Tokoroten, Mi Jeli Tradisional Jepang yang Dimakan dengan Satu Batang Sumpit
Kuliner tokoroten tercatat sejak zaman Heian (794–1185), menjadikannya salah satu kuliner tradisional Jepang yang bertahan melewati zaman.
Editor:
Choirul Arifin
Tokoroten, Mi Jeli Tradisional Jepang yang Dimakan dengan Satu Batang Sumpit
Oleh: Nazar Akagi *)
SEBAGAI pecinta kuliner Jepang, mungkin Anda sudah akrab dengan gurihnya ramen, kelembutan soba, atau kenyalnya udon yang tersaji di restoran-restoran Jepang di Jakarta maupun kota-kota besar lainnya di Indonesia. Namun, pernahkah Anda menjajal tokoroten?
Nama ini mungkin terdengar asing di telinga—sedikit aneh, bahkan memunculkan rasa ingin tahu, makanan macam apa gerangan ini?
Saya sendiri baru pertama kali mencicipi tokoroten di sebuah rumah makan kuno, tersembunyi di antara pegunungan Haruna, Prefektur Gunma di Jepang.
Kalau ditanya bagaimana rasanya mi ini, saat disantap mirip jeli, kenyal dan teksturnya lembut. Musim panas di Jepang membawa serta hidangan-hidangan menyegarkan, dan tokoroten (ところてん) adalah salah satunya.

Ringan, dingin, dan unik, makanan ini bukan hanya penghilang dahaga, melainkan juga lambang dari tradisi panjang dan kekayaan budaya kuliner Negeri Matahari Terbit.
Biasanya, tokoroten disajikan dalam mangkuk kecil yang agak datar, menyerupai tatakan gelas gaya lama. Di sudut mangkuk, kadang tampak gumpalan kecil wasabi—sentuhan halus yang menambah keunikan penyajiannya.
Jejak Sejarah Tokoroten
Tokoroten adalah mi jeli bening yang berasal dari agar-agar—hasil olahan rumput laut bernama tengusa (Gelidium amansii). Pembuatannya dimulai dengan merebus rumput laut ini hingga sari alaminya larut sepenuhnya.
Setelah cairan tersebut didinginkan, ia mengeras menjadi jeli, lalu ditekan menggunakan alat khusus bernama tokoroten-tsuki yang membentuknya menjadi helai-helai mi tipis.
Hasil akhirnya adalah jeli transparan berbentuk mi yang nyaris tak berasa alias hambar, tetapi menyimpan potensi rasa luar biasa ketika dipadukan dengan saus dan topping yang sesuai.
Tentu saja, ini versi rasa menurut lidah orang Jepang. Bagi saya pribadi, teksturnya maupun rasanya terasa agak aneh saat pertama kali dicoba.

Namun, ketika diberi taburan topping dan saus khas Jepang, rasa gurihnya mulai terasa. Karena saya penggemar pedas, saya tambahkan sedikit boncabe yang saya bawa dari tanah air.
Hasilnya? Makin mantap, dengan sensasi pedas yang membangkitkan selera. Dua mangkuk sekaligus saya santap. Tapi sekali lagi, ini masalah selera lidah masing-masing.
Sosok Fanny Kondoh, Istri Almarhum Petinggi Marugame Udon, Kini Hamil saat Suami Sudah Meninggal |
![]() |
---|
4 Makanan Ikonik Jepang yang Ternyata Berasal dari Negara Lain: Apa Saja? |
![]() |
---|
10 Pengalaman Unik yang Hanya Bisa Kamu Dapatkan Saat Liburan ke Jepang |
![]() |
---|
Hotman Paris Ajak Pegi Setiawan Bertemu di Jakarta, Kuasa Hukum Pegi Minta Kapolda Jabar Dicopot |
![]() |
---|
BPOM Denmark Tarik 3 Varian Mi Samyang Asal Korea Selatan karena Terlalu Pedas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.