Kamis, 4 September 2025

Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI

Ketua DPRD Jabar Buky Wibawa Temui Massa Demo, Warga Ngadu Polisi Represif: Katanya Mengayomi

Saat audiensi, perwakilan massa dari mahasiswa pun menyampaikan kekesalannya kepada polisi yang bertindak represif kepada massa aksi. 

Penulis: Rifqah
Editor: Nuryanti
Kolase Tribunnews.com
DEMO RICUH DI JAWA BARAT - Kolase foto (kiri) Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar Herman Suryatman dan Ketua DPRD Jabar Buky Wibawa saat duduk beraudiensi dengan para pengunjuk rasa di halaman Kantor DPRD Jabar, Sabtu (30/8/2025) dan (kanan) penampakan demo ricuh di DPRD Jabar pada Sabtu (30/8/2025). Saat audiensi, perwakilan massa dari mahasiswa pun menyampaikan kekesalannya kepada polisi yang bertindak represif kepada massa aksi.  

TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPRD Jawa Barat (Jabar), Buky Wibawa, menemui massa demo yang menggelar aksi di depan Gedung DPRD Jabar pada Sabtu (30/8/2025).

Tidak sendiri, Buky bersama Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman.

Aksi unjuk rasa ini sebelumnya sempat ricuh, setelah pukul 16.00 WIB, sejumlah sekelompok massa melakukan tindakan anarkis.

Kemudian, pada pukul 18.00 WIB, Buky menemui massa untuk beraudiensi di halaman Kantor DPRD Jabar, dengan pengawalan ketat dari pasukan TNI.

Audiensi tersebut berlangsung hampir satu jam hingga pukul 18.55 WIB.

Pada kesempatan itu, perwakilan massa dari mahasiswa pun menyampaikan kekesalannya kepada polisi yang bertindak represif kepada massa aksi. 

Mahasiswa itu mengatakan bahwa polisi menembakkan gas air mata ke arah para demonstran, hal tersebutlah yang membuat massa demo marah.

"Katanya Polisi mengayomi masyarakat, tapi kenapa selalu represif, pak. Menembakkan gas air mata, jadi kemarahan kami karena mereka sendiri, pak," ujar perwakilan mahasiswa saat beraudiensi dengan Sekda, Sabtu malam, dikutip dari TribunJabar.id.

Kerusuhan pertama di Gedung DPRD Jabar terjadi sekitar pukul 15.30 WIB.

Saat itu, ada sejumlah remaja melakukan aksi perusakan dan membakar sepeda motor di depan Gedung DPRD Jabar.

Kemudian, massa aksi langsung masuk ke halaman kantor DPRD yang pintu gerbangnya sudah terbuka. 

Baca juga: Polda Jawa Barat Tetapkan Siaga 1 Usai Demo Ricuh di DPRD, Mobil Rantis Siap Antisipasi Kericuhan

Sebagian massa menyeret keluar sebuah sepeda motor berplat merah yang terparkir di sana dan langsung dibakar.

Tak berselang lama, anggota Polisi langsung datang dan menembakkan gas air mata untuk memukul mundur massa. 

Selain itu, sejumlah massa aksi yang melakukan kerusuhan di depan Kantor DPRD Jabar itu diduga juga ditangkap Polisi. 

Mereka langsung dibawa untuk menjalani pemeriksaan, tetapi belum diketahui berapa jumlah massa yang diamankan.

Hingga saat ini, polisi masih berjaga di depan gedung DPRD Jabar untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerusuhan lanjutan. 

Beberapa kendaraan taktis juga telah disiagakan untuk menghadapi potensi kerusuhan yang lebih besar.

Polda Jawa Barat Tetapkan Siaga 1 Usai Demo Ricuh di DPRD

Polda Jawa Barat menetapkan status siaga 1 buntut aksi unjuk rasa yang terjadi di sejumlah daerah di Jawa Barat, untuk mengantisipasi adanya kericuhan pada unjuk rasa yang terjadi.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, mengatakan penetapan status Siaga 1 berdasarkan arahan dari Mabes Polri.

"Kapolda Jabar menetapkan surat telegram kepada polres jajaran untuk anggota seluruh Jawa Barat saat ini adalah Siaga 1," kata Hendra, Sabtu.

Hendra juga mengatakan bahwa seluruh personel polres jajaran berada di mako masing-masing dan tetap siaga untuk memantau situasi perkembangan.

Aksi unjuk rasa ini sudah berjalan sejak 25 Agustus 2025 lalu, ratusan mahasiswa dan kelompok sipil bentrok dengan aparat di gedung DPR, Jakarta.

Massa menuntut pembubaran DPR, penolakan kenaikan gaji dan tunjangan DPR, pengesahan RUU Perampasan Aset, penghapusan sistem outsourcing dan penolakan terhadap upah murah, penghentian pemutusan hubungan kerja (PHK), reformasi sistem perpajakan bagi buruh, pengesahan RUU ketenagakerjaan tanpa omnibus law, revisi terhadap RUU Pemilu, hingga desakan agar Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mundur.

Kemudian, pada Kamis (28/8/2025), demo digelar juga di lokasi serupa hingga berujung ricuh, bahkan bentrokan yang terjadi itu tercatat sebagai salah satu demonstrasi terbesar yang melibatkan pelajar dan mahasiswa.

Puncak demo ini adalah tewasnya seorang driver ojek online (ojol), Affan Kurniawan, yang terlindas mobil Rantis Brimob saat unjuk rasa berakhir ricuh.

Kemudian, pada 29 Agustus, demo digelar sebagai respons atas insiden tewasnya Affan Kurniawan, yang terlindas mobil Rantis Brimob saat demo tersebut.

Tak sampai di situ saja, demo pun masih terus berlanjut hingga Sabtu ini dan digelar di berbagai daerah. Bahkan, massa sampai melakukan pembakaran gedung-gedung DPRD.

Pengamat Sebut Kerusuhan di Berbagai Daerah akibat Masyarakat Frustrasi

Pengamat kebijakan publik, dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Kristian Widya Wicaksono, mengatakan bahwa rentetan aksi massa yang berujung rusuh di berbagai daerah itu disebabkan karena masyarakat sudah frustasi terhadap penguasa.

Dia menjelaskan bahwa secara teoritis demonstrasi merupakan partisipasi politik non-konvensional yang disajikan dalam bentuk penyampaian aspirasi masyarakat kepada suprastruktur politik. 

"Penyebabnya adalah tidak efektifnya kanal komunikasi politik yang menjadi saluran artikulasi aspirasi tersebut," ujar Kristian, Sabtu, dikutip dari TribunJabar.id.

Ketidakefektifan ini, kata Kristian, disebabkan oleh dua hal, yakni aspirasi tidak didengar dan tidak diakomodir dalam pengambilan kebijakan, lalu aspirasi didengar tetapi tidak kunjung diadopsi kedalam kebijakan. 

"Hal ini mengakibatkan rasa frustrasi masyarakat terhadap penguasa politik," katanya.

Kristian mengatakan, rasa frustrasi itu sebagai akumulasi dari kekecewaan terhadap kebijakan-kebijakan kontroversial yang terus berjalan tanpa henti.

Mulai dari revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, eksploitasi lingkungan hidup, UU TNI, RUU KUHP, kenaikan pajak lokal, tata kelola Makan Bergizi Gratis (MBG) yang bermasalah hingga tunjangan perumahan yang diberikan dalam bentuk uang kepada anggota DPR-RI.

"Terakhir munculnya korban dalam penanganan demonstrasi massa. Rentetan masalah yang berkepanjangan inilah yang membuat situasi politik menjadi bergejolak."

"Apalagi pemulihan ekonomi pasca pandemi covid belum sepenuhnya dapat mengembalikan gairah ekonomi masyarakat," ucapnya.

Kristian pun menyarankan langka yang dapat dilakukan untuk menghentikan ini salah satunya dengan membuat kebijakan yang tidak lagi memunggungi masyarakat. 

"Jangan dipaksakan jika memang tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Pernyataan maaf resmi saja sudah tidak cukup."

"Perlu ada tindakan nyata dari penguasa untuk tidak memaksakan berbagai hal yang sudah jelas-jelas ditolak masyarakat sebagai bentuk akuntabilitas terhadap masyarakat sebagai pembayar pajak dan pemegang kedaulatan politik yang sah secara undang-undang," katanya.

(Tribunnews.com/Rifqah) (TribunJabar.id/Nazmi)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan