Senin, 1 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Tahun Baru 2020

Catatan Akhir Tahun Almisbat 2020: 'Tahun Vivere Pericoloso'

Pandemi Covid-19 mengawali masa abnormal di berbagai bidang dan diperkirakan masih akan dirasakan pada tahun-tahun mendatang.

Hootsuite Blog
kalender 2020 

Intoleransi sebagai gagasan dan tindakan merupakan ekspresi yang sangat menghina nilai-nilai kemanusiaan universal.

Hingga saat ini, intoleransi masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Bahkan, tensinya cenderung meninggi setidaknya sejak momen politik Pilkada DKI Jakarta 2017.

Kasus pembunuhan jemaat gereja di Sigi, Sulawesi Tengah pada November 2020 lalu merupakan salah satu catatan kelam dalam persoalan tersebut. Tanpa komitmen pemerintah, tidak ada jaminan bahwa persoalan ini akan selesai dalam waktu singkat.

Merespon kecenderungan tersebut berbagai organisasi masyarakat sipil kerap meminta Presiden Jokowi merealisasikan janji kampanyenya untuk mengatasi kasus-kasus intoleransi dan membawa para pelakunya ke jalur hukum.

Persoalan intoleransi adalah banyaknya kasus yang tidak selesai pada masa sebelumnya. Di sisi lain pemerintah saat ini masih harus menghadapi kasus-kasus baru yang terus bermunculan.

Jika persoalan ini terus berlarut tanpa ada penyelesian yang tuntas, fenomena ini potensial memunculkan gesekan sosial yang eskalatif dan membahayakan integrasi nasional.

Intoleransi jelas melanggar kebebasan sebagai hak dasar, bertentangan dengan konstitusi serta merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa.

Yang patut dicermati adalah masuknya pandangan/sikap intoleran ke dalam tubuh birokrasi dan BUMN, sebagaimana yang dikutip oleh berbagai studi belakangan ini.

Patut diduga bahwa masuknya anasir-anasir itu ke dalam dua institusi tersebut sesungguhnya memiliki agenda untuk menghalangi proses reformasi birokrasi yang gencar dilakukan di era pemerintahan Jokowi dengan menggunakan isu agama.

Lebih dari itu, sikap intoleransi potensial berkembang menjadi radikalisme yang akhirnya berujung pada terorisme.

Oleh karena itu, terorisme merupakan puncak tertinggi dari sikap intoleran. Sebagaimana diketahui, terorisme merupakan suatu bentuk kejahatan publik yang menimbulkan berbagai efek destruktif hingga kematian.

Oleh karenanya, banyak pihak menyatakan bahwa lebih baik menangkal intoleran sejak awal sebelum paham itu “naik kelas” menjadi radikalisme dan terorisme.

Di tahun 2020 beberapa organisasi masyarakat sipil mencatat bahwa kasus-kasus intoleransi dan ujaran kebencian masih terus berlangsung.

Sejak era pertama Presiden Jokowi hingga September 2020, Setara Institute menyatakan bahwa terdapat 157 pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan terutama terhadap pemeluk agama minoritas.

Beberapa tahun belakangan ini ormas ormas pelaku kekerasan yang mengatasnamakan agama telah mengganggu ketenangan masyarakat. Bahkan tindakan mereka sudah pada taraf mengancam demokrasi. Persoalan ini memang jadi pekerjaan rumah dan tantangan yang cukup pelik, namun sekaligus membutuhkan keberanian untuk menyikapinya.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan