Minggu, 24 Agustus 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Satinah Divonis Hukuman Mati

Negara Bertanggungjawab atas Ancaman Hukuman Mati Satinah

Ancaman hukuman mati kembali dialami buruh migran Indonesia khususnya buruh migran perempuan.

Editor: Rachmat Hidayat
Tribunnews/Herudin
Foto aktivis organisasi buruh dan lembaga non pemerintah serta warga melakukan aksi bebaskan Satinah, tenaga kerja wanita yang terancam hukuman mati di Arab Saudi, di bundaran HI, Jakarta Pusat, Selasa (1/4/2014). Aksi yang diisi dengan menyalakan lilin dan doa bersama ini untuk mendesak pemerintah Indonesia membebaskan Satinah serta 265 buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Sayangnya belum terlihat adanya mekanisme yang mampu mencegah penghentian kekerasan dan pelanggaran hak-hak  buruh migran. Padahal, tindak kekerasan yang dilakukan buruh migran Indonesia seringkali terpaksa dilakukan untuk membela diri dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh majikan atau pihak lainnya.

Kondisi kekerasan yang dialami buruh migran diperparah dengan terisolasinya buruh migran dari lingkungan luar terutama di Arab Saudi.

Mereka seringkali tidak diperbolehkan ke luar rumah dan dilarang berkomunikasi, sehingga tidak mempunyai akses untuk mengadukan tindakan kekerasan dan pelanggaran hak yang dia alami.

MoU  yang dilakukan pemerintah Indonesia dan Arab Saudi, hanya bersifat kesepakatan tanpa adanya mekanisme yang tegas dalam bentuk sanksi yang memastikan ketentuan-ketentuan di dalam kesepakatan tersebut dijalankan oleh kedua Negara.

Kondisi yang dialami oleh Buruh Migran, khususnya perempuan,  tidak hanya terjadi di Negara tujuan, tetapi juga banyak terjadi di Negara asal, yaitu Indonesia. Karena itu, SP secara terus menerus memperjuangkan dan menyuarakan berbagai kekerasan dan pelanggaran hak yang dialami buruh migran dan keluarganya.

 Ratifikasi Konvensi Migran 1990 dan CEDAW harus diikuti dengan harmonisasi peraturan perundang-undangan lainnya, agar perlindungan dan pemenuhan hak Buruh Migran dan keluarganya dapat terwujud.

Untuk itu, Solidaritas Perempuan menuntut pemerintah untuk segeramewujudkan perlindungan yang komprehensif bagi Buruh Migran dan keluarganya dengan:

1.     Bahas dan sahkan Revisi UU No 39 Tahun 2004 dengan menjamin hak-hak Buruh Migran sebagaimana termuat di dalam Konvensi Migran 90, CEDAW, dan Konvensi ILO No. 189
2.     Ratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak PRT
3.     Bahas dan sahkan UU Perlindungan PRT yang mengaku Pekerja Rumah Tangga sebagai Pekerja dengan hak-hak dan kondisi kerja layak, serta benar-benar melindungi Pekerja Rumah Tangga baik di dalam maupun di luar negeri
4.     Membangun mekanisme pencegahan, pengawasan dan pendampingan untuk menjamin perlindungan hak bagiBuruh Migran di dalam dan luar negeri.
5.     Penyelesaian kasus Satinah dan kasus-kasus Buruh Migran lainnya yang berhadapan dengan hukum secara tuntas dan memastikan perlindungan dan pemenuhan hak mereka terpenuhi.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tags
Satinah
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan