Resensi Buku
Dialektika Digital atau Imperialisme?
Sony Subrata dalam pengantarnya bahkan menyebut belum ada studi platform di Indonesia seperti yang dilakukan Gusdib.
Editor:
Hendra Gunawan
Di Indonesia, para penerbit tengah merancang strategi untuk menyusun undang-undang yang memberi perlindungan dan jaminan keberlangsungan jurnalisme demi menjaga ruh demokrasi. Dalam FGD (focus group discussion) yang diselenggarakan Dewan Pers akhir 2021, berbagai strategi menghadapi platform digital didiskusikan. Disimpulkan bahwa Indonesia harus segera menyusun versi ‘’publisher right’’ untuk menjaga eksistensi media nasional.
Buku ini cukup tebal dan tidak bisa dibaca sambil tiduran. Tetapi, Gusdib menulisnya dengan ringan dan lancar. Pengalamannya sebagai jurnalis membuat materi buku yang serius ini bisa disajikan dengan ringan tapi berbobot.
Buku ini lebih fokus pada perkembangan di Eropa, Australia, dan Amerika, sehingga tidak memberi perhatian kepada perkembangan di China. Sebagaimana perang dagang yang terjadi antara Amerika vs China, persaingan digital juga tengah terjadi antara dua negara. China menjadi the emerging forces dengan teknologi digital yang advance.
Amerika dan Eropa melakukan proteksi dengan mencekal teknologi digital China seperti yang terjadi dalam kasus teknologi 5G. Amerika dan Eropa mengeklaim diri sebagai kampiun perdagangan bebas. Tetapi, dalam banyak kasus mereka justru menerapkan kebijakan proteksionistis untuk melindungi kepentingannya.
Distraksi kecil pada buku ini terjadi pada pemuatan grafik dan gambar yang langsung direpro dari sumber aslinya tanpa digambar ulang. Akibatnya gambar tidak terlalu jelas, dan font yang terlalu kecil menyulitkan pembaca.
Dalam sebuah kesempatan Gusdib mengatakan dia bukan seorang sarjana digital. Buku ini disebutnya sebagai ijtihad untuk memberikan kontribusi kepada studi digital di Indonesia. Dalam tradisi Islam, ijtihad yang dilakukan seseorang akan mendapatkan dua pahala kalau hasilnya benar. Kalau hasilnya salah pun dia masih mendapatkan satu pahala.
Saya yakin Gusdib layak mendapatkan dua pahala. (Dhimam Abror Djuraid)