Tribunners / Citizen Journalism
Kinerja Jokowi
Menepuk 'BEM' di Dulang, Terpercik 'Rektor' Sendiri
"Air" itu Badan Eksekuif Mahasiswa (BEM) dan "muka" itu Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro.
Editor:
Hasanudin Aco
Adapun pihak Rektorat UI diduga melanggar prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 24 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 4 ayat (1) menyebutkan pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
Pendidikan tinggi juga wajib menjujung kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 UU Sisdiknas.
Mengapa pihak Rektorat UI memanggil BEM untuk klarifikasi? Kritik bernada satir itu dinilai melanggar aturan.
Kepala Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI Amelita Lusia menjelaskan bahwa pihak UI sangat menghargai kebebasan menyampaikan pendapat. Namun, katanya, pendapat tersebut mestinya disampaikan sesuai aturan yang ada. Kendati demikian, Amelita tidak menunjuk aturan mana yang dilanggar BEM UI.
Pemadam Kebakaran
Menyadari riuhnya reaksi publik, Presiden Jokowi hadir dan seakan menjadi pemadam kebakaran. Sambil tersenyum, Jokowi mengaku sudah terbiasa dikritik.
Jokowi menilai sebutan "king of lip service" sama seperti julukan plonga-plongo, klemar-klemer, otoriter, bapak bipang, dan sederet label lain yang pernah ia terima.
Jokowi menilai BEM UI sedang belajar menyampaikan pendapat. Sebab itu ia tak ingin menanggapi kritik itu secara berlebihan.
Jokowi juga meminta semua pihak tak berlebihan menanggapi kritik "king of lip service". Jokowi berpesan kepada UI agar tak menghalangi kebebasan berekspresi para mahasiswanya. Namun Jokowi juga mengingatkan kita ini punya budaya sopan-santun.
Apakah kritik yang disampaikan BEM UI itu tidak santun? Nisbi!
Memang, sesuatu yang baik jika disampaikan dengan cara yang kurang baik, hasilnya bisa jadi kurang baik pula.
Kritikan yang baik jika disampaikan dengan diksi yang kurang baik, hasilnya bisa jadi kurang baik. Begitu pentingnya sebuah kemasan.
Ini terbukti dari kritikan yang disampaikan BEM UI itu. Jokowi tersirat tidak nyaman. Kalau nyaman, ia tak akan tersenyum sebelum menanggapi meme BEM UI itu.
Lihat saja senyum "The Smiling General" Soeharto. Seperti Pak Harto, Jokowi pun tipikal pemimpin Jawa yang tidak ingin terlihat berkonfrontasi di depan.
Namun, yakinkah kita jika kritikan itu disampaikan dengan diksi yang santun maka akan mendapat perhatian luas dari publik, apalagi Presiden?
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.