'Amazon of Ocean' Asli Indonesia Terancam Punah, Berikut 4 Hal yang Mengancam Kelestariannya
Lautan di Raja Ampat di Papua Barat ini memiliki 553 jenis karang dan rumah lebih dari 70 persen jenis terumbu karang yang ada di dunia.
Editor:
Hendra Gunawan
2. Terumbu karang untuk kapur campuran menginang (menyirih) Selama berabad-abad, masyarakat pesisir di Indonesia telah memanfaatkan terumbu karang sebagai makanan dan mata pencaharian utama, termasuk di Kepulauan Raja Ampat.
Seiring waktu, permintaan untuk produk yang berasal dari ekosistem terumbu karang mulai memicu tindakan perusakan di sana.
Baca juga: KKP Kumpulkan Bukti Kerusakan Terumbu Karang Sikapi Kapal Kandas di Raja Ampat
Salah satu permintaan produk yang memicu kerusakan terumbu karang adalah kapur yang biasanya dipakai masyarakat sebagai campuran untuk menginang atau mengunyah sirih.
“Orang ambil terumbu karang bukan cuma untuk bangunan, tapi untuk kapur sirih juga,” kata dia.
Seperti kita ketahui, tradisi menginang atau mengunyah sirih masih banyak dilakukan oleh masyarakat di sana.
Menginang merupakan kebiasaan mengunyah berbagai macam bahan yang dicampur yaitu sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau.
Karena salah satu bahan menginang atau menyirih ini adalah kapur, mereka biasanya mengambil kapur ini dari serpihan terumbu karang.

Menurut Tonny, sebenarnya tidak ada yang salah dengan masyarakat yang masih erat menjaga tradisi mereka, salah satunya menginang atau mengunyah sirih ini.
Akan tetapi, ternyata masyarakat di Raja Ampat tidak menyadari bahwa mengambil kapur dari serpihan terumbu karang itu sebenarnya sedang mengancam keberlangsungan hidup terumbu karang tersebut.
3. Jangkar dari kapal pinisi Ancaman lain untuk terumbu karang tetap berasal dari aktivitas manusia, yakni jangkar dari kapal pinisi.
Kapal pinisi biasanya akan singgah di suatu wilayah perairan, dan menurunkan pondasi jangkar agar kuat bertahan di wilayah itu untuk beberapa waktu.
Kapal pinisi ini umumnya akan membawa pelancong untuk menikmati pemandangan alam lautan, baik itu hanya memandangi sunset atau sunrise di tengah laut, snorkeling maupun diving.
Menurut Tonny, banyak sekali pelaku pariwisata atau penyedia jasa kapal pinisi di Kepulauan Raja Ampat yang tidak memiliki pengetahuan ekologi yang cukup untuk mengetahui potensi jangkar yang mereka gunakan sangat berpeluang merusak terumbu karang dan kelestarian keanekaragam hayati yang ada.
Untuk itu hal ini menjadi ancaman, sekaligus tantangan tersediri mengenai bagaimana memberikan edukasi pada para pelaku wisata dan penyedia layanan wisata untuk tetap menikmati keindangan alam tanpa merusaknya.
4. Bom atau zat kimia untuk tangkap ikan Kendati sudah banyak kelompok masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya menjaga kelestarian alam bawah laut, terutama terumbu karang, masih ada saja oknum-oknum yang tetap mengambil ikan dengan cara merusak terumbu karangnya.