Wisata Yogyakarta
Berwisata Sambil Belajar di Dusun Banyusumurup, Pusat Kerajinan Aksesoris Keris dari Bantul
Tidak hanya sekedar berwisata, mengunjungi desa ini akan banyak ilmu yang bisa anda peroleh mengenai senjata tradisional asli Indonesia.
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Berwisata saat ini bisa dilakukan dengan beragam jenis aktivitas.
Mengunjungi sentra-sentra kerajinan tradisional, bisa anda pilih jika ingin mendapatkan pengalaman yang berbeda saat berwisata.
Dusun Banyusumurup, Desa Girirejo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah sebuah desa yang telah lama dikenal sebagai sentra kerajinan sandangan/ aksesoris keris.

Proses pembuatan warongko. (Tribun Jogja/Hamim)
Tidak hanya sekedar berwisata, mengunjungi desa ini akan banyak ilmu yang bisa anda peroleh mengenai senjata tradisional asli Indonesia yang telah diakui oleh UNESCO ini.
Keris sendiri terdiri dari beberapa bagian, mulai dari bilah keris (adalah bagian utama dari sebuah keris, terbuat dari logam yang ditempa sedemikian rupa sehingga menjadi senjata tajam).
"Selain bilah keris, ada bagian lainnya seperti warangka, pendok, deder, dan mendak," ujar Sugiyono, satu diantara warga Banyusumurup yang merupakan pengrajin warangka/ rongko.
Lebih lanjut bapak dua orang anak ini menjelaskan, warangka sendiri adalah sarung keris yang terbuat dari kayu.
Dirinya memperoleh keahlian membuat warangka secara turun-temurun.
Untuk membuat bagian ini, kayu yang sering digunakan adalah kayu asem, sonokeling, timoho, cendana.

Memahat pendok. (Tribun Jogja/Hamim)
Dipilihnya kayu jenis tersebut karena memiliki tekstur dan warna yang indah.
Untuk menghasilkan sebuah warangka biasanya Sugiyono memerlukan waktu 1 hingga 2 hari.
"Warangka sendiri ada dua jenis, yakni gaya Solo dan Yogyakarta. Dari kedua jenis ini masih terbagi lagi dalam beberapa bentuk, seperti gayaman, branggah, dan wulan tumanggal," tambahnya.
Selain warangka, bagian lain dari keris adalah deder yang merupakan pegangan keris.
Bagian ini terbuat dari kayu dan jenisnya sama dengan yang digunakan untuk membuat warangka.
Masih ada juga mendak yang merupakan cincin yang terletak antara deder dan bilah keris.
"Bagian keris lainnya adalah pendok. Ini adalah lapisan yang melindungi warangka yang biasanya diukir. Pendok terbuat dari beberapa jenis logam, seperti tembaga, kuningan, perak hingga emas. Di sini juga banyak yang menjadi pengrajin pendok," ungkapnya.
Sugiyanto (51) adalah tetangga Sugiyono yang setiap harinya secara tlaten membuat pendok.
Dia juga memperolah kemampuan tersebut secara turun-temurun.
Memproduksi salah satu bagian dari senjata tradisional yang kaya akan filosofi Sugiyanto tidak boleh sembarangan.
"Ukiran yang ada di pendok sudah ada pakemnya. Untuk gaya Jogja ada beberapa motif seperti sidomukti, dan purbanegaran," ujar Sugiyanto. Dan pendok ini pun ada beberapa jenisnya, yakni blewah, bunton, dan slorokan.
Saat ini pendok dengan bahan dasar tembaga adalah yang paling banyak dipesan, karena harganya cukup terjangkau.
Sedang untuk pengerjaan, waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebuah pendok antara 1 hingga 10 hari, tergantung kerumitan dan bahan baku yang digunakan.
Untuk harga, Sugiyono mematok harga warangka mulai dari Rp.75 ribu, sedang untuk pendok Sugiyanto mematok harga Rp.200 ribu.
Kedua warga Banyusumurup ini juga melayani penjulan keris yang telah sepenuhnya jadi.
Selain Sugiyanto dan Sugiono, di desa tersebut terdapat puluhan pengrajin lain yang memproduksi beragam aksesoris keris.
Untuk sampai ke dearah ini bisa dijangkau dengan berjalan lurus ke selatan dari perempatan Terminal Giwangan.
Sesampainya di pasar Imogiri kemudian mengambil lajur kanan.
Sebelum komplek makam Raja-Raja di Imogiri belok kanan arah Mangunan, maju sekitar 200 meter ada pertigaan, ambil kanan lagi. Sebaiknya jangan ragu untuk bertanya agar tidak salah arah. (*)