Badai PHK
Badai PHK Startup, Perusahaan Teknologi Diminta Jaga Tata Kelola Bisnis, Jangan Lagi Bakar Uang
Pandu Sjahrir meminta perusahaan rintisan di bidang teknologi untuk semakin serius dalam mengutamakan tata kelola perusahaan yang baik
Bhima menjelaskan, hampir sebagian besar startup yang lakukan PHK massal disebut sebagai ‘Pandemic Darling’ atau perusahaan yang meraup kenaikan GMV (Gross Merchandise Value) selama puncak pandemi 2020-2021. Karena valuasi-nya tinggi, maka mereka dipersepsikan mudah cari pendanaan baru.
Faktanya agresifitas ekspansi perusahaan digital ternyata saat ini tidak sebanding dengan pencarian dana baru dari investor.
Banyak investor terutama asing menjauhi perusahaan dengan valuasi tinggi tapi secara profitabilitas rendah, atau model bisnis nya tidak sustain (berkelanjutan).
Kemudian, fenomena overstaffing atau melakukan rekrutmen secara agresif jadi salah satu penyebab akhirnya PHK massal terjadi.
Banyak founder dan CEO perusahaan yang over-optimis, ternyata paska pandemi reda, masyarakat lebih memilih omnichannel bahkan secara penuh berbelanja di toko offline (hanya pembayaran pakai digital/mobile banking-transaksi dilakukan manual).
Akibat overstaffing biaya operasional membengkak dan menjadi beban kelangsungan perusahaan digital.
Lalu, perubahan regulasi punya efek terhadap kelanjutan lini bisnis raksasa digital terutama dibidang keuangan. Sejak adanya standarisasi QRIS, banyak pengguna dompet digital yang kembali ke mobile banking.
Beberapa perusahaan tidak mengantisipasi adanya perubahan cara main (level of playing field) dari regulasi sehingga menekan berbagai prospek pertumbuhan.
Pemerintah diminta harus mulai mengatur model bisnis e-commerce dan ride-hailing yang lakukan promo dan diskon secara besar-besaran untuk pertahankan market share, dampaknya persaingan usaha sektor digital menjadi kurang sehat.
Konsumen baru mungkin akan tergoda promo, tapi untuk terus menerus lakukan promo, sebenarnya suicide mission (misi bunuh diri) bagi startup.
Ketika pendanaan berkurang, sementara yang dikejar hanya valuasi, maka promo dan diskon menjadi jebakan keuangan.
Harusnya perusahaan digital lebih mendorong perlombaan fitur yang memang dibutuhkan oleh konsumen.
Bhima menyebut, pemerintah harus turun tangan memastikan korban PHK baik karyawan tetap maupun karyawan kontrak yang diputus masa kerja nya wajib mendapatkan hakhak sesuai peraturan ketenagakerjaan.
"Karena skala PHK-nya masif, Kementerian Ketenagakerjaan harus buat posko untuk menampung apabila ada hak pekerja yang tidak dibayar penuh, maupun ditangguhkan seperti pesangon dan sebagainya," ucapnya.
Pemerintah perlu mempersiapkan lapangan kerja baru, sebagai contoh korban PHK startup dapat diserap ke anak cucu BUMN.
"Hal ini untuk menghindari Hysteresis atau pelemahan keahlian karena korban PHK digital yang notabene adalah high-skill worker (keahlian tinggi) menganggur terlalu lama. Sementara Indonesia diperkirakan masih memiliki gap kekurangan 9 juta tenaga kerja di ekosistem digital," kata Bhima.