Kamis, 18 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Hakim Cepi Iskandar Memiliki Niat Untuk Memotong Matarantai Keterlibatan Setya Novanto

Pertimbangan hukum dan amar putusan hakim praperadilan, Cepi Iskandar, dalam perkara Setya Novanto, akan berimplikasi merusak pola, sistem dan strateg

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Hakim tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang putusan praperadilan Setya Novanto terhadap KPK terkait status tersangka atas kasus dugaan korupsi KTP elektronik di Pengadian Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2017). Hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan permohonan praperadilan Setya Novanto dan memutuskan penetapan tersangkanya oleh KPK dianggap tidak sah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Lalu apa yang salah dari KPK dengan pola ini? Apakah hanya demi seorang Setya Novanto, lantas Hakim Cepi Iskandar harus merusak sistim, pola dan strategi penyidik di seluruh Indonesia dengan segala akibat hukumnya?

Bagi KPK tugas menemukan bukti permulaan yang cukup (sekurang-kurangnya dua alat bukti) adalah spenuhnya menjadi tugas penyelidik pada tahap penyelidikan, karena pada tahap penyelidikan itulah KPK berwenang menentukan apakah penyelidikan ditingkatkan atau dihentikan, karena sangat tergantung kepada ditemukan atau tidaknya sekurang-kurangnya dua alat bukti untuk menyangka seseorang sebagai pelaku tindak pidana.

Dengan kata lain pematangan tentang sekurang-kurangnya dua alat bukti sebagai bukti permulaan yang cukup dan siapa calon tersangka, berada pada tahap penyelidikan, maka KPK berwenang menghentikan atau melanjutkan Penyelidikan (pasal 44 UU No 30 Tahun 2002 Tentang KPK).

Berdasarkan ketentuan pasal 16 dan 17 KUHAP jo pasal 44 UU KPK, penyelidik KPK berwenang melakukan penangkapan terhadap Setya Novanto dan menyerahkan kepada KPK untuk diberi status tersangka dan ditahan demi kepentingan penyidikan dan penuntutan.

Di sini nampak jelas bahwa KPK belum menggunakan seluruh wewenangnya karena masih menjaga martabat dan kehormatan lembaga DPR RI karena apapun reputasi Setya Novanto dia adalah Ketua DPR RI dan Ketua Umum DPP Golkar.

Dengan demikian maka pandangan Hakim Cepi Iskandar bahwa KPK tidak menjaga harkat dan martabat Setya Novanto, karena tidak dilakukan diujung penyidikan, adalah tidak benar.

KPK dapat mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Setya Novanto sebelum dikeluarkannya surat perintah penyidikan No.Sprin.dik-56/01/07/2017, tanggal 17 Juli 2017, namun kewenangan itu tidak digunakan dan itu sah-sah saja demi menjabat martabat seseorang.

Apa yang harus dilalukan oleh KPK terhadap Setya Novanto pascaputusan Praperadilan, mengingat secara de fakto status tersangka Setya Novanto sudah dibatalkan dan penyidikannya dihentikan berdasarkan putusan Hakim Cepi Iskandar.

Yang harus dan perlu dilakukan segera oleh Penyelidik KPK adalah menggunakan wewenangnya menangkap Setya Novanto pada saat hendak meninggalkan rumah sakit, untuk selanjutnya dibawa ke KPK guna menghadapi pemeriksaan selama 1 x 24 jam dan bersamaan dengan itu dikeluarkan sprindik dan status tersangka baru untuk ditahan, sebagai pemenuhan terhadap Putusan Hakim Cepi Iskandar.

KUHAP maupun UU Tipikor, tidak memberikan batasan apakah Penetapan Tersangka seseorang itu harus di awal atau di ujung penyidikan, karena hal itu sepenuhnya merupakan wewenang dan pertimbangan subyektif Penyidik sebagai bagian dari strategi penyidikan dan bergantung kepada ditemukannya sekurang-kurangnya dua alat bukti sebagai bukti permulaan yang cukup.

Apalagi antara penyelidikan dan penyidikan tidak dapat dipisahkan, karena di tahap penyelidikan, penyelidik dibebankan oleh UU harus menemukan sekurang-kurang dua alat bukti untuk menyangka siapa kira-kira sebagai pelakunya dengan kewenangan melakukan pemeriksaan saksi, penyitaan alat bukti, penggeledahan, penangkapan dan sebagainya, bahkan bisa menghentikan penyelidikan.

Karakteristik penyidikan KPK, bergantung kepada hasil penyelidikan dari penyelidik, sebagimana diatur dalam Pasal 44 UU No 30 Tahun 2002 Tentang KPK, yang mensyaratkan penyelidik KPK menemukan "bukti permulaan yang cukup" sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti adanya dugaan tindak pidana korupsi (kecuali OTT).

Jika pada tahap penyelidikan, penyelidik tidak menemukan "bukti permulaan yang cukup" KPK menghentikan penyelidikan.

Dengan demikkan terdapat perbedaan karakteristik penyelidikan dan penyidikan di Kepolisian/Kejaksaan dengan di KPK, dimana di Kepolisian atau Kejaksaan Penyidikan dapat dihentikan dengan SP3.

Alasan Hakim Cepi Iskandar bahwa alat bukti untuk terdakwa Irman, Sugiharto dan Andi Narogong tidak bisa dipakai oleh KPK untuk memeriksa dan menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka, juga tidak memiliki landasan hukum, dari mana argumentasi itu muncul dibenak Hakim Cepi Iskandar?

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan