Jonatan, Semua Indah Pada Waktunya
Sebelum meraih medali emas di Asian Games 2018, Jonatan Christie sempat mengalami berbagai kegagalan. Jonatan bahkan sempat ingin gantung raket.
Penulis:
Deodatus Pradipto
Laporan wartawan Tribunnews Deodatus Pradipto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Semua memang indah pada waktunya.
Demikianlah nilai yang bisa dipetik dari perjuangan seorang Jonatan Christie, pebulutangkis Indonesia. Kesuksesannya meraih medali emas di Asian Games 2018 baru-baru ini terjadi pada saat yang tepat.
Sebelum meraih medali emas di Asian Games 2018, Jonatan Christie sempat mengalami berbagai kegagalan. Sebelumnya, sepanjang 2018 langkah Jonatan untuk menjadi juara selalu terjegal.
Kegagalan demi kegagalan membuat Jonatan merasa frustrasi. Jojo, sapaannya, bahkan sempat memiliki keinginan untuk gantung raket.
"Ma, Jo berhenti saja, ya, dari bulutangkis. Tidak ada prestasi yang bagus," tutur Marlanti Djaja, ibunda Jonatan Christie, menirukan perkataan putranya kepada Tribunnews di kediaman keluarga mereka di Bidaracina, Jakarta Timur, Kamis (6/9/2018).

Sebagai seorang ibu yang melihat putranya frustrasi, Marlanti berusaha memberikan semangat kepada Jonatan. Marlanti meminta Jojo untuk tidak pernah merasa putus asa.
"Tuhan pasti punya rencana yang lain. Pasti Tuhan akan memberikan yang lebih baik. Puji Tuhan, akhirnya dia dapat di Asian Games. Saya bilang kepada Jojo itu karena kemurahan hati Tuhan Yesus," kata Marlanti yang akrab disapa Dewi.
Di tengah masa sulit, Jonatan mendapat banyak kritik soal prestasinya. Jonatan sebenarnya ingin memperbaiki prestasinya, namun Tuhan memang punya rencana lain.
"Jo, semua indah pada waktunya," ujar Marlanti kepada Jonatan.
Lagu Pujian
Jonatan Christie meraih medali emas Asian Games 2018 setelah mengalahkan Chou Tien Chen dari Taiwan di babak final. Marlanti menyaksikan langsung putranya bertanding di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta saat itu.
Sebelum menyaksikan pertandingan, Marlanti dan Andreas Adi Siswa, ayah Jonatan, menengok Jonatan di hotel. Saat bertemu, Marlanti berpesan kepada Jonatan untuk bermain bagus dan bilang keluarga memberikan dukungan lewat doa agar Jonatan mendapatkan yang lebih baik.
Dari sana, Marlanti bergegas ke Istora. Andreas tetap di hotel menenami Jonatan. Saat itu Andreas melihat Jonatan mendengarkan lagu rohani.
"Dia melihat Jonatan mendengarkan lagu puji-pujian Tuhan. Dari situ papanya yakin Jo bisa juara," tutur Marlanti.
Saat pertandingan berlangsung, Andreas menonton dari tribun paling atas. Andreas tidak bisa menonton Jojo bertanding dari tribun bagian tengah atau depan. Dulu Andreas pernah menonton di depan. Ketika Jojo melakukan kesalahan, Andreas memberikan masukan. Gara-gara masukan tersebut Jojo justru merasa tidak lepas saat bermain.
"Jojo malah senang kalau saya menonton dia bertanding. Waktu itu saya sedikit deg-degan, apalagi saya duduk sendirian. Banyak pendukung Jo yang menyemangati saya," kata Marlanti yang mendaraskan doa rosario sebelum pertandingan tersebut.

Pasang Net di Rumah
Pencapaian-pencapaian Jonatan Christie di bulutangkis tidak bisa lepas dari tangan Andreas. Andreas mengerahkan segala upayanya untuk membantu Jonatan menjadi seorang pebulutangkis hebat.
Jonatan Christie menjadi seorang atlet adalah buah dari nazar Andreas. Waktu kecil Andreas punya cita-cita menjadi seorang pesepakbola. Cita-cita itu tidak mendapat dukungan dari orangtuanya. Akibatnya, Andreas bernazar jika memiliki anak akan menjadikan anaknya seorang atlet.
Bagaimana akhirnya Jonatan Christie menjadi seorang pebulutangkis juga tidak lepas dari pilihan Andreas. Saat duduk di kelas satu di Sekolah Dasar Antonius, Jonatan ingin memilih kegiatan ekstrakurikuler olahraga. Beberapa cabang olahraga yang menjadi kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya adalah bola basket, sepak bola, dan bulutangkis. Andreas menyarankan Jonatan untuk memilih bulutangkis.
"Masalahnya adalah dia tidak ingin anaknya jadi hitam, padahal anaknya suka sepak bola," tutur Marlanti lalu tertawa.

Bakat besar Jonatan tercium saat mengikuti ekstrakurikuler bulutangkis. Seorang pelatih melihat bakat Jonatan lalu menyampaikan keinginan menjadi Jonatan seorang atlet kepada Andreas. Andreas merasa senang dan memberikan lampu hijau.
Sejak saat itu Jonatan sering mengikuti berbagai kompetisi. Sejak kecil dia pernah bertanding melawan Anthony Ginting dan Ihsan Maulana Mustofa, yang kemudian menjadi rekan Jonatan di pelatnas PBSI di Cipayung.
"Dulu Jonatan tidak ada apa-apanya, banyak kekurangannya. Dulu dia masih gemuk, lalu dilatih oleh papanya sampai kurus. Bukan hanya latihan di tempat latihan, tapi juga di rumah," ujar Marlanti.

Andreas turut membantu Jonatan melatih tekniknya. Saking besar niat Andreas melatih Jonatan, dia sampai memasang net di rumah.
"Pasang net di dalam rumah. Papanya yang melatih, saya hanya bantu ambil bola," kata Marlanti.
Tempaan yang keras dari Andreas membuat jiwa atlet Jonatan terus tumbuh. Jonatan rutin bangun tidur pukul 04.00, lalu jogging naik-turun jembatan penyeberangan. Selain itu Jonatan juga rutin skipping di bawah arahan Andreas.
Suatu ketika, setelah skipping di pagi hari, Jonatan hendak berangkat ke sekolah. Andreas yang mengantarkan Jonatan ke sekolah. Menjelang tiba di sekolah, Jonatan meminta izin kepada Andreas untuk pulang ke rumah karena merasa kelelahan.
"Papanya bilang, 'Kamu boleh pulang, tapi nanti latihannya ditambah.' Tak lama setelah mereka berangkat, tahu-tahu mereka sudah di rumah lagi. Saya kaget," tutur Marlanti.
Berkat Koko Ivan
Keluarga mereka sempat harus hidup terpisah selama empat-lima tahun. Jonatan dan ayahnya tinggal di rumah orangtua Marlanti di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Marlanti tetap tinggal di Bidaracina bersama Ivan, kakak Jonatan.
Mereka hanya bertemu seminggu sekali. Ini adalah pilihan keluarga mereka karena situasi. Sewaktu duduk di bangku sekolah menengah pertama, Jonatan memilih bersekolah di sekolah yang longgar dalam memberikan waktu agar bisa tetap berlatih bulutangkis. Pada waktu yang bersamaan, Marlanti harus merawat Ivan yang berkebutuhan khusus.
"Papanya bilang, 'Jo, kalau kamu mau melatih kesabaran, itu dari koko kamu. Kamu harus sabar kepada kakak kamu.'," tutur Marlanti menirukan perkataan Andreas kepada Jonatan.

Perbedaan usia antara Ivan dan Jonatan mencapai tujuh tahun. Meskipun Ivan berkebutuhan khusus, hubungan dia dengan Jonatan sangat baik. Kini sejak Jonatan tinggal di pelatnas PBSI, Ivan sering merasa rindu kepada adiknya itu.
"Kalau Jo beberapa hari tidak pulang, dia suka bertanya, 'Mama, Jo. Suruh tidur sini.'," kata Marlanti sambil meletakkan telapak tangannya di pipi dan menekuk leher ke samping gestur tidur.
Ivan rajin menyaksikan adiknya beraksi melalui televisi. Ini termasuk saat final Asian Games 2018. Ivan menonton di rumah didampingi keluarga karena Marlanti dan Andreas berada di Istora.
"Jonatan bilang, 'Ma, kalau bukan tanpa Koko Ivan, Jojo tidak mungkin seperti ini. Kalau koko tidak seperti ini, mungkin koko yang tenar lebih dulu.'," ujar Marlanti menirukan perkataan Jonatan.
Menangis di Mobil
Jonatan Christie berasal dari keluarga sederhana. Sebagai gambaran, lingkungan rumah orangtuanya di Bidaracina bukan berada lingkungan elite.
Jalan menuju rumahnya tidak bisa dilalui oleh mobil. Hanya kendaraan roda dua yang bisa melintas. Rumah mereka berada di sebuah gang buntu.
Untuk menemukan rumah ini tidak mudah bagi orang yang tidak familiar. Jalannya berliku dan pemukimannya padat.
Rumah keluarga Jonatan Christie terhitung lumayan untuk masyarakat di daerah situ. Rumahnya berpagar dan berkeramik sampai teras. Di teras ada dua buah skutik berbeda tipe dari satu pabrikan asal Jepang.
"Rumah kami dulu tidak seperti ini," kata Marlanti.

Di samping rumah mereka terdapat sebuah tembok. Di tembok itu terbentang sebuah spanduk bertuliskan masyarakat rukun warga setempat turut menyukseskan Asian Games 2018. Ada juga pesan ajakan untuk mendukung Jonatan Christie yang seorang warga RW 03.
Saat Tribunnews mewawancari Marlanti, datang seorang petugas pos mengantarkan sepucuk surat. Surat beramplop putih itu ditujukan untuk Jonatan Christie. Marlanti yang menerima surat tersebut.
"Wah makin ramai ya, Bu, sekarang. Banyak tamu," kata petugas pos tersebut kepada Marlanti.
Marlanti membenarkan perkataan petugas pos tersebut. Dia lalu bercerita petugas pos tersebut memang sering mengantar surat ke rumah mereka. Petugas pos itu lalu bertanya kepada Marlanti apakah Jonatan ada di rumah atau tidak. Marlanti memberitahu Jonatan saat ini berada di Cipayung.
"Yah, sayang. Padahal mau minta kaus dari Jojo," ujar petugas itu sambil meninggalkan rumah Marlanti.

Meski berasal dari keluarga sederhana, Jonatan Christie seorang yang murah hati. Jonatan bahkan menyumbangkan sebagian dari bonus uang yang dia dapat dari pemerintah kepada para korban gempa di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Marlanti dan Andreas awalnya tidak tahu putra mereka memiliki rencana ini. Jonatan baru memberitahu orangtuanya soal rencana ini saat sedang bersama di dalam mobil. Menurut Marlanti putranya menyumbang sebagian dari bonus tersebut karena telah berjanji pada dirinya sendiri.
"Waktu di mobil dia bilang, 'Ma, Pa, maafkan Jo, ya. Bukannya Jo lancang, tapi Jo ingin memberikan sebagian dari yang Jo terima untuk Lombok." Papanya mempersilakan dan senang. Saya terharu, menangis di dalam mobil. Ya Tuhan, mulia sekali hatinya," tutur Marlanti.