Kamis, 21 Agustus 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Kolom Anwar Hudijono

Antara Pak Jakob, Pak Malik dan Muhammadiyah

Lantaran keakraban mereka pula Pak Jakob diundang menjadi narasumber di Tanwir Muhammadiyah di Denpasar, Bali.

Editor: Achmad Subechi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petugas membawa peti jenazah almarhum Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama untuk disemayamkan di Kantor Kompas Gramedia, Jakarta, Rabu (9/9/2020) malam. Jakob Oetama meninggal dunia di usia 88 tahun setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara akibat gangguan multiorgan, dan rencananya akan dimakamkan di TMP Kalibata pada Kamis (10/9). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Oleh: Anwar Hudijono*

“Saya di Universitas Muhammadiyah Malang ini merasa at home,” kata Pak Jakob Oetama.

Pak Jakob menyampaikan itu kepada saya dalam perjalanan semobil saat hendak meninggalkan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Salah satu yang membuat beliau kagum dengan UMM, bukan hanya kampusnya yang megah dan eksotik, tapi sistem nilai yang hidup di UMM.

Antara lain, nilai kejuangan, kerja keras dan ikhlas. Para pendirinya tidak menjadikan kampus sebagai aset pribadi dan warisan keturunannya.

Ungkapan beliau yang tulus ini menjadi titik hubungan batin yang kuat dan mendalam antara Pak Jakob dengan Muhammadiyah.

Pada hari Selasa (8/9/2020) saya menulis artikel berjudul, Malik Fadjar, Sumur Tanpa Dasar Taman Laut Tanpa Tepi.

Tulisan ini dimuat di belasan media on line. Di media PWMU.co judulnya diganti, Malik Fadjar, Politisi Tanpa Partai: Berpolitik di Atas Medan Partai.

Tulisan itu saya dedikasikan atas wafatnya Bapak Prof Abdul Malik Fadjar MSc, mantan Mendiknas dan Menteri Agama, Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), pada Senin (7/9/2020).

Di dalam tulisan saya ini antara lain saya menulis hubungan yang sangat baik antara Pak Malik dengan Pak Jakob.

Berikut ini saya cuplikkan sebagian tulisan itu:

Saya berpandangan Pak Malik itu laksana mutiara yang masih tertimbun lumpur. Sebagai wartawan saya memiliki peluang untuk mengangkat mutiara tersebut. Eman-eman jika cahaya mutiara itu tetap terpendam.

Lantas saya coba melalui Kompas. Seingat saya, pemikiran Pak Malik yang saya angkat pertama kali di Kompas adalah tentang bangsa ini terjebak pada formalisme kosong.

Pemikiran ini sebenarnya berisi keprihatinan yang mendalam atas kesalahan arah pembangunan. Sekaligus kritik yang sangat keras.

Suatu yang sangat penuh risiko di masa Orde Baru. Pak Malik bukan tidak menyadari risiko itu. Tapi bagi beliau, risiko adalah bagian dari perjuangan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan