Tribunners / Citizen Journalism
Membangun Karakter Generasi Milenial
Bila mau menghancurkan suatu bangsa, maka hancurkanlah karakter generasi mudanya. Itulah adagium yang berlaku universal sampai hari ini.
Bila jumlah penduduk Indonesia mencapai 260 juta jiwa, maka keberadaan generasi milenial lebih dari sepertiganya. Alhasil, bila generasi milenial berhasil “dilumpuhkan”, maka lebih dari sepertiga penduduk Indonesia pun “lumpuh”.
Melihat karakteristiknya, tentu tak mudah bagi kita untuk memasuki dunia generasi milenial, apalagi bila hendak menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam rangka membangun karakter mereka. Diperlukan pendekatan yang tepat dan menyenangkan (fun) untuk membangun karakter generasi milenial.
Sementara itu, tantangan dan ancaman yang dihadapi generasi milenial saat ini, dan yang bisa menghancurkan karakter mereka, antara lain adalah narkotika dan zat-zat berbahaya lainnya (narkoba), pornografi dan pornoaksi, hoax (berita palsu), dan hate speech (ujaran kebencian).
Data Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah pecandu narkoba di Indonesia mencapai 5 juta orang. Sebanyak 50 orang di Indonesia setiap hari tewas karena narkoba. Data Bea dan Cukai, Januari-Juni 2018 ada 205 kasus narkoba dengan penindakan barang bukti seberat 3,629 ton yang masuk ke Indonesia. Mencengangkan bukan?
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan adanya peningkatan kasus pornografi dan kejahatan siber atau cyber crime yang melibatkan anak.
Peningkatan ini tak terlepas dari pengaruh dunia digital, khususnya media sosial (medsos) seperti Facebook (FB), Twitter, WhatsApp (WA) Instagram dan sebagainya.
Pada 2012, jumlah kasus pornografi dan kejahatan siber yang melibatkan anak tercatat 175 kasus. Jumlah ini meningkat menjadi 247 kasus pada 2013 dan menjadi 322 kasus pada 2014.
Pada 2015, kasus pornografi dan kejahatan siber yang melibatkan anak menduduki posisi keempat terbanyak dalam klaster perlindungan anak dengan jumlah 463 kasus. Pada 2016, posisi klaster pornografi dan kejahatan siber naik menjadi peringkat ketiga dengan 587 kasus. Tahun 2017 tercatat ada 514 kasus.
Data Kementerian Komunikasi dan Informasi, ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar hoax. Adapun hate speech, termasuk yang bernuansa suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA), sepanjang tahun 2017, Polri menangani sedikitnya 3.325 kasus ujaran kebencian.
Untuk meng-counter atau melawan tantangan dan ancaman tersebut, penanaman nilai-nilai agama serta nilai-nilai dari empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mutlak diperlukan.
“Empan-Papan”
Bagaimana semua nilai itu bisa ditanamkan? Sekali lagi, menghadapi generasi milenial diperlukan pendekatan yang tepat dan menyenangkan (fun). Lantas, pendekatan semacam apa yang tepat?
Di luar pendidikan karakter di sekolah, penulis istilahkan sebagai metodologi “empan-papan”. “Empan” atau umpan yang disesuaikan dengan “papan” (tempat, situasi dan kondisi). Pendekatan dogmatis tak cocok lagi bagi generasi milenial.
Misalnya, karena generasi milenial salah satu karakteristiknya perlu “me time” (waktu untuk aku atau diri sendiri), dan itu antara lain diwujudkan dengan “nongkrong” atau “kongkow” di kafe-kafe, maka di meja kafe atau daftar menu serta running text di televisi perlu disisipkan pesan-pesan moral dan agama, serta nilai-nilai empat pilar kebangsaan, antara lain “jaga kebersihan, karena kebersihan sebagian dari iman”; “say no to drug”; “hidup sehat tanpa narkoba”; “pilihan politik boleh beda, kerukunan tetap dijaga”; “jarimu harimaumu”; “cintailah negerimu seperti mencintai pacarmu”; “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”; dan sebagainya.
Begitu pun di bioskop-bioskop. Pemutaran-pemutaran film yang diminati remaja atau generasi milenial semestinya menyisipkan muatan atau konten pendidikan karakter melalui running text di layar lebar yang berisi ungkapan-ungkapan seperti tersebut di atas.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.