidak bisa menolak permintaan Adi karena yang bersangkutan berstatus sebagai pemuka agama.
"Iya betul (modus pembersihan diri) ditambah ada relasi kuasa cukup kuat dalam kasus ini karena pelaku adalah penceramah agama," ujarnya, Selasa.
Modus pembersihan diri tersebut dilakukan pelaku dengan cara mengelabui bahwa ada sosok mistis yang mengganggu di kamar korban.
Agar sosok mistis tersebut pergi, Edi menuturkan pelaku meminta kepada korban untuk menjalankan ritual bersama. Namun, ritual itu dilakukan di kamar korban.
Edi menjelaskan ada dua korban pencabulan Adi dan modus yang digunakan sama.
"Mereka berdoa menurut keyakinan yang bersangkutan lalu terjadi kekerasan seksual tersebut."
"Kedua kasus yang dilaporkan semuanya dilakukan di kamar korban," jelasnya.
Berdasarkan fakta persidangan, Adi memangku korban di kasurnya. Pada momen itulah pencabulan dilakukan.
Baca juga: Usai Didemo Siswa, Kepala SMA di Sumbar Ngaku Siap Mundur dan Sebut Pelaku Cabul Sudah Diberhentikan
Bahkan, pelaku melakukan aksinya tersebut ketika korban tengah membaca Alkitab. Akibat peristiwa itu, para korban mengalami trauma berat.
"Hingga saat ini masih proses penyembuhan di psikolog," ungkap Edi.
Meski hanya dua kasus yang disidangkan, Edi mengungkapkan ada korban pencabulan lainnya oleh Adi.
Dia juga mengatakan ada korban masih takut untuk melapor. Selain itu, ada pula korban yang sudah menyelesaikan kasus ini tanpa menempuh jalur hukum.
Namun, Edi menuturkan ada korban yang turut menjadi saksi dalam persidangan ini.
"Ada korban mengalami kekerasan oleh pelaku pada tahun 2017, kemarin dia di persidangan menjadi saksi. Korban banyak tapi tak sampai belasan, mereka semua anak-anak," paparnya.
Ada Korban Masih Kerabat Pelaku
Edi mengatakan salah satu korban ternyata ada yang masih memiliki hubungan kerabat dengan pelaku.
Baca juga: Korban Dokter Kandungan Cabul di Garut Disebut Bisa Bertambah, Ini Kata Polisi
Hal tersebut membuat Adi sempat membuat surat pernyataan dan meminta maaf di media sosial atas perbuatannya tersebut.
Hanya saja, keluarga korban akhirnya memilih untuk menempuh jalur hukum agar pelaku jera.
"Ya kami ingin dari kasus ini tidak ada korban lainnya," tegasnya.
Sebagian artikel telah tayang di Tribun Jateng dengan judul "Beginilah Modus Pendeta Cabul Semarang Adi Suprobo, Pembersihan Diri di Kamar"
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Jateng/Iwan Arifianto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.