Sabtu, 11 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Menjadi Kader “Tukang” HMI

Dalam Dies Natalis I HMI 1948, Jenderal Besar Sudirman mengartikan HMI sebagai “Harapan Masyarakat Indonesia” yang terkenal hingga saat ini.

Editor: Hasanudin Aco
net
Logo HMI 

Tak seperti tukang, tidak perlu pelatihan khusus karena kecakapan yang diraihnya cukup mendampngi tukang senior, belajar otodidak membuat (make) dan bukan menjadi (become).

Dikalangan partai politik, seseorang yang baru saja diangkat sebagai ketua partai pada level tertentu bahkan tingkat paling tinggi pun dikatakan “kader”, padahal yang bersangkutan belum pernah mengikuti pola perkaderan apapun dalam partai.

Jangan heran jika menemukan seorang pimpinan partai tertentu hari ini berjaket warna merah, dilain waktu sudah berubah menjadi kuning atau biru. Karena partai baru dapat membuat “tukang” belum mampu menjadi “kader”.

Demikian halnya di HMI, ratusan bahkan ribuan mahasiswa, baru menjadi pengurus “tukang urus” kelembagaan HMI tetapi belum menjadi kader HMI yang dapat menjadi ujung tombak dan tulang punggung organisasi yang memiliki visi kedepan dan dapat melakukan social engineering, kualitas keilmuan, komitmen dalam memperjuangkan kebenaran, dan memahami nilai dasar perjuangan (NDP) dalam mentransformasikan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan sebagai nilai yang inheren dalam kehidupan pribadi kader baik sebagai mahasiswa maupun warga negara.

Menjadi “tukang” tidak perlu visi, yang penting terpenuhi gizi. Tak perlu pemahaman nilai-nilai, mereka hanya butuh angka-angka untuk melanjutkan hidup dan bukan cita-cita seperti rumusan HMI, kader insan cita.

Menjadi kader insan cita penuh bentangan aral, berlimpah air mata kesedihan dan tantangan berat; membaca buku, mengikuti pengajian dan diskusi serta pelatihan informal perkaderan.

Di HMI, perkaderan sudah tertata dengan baik. Secara konsepsi, rekrutmen kader, pembentukan kader, pengembangan kader hingga distribusi pengabdian dan arah kader HMI telah tersusun secara sistematis dalam satu pola perkaderan untuk mencapai tujuan HMI.

Pola perkaderan HMI tersebut telah melahirkan tokoh nasional dan internasional dalam kepemimpinan pelbagai profesi dan bidang. Dari guru ngaji hingga guru besar dan dari usaha kecil hingga konglomerasi. Bahkan, HMI pun memproduksi kader anti-korupsi sekaligus koruptor.

Kongres para “Tukang”

Tanggal 9-13 Februari 2018, akan digelar Kongres XXX HMI di Kota Ambon, Maluku, dengan tema “Meneguhkan Kebangsaan Wujudkan Indonesia Berkeadilan”.

Saya belum menemukan apa alas pikir dan analisis genuine para perumus tema kongres kali ini. Biasanya, ada penjelasan yang melatar belakangi sehingga tema tersebut dipilih dan disepakati dilevel Steering Committee (SC).

Belakangan ini, spektrum jelajah berpikir kader HMI, khususnya ditingkat pengurus besar belum mewarnai poros pemikiran dikalangan mahasiswa bahkan kecenderungannya lebih banyak memilih menjadi “kopral” di DPR sebagai tenaga ahli (TA) anggota dibandingkan fokus di kepengurusan dan melanjutkan kuliah.

Tak jarang, mereka masuk pengurus besar hanya loncatan untuk menjadi kopral di DPR.

Akibatnya, pelbagai aksi kepentingan elite politik menggunakan TA yang juga pengurus besar atau mantan pengurus memakai atribut HMI untuk memuaskan nafsu tuannya karena bekerja sebagai kopral politik di Senayan seperti dalam kasus aksi kebhinekaan yang dikenal dengan aksi 412.

Perilaku pengurus seperti ini bukan tipikal kader HMI yang merawat independensinya tetapi “tukang” di HMI.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved