Zulia Mahendra, Putra Amrozi: Makna Kemerdekaan ke-80 dan Jalan Menuju Kedamaian
Bendera Merah Putih, yang kini dikibarkannya dengan bangga sejak HUT Kemerdekaan ke-72 pada 2017, pernah ia tolak selama belasan tahun
Penulis:
Facundo Chrysnha Pradipha
Editor:
Garudea Prabawati
Titik baliknya datang dari keluarga dan pendekatan pemerintah.
"Saya nggak mau anak-anak mengalami apa yang saya rasain. Damai itu indah," katanya.
Nasehat dari Suhardi Alius, eks Kepala BNPT, menjadi pengubah besar.
Kala itu ia diberi pesan agar fokus untuk bekerja.
Dengan harapan, pekerjaan atau kesibukan bisa mengubah pemikiran.

"Pesannya sederhana: ‘Nggak usah berbuat aneh-aneh, kerja aja dulu.’ Kerja itu bisa ngubah pemikiran."
Kini, Mahendra fokus pada hal positif, seperti mendirikan sekolah tinju untuk anak-anak dan remaja, bahkan kelas olahraga untuk ibu-ibu, sebagai cara membangun kehidupan yang lebih baik.
Dendam itu kini mereda, meski ia akui belum sepenuhnya hilang.
"Manusiawi lah, dulu masih ada. Tapi sekarang coba berpikir positif, lupain yang dulu, buka lembaran baru," ungkapnya.
Soal dirangkul negara, ia bilang, "Itu persepsi masing-masing. Yang penting mandiri dulu. Dukungan dan doa ada, asal pemerintah bikin kebijakan yang baik. Kadang ada oknum yang memancing masalah, tapi kita minimalisir pemikiran negatif."
Hubungan Mahendra dengan Amrozi, ayahnya, terasa hangat dan penuh keakraban.
Baca juga: Baku Tembak di Srinagar, 3 Teroris Tewas Termasuk Otak Serangan Pahalgam
Baginya, Amrozi seperti seorang teman dan bukan sekedar orangtua biasa.
"Abi itu kayak teman, bukan orang tua-anak biasa. Kita main bareng, balapan bareng, bersaing di arena. Nggak harus hormat banget, canda bareng," kenangnya.
Meski jarang bersama sejak kecil, momen terakhir di Nusakambangan meninggalkan pesan mendalam.
"Bantu orang selagi bisa. Kalau nggak bisa, setidaknya jangan nyusahin orang."
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.