Senin, 13 Oktober 2025

Pengemis Badut Raup Rp600 Ribu Sehari, Anak-Anak dan Lansia Padati Lampu Merah

Fenomena pengemis badut menjamur di Pekanbaru. Mereka beraksi di lampu merah, raup Rp600 ribu per hari demi bertahan hidup.

Editor: Glery Lazuardi
FOTO: Herjianto Tangahu, TribunGorontalo.com
PENGEMIS BADUT - Seorang pengemis berkostum badut meminta belas kasihan di lampu merah Pekanbaru. Fenomena ini kini marak hingga melibatkan anak-anak dan lansia. 

TRIBUNNEWS.COM - Fenomena pengemis badut sedang menjamur di sejumlah wilayah.

Pengemis badut adalah seseorang yang mengenakan kostum badut saat meminta-minta di tempat umum, terutama di persimpangan jalan atau lampu merah.

Mereka biasanya memakai pakaian badut berwarna cerah, lengkap dengan riasan wajah atau topeng, meski sering kali dalam kondisi lusuh atau seadanya.

Wilayah operasi mereka di simpang jalan, lampu merah, atau area ramai seperti pusat perbelanjaan dan pasar.

Mereka mendekati pengendara saat kendaraan berhenti, melambai, bernyanyi, atau melakukan gerakan lucu untuk menarik perhatian dan mendapatkan uang.

Banyak dari mereka mengaku tidak memiliki pilihan pekerjaan lain, dan menjadikan aktivitas ini sebagai sumber penghasilan harian.

Salah satu fenomena ini ada di Pekanbaru, Provinsi Riau.

Pengemis masih menjamur di Kota Pekanbaru. Mereka beraktivitas di sejumlah simpang lampu merah.

Pantauan di lapangan, Sabtu (11/10/2025), para pengemis ini ada yang masih anak-anak hingga lansia.

Mereka tampak mencoba menarik belas kasihan dari para pengendara yang tengah berhenti di lampu merah.

Cara mereka meminta-minta pun beragam.

Seperti yang terlihat di Simpang Lampu Merah Tabek Gadang, Panam.

Terlihat sepasang pengemis mengenakan baju badut lusuh berwarna dasar biru, dengan corak warna-warni.

Ia terlihat membawa sebuah wadah berwarna silver yang menjadi tempat menaruh uang pemberian masyarakat.

Ia menyambangi satu persatu pengendara yang tengah menunggu lampu hijau.

Pengemis badut, melambai-lambaikan tangannya ke arah pengendara.

Berbeda pula dengan pengemis yang ditemui Tribun di Simpang Lampu Merah Mal SKA.

Wanita tua yang diperkirakan sudah lansia.

Ia hanya berjalan mendatangi pengendara untuk meminta sedekah.

Wanita tua itu membawa dua buah kantong plastik. 

Satu digunakan untuk menampung pemberian, satu lagi yang ukurannya lebih besar untuk menyimpan keseluruhan uang hasil pemberian.

Di lokasi ini, ada pula pengemis, seorang anak perempuan.

Tampak ia bernyanyi sambil bertepuk tangan sambil meminta-minta uang.

Bisa Dapat Penghasilan Sampai Rp 600 Ribu Sehari, Mengaku Tak Punya Pilihan Lain

Seorang pengemis yang berhasil diwawancarai Tribunpekanbaru.com, Anto menyebut, aktivitas mengemis dengan cara menjadi badut, setiap hari ia lakukan di lampu merah.

“Kita cari yang ramai Bang, kayak di Simpang SKA, di Simpang Tabek Gadang Panam, sampai Simpang Garuda Sakti sana,” tuturnya.

Anto mengaku, dalam satu hari pendapatannya tak menentu.

Paling banyak, bisa Rp400 ribu sampai Rp600 ribu.

Ia melakukan pekerjaan ini bersama seorang rekannya yang lain, yang juga menjadi badut pengemis.

Anto menyatakan, tak punya pilihan lain, sehingga menjadi pengemis.

Dulu ia mengaku, pernah bekerja sebagai penjaga tempat rekreasi di daerah Sumatera Utara.

Namun, tempat usaha tempat ia bekerja itu akhirnya tutup akibat terdampak pandemi Covid, sekitar tahun 2021. 

Anto pun mencoba merantau ke Pekanbaru, dengan harapan bisa mendapat pekerjaan.

Pria lulusan SMK ini menyebut, mencari pekerjaan baru ternyata sulit.

Sampai akhirnya ia menjadi badut pengemis karena ditawarkan oleh temannya.

Di Pekanbaru, Anto tinggal mengontrak di Jalan Suka Karya.

Ia menggunakan sepeda motor untuk pergi ke lokasi mengemis.

Berbeda dengan Anto, Ina mengungkap, ia sudah sekitar 3 tahun menjadi pengemis.

Bedanya, ia tak meminta-minta di lampu merah jalanan, seperti kebanyakan pengemis lainnya.

Namun, ia mangkal di pinggir jalan protokol, dengan lokasi yang berbeda-beda, berharap dermawan ada yang memberi makanan dan juga uang.

Ia membawa dagangan tisu, atau terkadang sekedar membawa karung berisi kemasan plastik bekas minuman.

“Pindah-pindah, kadang di Sudirman, di Pattimura, di Diponegoro. Sering dapat nasi berkat, apalagi Hari Jumat, kadang dikasih uang juga,” ungkapnya.

Ina bilang, penghasilannya sehari bisa mencapai Rp300 ribu, bahkan bisa lebih.

Ia menambahkan, ia tinggal di rumahnya sendiri di daerah Sail.

Rumah tersebut merupakan peninggalan orang tuanya.

 

Artikel ini telah tayang di TribunPekanbaru.com 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved