Liga Indonesia
Stefano Lilipaly dan Sylvano Comvalius Ribut Ternyata Hal itu Sudah Biasa di Belanda
Tensi panas pertandingan antara PSM Makassar dan Bali United diwarnai keributan antara Stefano Lilipaly dan Sylvano Comvalius. Padahal, dua pemain itu
Editor:
Toni Bramantoro
Seusai laga, Lilipaly mengatakan bahwa hal itu adalah biasa dalam sepak bola dan mengaku hubungannya dengan Comvalius sudah membaik.
"Semua yang kami lakukan pada pertandingan tadi malam hanya emosi sesaat," kata Lilipaly.
"Akan tetapi, kami semua sudah menunjukan sikap terbaiknya. Dan kejadian itu sudah tidak dipermasalahkan lagi," ucap mantan pemain Persija Jakarta tersebut.
Biasa. Ya, adu argumen bahkan hingga terlibat friksi tampaknya sudah biasa bagi Lilipaly dan Comvalius yang sama-sama berasal dari Belanda.
Orang Belanda mengakui bahwa mereka memang senang berdebat. Mereka melakukannya karena merasa tahu dalam segala hal.
“Kami orang-orang Belanda memang kepala batu,” ujar legenda sepak bola dunia, Johan Cruyff.
“Bahkan, ketika berada di belahan dunia lain pun kami akan mengajari orang berbuat sesuatu,” tutur maestro sepak bola Belanda itu.
Perdebatan tidak menjadi tabu di Belanda. Sebaliknya, kebiasaan itu dihargai karena di sana setiap orang dianggap setara dalam segala hal, tak terkecuali dalam pengetahuan tentang sepak bola.
Budaya seperti itu tumbuh subur berkat perkembangan Calvinisme yang hingga kini masih menjadi dasar teologi di Belanda.
Calvinisme yang merupakan pemberontakan terhadap ajaran Katolik Roma ini mengajarkan orang untuk melihat Injil sendiri ketimbang asal percaya terhadap Pastor.
Secara tidak langsung, ini mengajari orang untuk tidak mudah tunduk terhadap otoritas.
Tidak hanya itu, ajaran itu membuat semua orang merasa “bisa dan mampu” dalam segala hal.
Dalam sepak bola, hal itu mendorong perdebatan tentang taktik karena setiap orang diasumsikan sama-sama mengerti.