Sabtu, 16 Agustus 2025

Frances Haugen, Sosok Dibalik Tuduhan dan Dokumen Terkait Facebook dan Instagram

Frances Haugen merupakan mantan manajer Facebook yang membeberkan dokumen internal Facebook dan Instagram serta diberikannya ke Wall Street Journal.

Editor: Arif Fajar Nasucha
www.franceshaugen.com/
Frances Haugen 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan manajer Facebook, Frances Haugen adalah sosok dibalik seluruh laporan terkait tuduhan yang dilayangkan kepada Facebook dan Instagram.

Dirinya adalah manajer produk pada divisi penanganan disinformasi di Facebook.

Ia akhirnya menampakkan dirinya pada sebuah acara di stasiun televisi CBS yang bertajuk 'CBS'S 60 Minutes'.

Terkait tuduhnya terhadap Facebook, dirinya mengatakan bahwa ribuan dokumen yang dia bocorkan ke publik memperlihatkan sebuah fakta buruk tentang perusahaan milik Mark Zuckerberg tersebut.

Dikutip dari BBC bahwa Haugen telah keluar dari Facebook pada awal tahun ini setelah kesal terhadap cara kerja Facebook.

Baca juga: Instagram Kids Tuai Kritik, Facebook Tunda Pengembangan

Baca juga: Akun Facebook Eks Presiden Afghanistan Diretas, Postingan Pesannya Dukung Taliban

Namun sebelum ia keluar, dirinya menyempatkan untuk mengkopi memo dan dokumen internal dari Facebook.

Kopian tersebut ia bagikan ke Wall Street Journal dan telah dipublikasikan selama tiga minggu belakangan ini serta dokumen itu sering disebut sebagai "Facebook Files".

Pada dokumen tersebut memperlihatkan bahwa terdapat perlakuan yang berbeda terhadap selebriti, politisi, serta tokoh-tokoh penting yang menggunakan Facebook.

Logo Facebook dan Instagram.
Logo Facebook dan Instagram. (Kolase stickpng.com dan cdn.icons-icons.com)

Hal tersebut menunjukan tentang kebijakan yang telah diperbarui oleh Facebook ternyata dipraktikkan secara berbeda kepada tiap-tiap akun.

Kebijakan terbaru itu diimplementasikan lewat sebuah sistem yang dikenal dengan XCheck (pemeriksaan silang).

Bocoran dari dokumen tersebut juga memperlihatkan bahwa Facebook sedang menghadapi masalah hukum dari para pemegang saham.

Mereka menuduh pembayaran Facebook ke Komisi Perdagangan Amerika Serikat sebesar 5 miliar dolar AS atau Rp 71,2 triliun untuk menyelesaikan skandal Cambridge Analytica dianggap terlalu mahal.

Selain itu, mereka juga menganggap bahwa pembayaran tersebut dilakukan hanya untuk melindungi kewajiban Mark Zuckerberg sebagai tertuduh.

Akan tetapi dari sekian tuduhan yang harus dihadapi Facebook, politisi di Amerika Serikat lebih khawatir terhadap Instagram.

Baca juga: Belum 24 Jam Bintang Squid Game Lee Jung Jae Bikin Akun Instagram, Followers Capai 900 Ribu Lebih

Instagram yang merupakan milik Facebook telah diteliti oleh internal terkait permasalahan kesehatan mental yang dialami oleh penggunanya.

Riset internal yang dilakukan menemukan bahwa Instagram berdampak terhadap kesehatan mental remaja.

Namun, riset tersebut tidak pernah dipublikasikan ketika internal mereka sendiri menganggap bahwa Instagram adalah platform yang buruk untuk remaja.

Berdasarkan laporan yang didapat oleh Wall Street Journal (WSJ), 32% remaja perempuan menyatakan bahwa mereka merasa bahwa tubuhnya sangatlah buruk.

Sayangnya, Instagram dianggap membuat perasaan negatif remaja perempuan semakin parah.

Laporan yang diberikan oleh Haugen kepada WSJ tersebut membuat dirinya akan bersaksi pada jajak pendapat yang bertajuk "Protecting Kids Online".

Jajak pendapat itu mendiskusikan tentang riset terkait efek Instagram terhadap kesehatan mental pengguna remaja.

Bantahan pun dilakukan oleh pihak eksekutif dari Facebook pada minggu lalu dan bersaksi di depan anggota dewan Amerika Serikat bahwa bocoran tersebut gagal untuk menyorot efek positif dari platform (Facebook dan Instagram) kepada remaja.

Sementara itu, Haugen melihat adanya konflik kepentingan di tubuh perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 2004 tersebut.

"Terdapat konflik kepentingan antara apa yang baik untuk publik dan bagi Facebook."

"Facebook selalu memilih untuk mengoptimalkan kepentingannya," tegas Haugen.

Haugen menambahkan pula bahwa Facebook juga ikut andil dalam peristiwa kerusuhan di Gedung Putih pada Januari lalu.

Baca juga: Pendiri Facebook Beri Dana Segar ke Platform Aset Kripto Zipmex

Teknisnya, ia mengatakan bahwa Facebook mengaktifkan sistem keamanan untuk mengurangi disinformasi selama pemilu AS tetapi hanya sementara.

"Setelah pemilu selesai, Facebook kembali mematikan sistem keamanan tersebut atau mereka mengubah pengaturannya hanya dalam rangka untuk meningkatkan profitnya saja."

"Bagi saya, apa yang dilakukan Facebook adalah bentuk pengkhianatan atas demokrasi," ucapnya.

Terkait tuduhan atas kerusuhan di Gedung Putih, Wakil Presiden untuk Urusan Global, Nick Clegg menganggap bahwa itu adalah hal yang menggelikan ketika menganggap bahwa Facebook bertanggung jawab atas kerusuhan yang terjadi.

"Menurutku itu (kerusuhan di Gedung Putih) memberikan pemikiran yang salah kepada masyarakat untuk berasumsi bahwa terdapat penjelasan secara teknis atau teknologi terkait isu polarisasi politik di AS," jelasnya dikutip dari BBC.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Artikel lain terkait Facebook

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan