Jumat, 22 Agustus 2025

Wisata Yogyakarta

Mengenang Dahsyatnya Erupsi Merapi di Museum Sisa Hartaku

Rumah milik Sriyanto ini disulap menjadi sebuah museum sederhana yang dikenal dengan nama Museum Mini Sisa Hartaku.

Tribun Jogja/Hamim Thohari
Rangka sapi yang tewas akibat terkena awan panas. 

Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari

TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Erupsi dahsyat gunung Merapi 2010 yang lalu meninggalkan kesan yang begitu mendalam bagi warga lereng Merapi yang menjadi korbannya.

Letusan kala itu menyapu sejumlah desa yang ada di sisi selatan lereng Merapi, dan salah satunya adalah Dusun Petung, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Semua rumah di daerah tersebut hancur tersapu awan panas, termasuk rumah milik Watinem dan keluarganya.

Setahun paska erupsi, Sriyanto salah satu anak dari Watinem mencoba mengumpulkan sisa-sisa harta mereka yang rusak akibat letusan gunung Merapi.

"Saat itu anak saya mengumpulkan barang-barang yang tersisa dan diletakan di dalam rumah yang tinggal dindingnya saja," ujar Watinem.

Lebih lanjut dia menceritakan, awalnya pengumpulan barang tersebut ditujukan sebagai pengingat kepada anak-cucu mereka mengenai kedahsyatan letusan Merapi.


Bangkai motor yang terkena awan panas. (Tribun Jogja/Hamim)

Setelah sisa-sisa harta yang terkumpul cukup banyak dan mampu menarik banyak pengunjung, rumah milik Sriyanto tersebut disulap menjadi sebuah museum sederhana yang dikenal dengan nama Museum Mini Sisa Hartaku.

Di dalam rumah tersebut tersimpan sejumlah koleksi yang cukup lengkap.

Mulai dari bekas botol yang meleleh, dokumen - dokumen, peralatan rumah tangga, gelas, piring, uang logam yang meleleh, sendok yang juga sudah meleleh, komputer, televisi yang juga meleleh serta pakaian - pakaian yang sudah hangus sebagian.

Di bagian depan museum juga terpampang motor dan sepeda yang hangus terkena awan panas.

Masih di area depan, terdapat dua buah kerangka sapi milik Watinem dan anaknya yang juga mati terkena awan panas.

"Saat itu kami punya empat ekor sapi, dan semuanya mati," ceritanya.


Pengunjung Museum Sisa Hartaku. (Tribun Jogja/Hamim)

Koleksi yang tidak kalah menarik di museum tersebut adalah sebuah jam dinding yang menunjukan angka pukul 12 lebih 5 menit 40 detik hari Jumat 5 Nopember 2010.

Jam dinding yang ditemukan dalam posisi terbalik dibawah lapisan pasir merapi itu, mengabadikan saat awan panas menghancurkan kawasan ini.

Bekas rumah Sriyanto ini terbagi dalam beberapa ruangan, seperti ruang tamu, ruang tengah, dan dua buah kamar.

Di salah satu ruangan, pengunjung dilarang untuk memotret isi dalam ruangan.

Di ruangan tersebut terdapat batu akik, keris, senjata cakra, benda pusaka lainnya milik suami Watinem yang telah meninggal.

Gitar, gamelan, dan juga keyboard yang rusak karena erupsi juga dapat pengunjung saksikan di tempat ini.

"Dulu rumah ini juga dijadikan sebagai sanggar seni, sehingga gitar, keyboard, hingga gamelan," tambah Watinem.

Museum Mini Sisa Hartaku, saat ini menjadi tujuan wajib bagi wisatawan yang melakukan perjalanan wisata lava tour.

Setiap harinya tempat ini selalu ramai oleh pengunjung.

Meskipun demikian, pengunjung digratiskan untuk menikmati museum ini, hanya ada sebuah kotak dimana pengunjung bisa menyisihkan uang seikhlasnya untuk biaya perawatan.

Saat ini Watinem dan keluarganya tinggal di lokasi huntap (hunian tetap) yang berada di Dusun Glagah Wero, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

Lokasi dimana museum Mini Sisa Hartaku berada saat ini dilarang untuk ditempati.(*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan