Tribunners / Citizen Journalism
Wacana Pemindahan Ibukota
Indramayu Ibukota Indonesia, Wow!
blusukannya memperlihatkan kantong mata duka yang kian menebal.
Editor:
Rachmat Hidayat
Sekitar abad ke-8 SM, ikhwal ini juga pernah melanda Manuwara (Indramayu). Era itu, bumi merotasi pada pusaran air bah. Dalang wayang purwa mewartakan dalam kalimat menyentak, "Sperma jagad raya menjadi air bah untuk mematikan para pendosa." Dan, yang membuat saya mantuk-mantuk ternyata teks Rajungan Mletek sungguh sangatlah cetar.
"Segara umbel lendir banyu urip/sigra cret blarat muncrat/ manjing ning sjroning gua garba./Semedot bhumi/rainira kelelep cegut cegut. /Srengenge kleyar kleyor/Lintang alit dadi silit/Sawiji tan hana urip/Mung Manu tinemu kebagjan/Tinandur suci/Giut giut manjing rajungan mletek" (Lautan sperma bersegera muncrat-muncrat memasuki gua garba jagad raya bergenitika wanita.
Lihat air bah menyedot seisi bumi. Para pendosa ditelan air bah. Matahari meredup. Bintang tampak melengkung malu-malu. Tidak ada satupun yang hidup. Hanya sosok manusia suci bernama Manu besua kebahagiaan. Bagai pohon suci. Terselamatkan ikan rajungan mletek).
Cerita air bah Manuwara ini mirip cerita Ziusudra dalam bahasa Sumeria. Konon, jagad raya meminta agar Ziusudra membangun kapal besar sebagai hadiah keabadian untuk para dewata. Ziusudra sempat ragu. Akan tetapi, setelah berendam di sungai Chi Man Noh (baca Cimanuk) bersama Manuwara mendapatkan asupan berita langitan bahwa bumi akan ditelikung banjir bah. Untuk itu perlu kapal yang akan mengarungi air bah.
Ziusudra membuat perahu! Saat air bah menutupi bumi, Ziusudra bersama umatnya dan tentu saja sambil membawa sang arsitek kapal Manuwara berlayar menuju Chi Man Noh. Kapal buatan Manuwara mendarat di Gunung Nizir. Ada yang berpendapat di Pegunungan Corcyræan di Armenia. Sementara sejarahwan abad ke-3 Eusebius lebih meyakini bahtera perahu itu mendarat di gunung Tangkup Prahara (baca Tangkuban Perahu).
Indramayu Ibukota Indonesia? Hm, tentu ini wow! Kenapa? Manuwara (baca Indramayu) lebih memiliki makna manusia kawruh sedurung winarah. Demi masa yang telah berputar pada ruangnya, Manuwara adalah majasi, metafor, perumpamaan ketika manusia betawaf menjadi pendakwah berketuhanan pada zamannya. Manuwara bisa jadi sosok Prabu Puntodewo atau kerap disebut Yudhistira. Adalah ambarang wayang yang berkelana alirkan dakwah.
Ia wow banget. Simak, Puntadewa seperti juga Manuwara-dan tentu saja Tandi Skober- selalu bertutur santun dan lembut. Ia selalu menunduk tiap kali tapak kakinya melangkah pelan. Tidak aneh manakala Puntodewo kerap disebut Kun Ta Da'iyan, yang bermakna orang yang selalu berdakwah.
Ah, andai SBY membaca opini ini, tentu dalam anganku Staf Khusus Presiden Velix Wanggai akan menelpon, "Dikmas Tandi, presiden mengapresiasi usulan ini. Hanya saja dari ruang murung kramat tunggak kerapkali ada cerita tentang citra wanita Indramayu yang tak elok.
Sumber: Tribun Jabar
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.