Rabu, 27 Agustus 2025

Video Populer Pekan Ini

Miris, Pasien BPJS Disuruh Pulang Meski Masih Terbaring Sakit

Pria yang didiagnosa menderita kanker di bagian perutnya ini diminta untuk pulang dalam kondisi belum sembuh sama sekali.

Editor: Mohamad Yoenus

Laporan Wartawan Tribun Medan, Abul Muamar

TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Pelayanan kesehatan yang mengecewakan terhadap pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, kembali terulang di Medan.

Kali ini menimpa Marthin Simatupang (73 tahun) di RS Santa Elisabeth, Medan.

Pria yang didiagnosa menderita kanker di bagian perutnya ini diminta untuk pulang dalam kondisi belum sembuh sama sekali.

Bahkan Marthin hanya bisa terbaring tak berdaya.

Pantauan www.tribun-medan, Selasa (8/3/2016) malam, di ruangan tempat Marthin dirawat, keadaan Marthin sangat lemah.

Tubuhnya nampak sangat kurus hingga bisa dilingkarkan dengan jari telunjuk dan jempol. Ia bahkan sulit untuk sekadar bersuara dan makan.

Para anggota keluarga Marthin, istrinya, dua anak dan seorang menantunya, pun cemas karena Marthin dinyatakan harus pulang dalam kondisi yang sangat lemah.

Mereka tampak panik dan bingung dengan keputusan yang diambil terhadap Marthin.

Berkali-kali mereka terlihat mencoba mencari solusi agar Marthin tetap dapat dirawat tanpa harus rawat jalan (pulang).

Marlina, cucu Marthin yang turut menemaninya di rumah sakit, mengaku kecewa atas keputusan yang menyatakan Marthin harus pulang.

"Padahal lihatlah sendiri. Opung (kakek) kami belum sembuh sama sekali," kata Marlina dengan suara tersedan karena melihat kondisi kakeknya.

Yang membuat pihak keluarga bingung, tidak ada pihak yang bertanggungjawab atas keputusan yang menyatakan Marthin harus pulang.

 Awalnya, dokter yang menangani Marthin, dr LS, yang meminta agar Marthin pulang karena arahan dari BPJS Kesehatan karena perobatan Marthin telah mencapai limit biaya.

Selanjutnya pihak keluarga mengonfirmasi hal tersebut, namun disanggah oleh pihak BPJS Kesehatan.

Baik pihak BPJS Kesehatan, manajemen rumah sakit, maupun dokter yang menangani, sama-sama tak mengakui memerintah pasien untuk pulang.

Akan tetapi, meski mereka tak ada yang mengaku, pasien tetap dinyatakan harus pulang.

"Pertama dokter bilang harus pulang, katanya disuruh BPJS. Terus kami tanya sama orang BPJS. Orang BPJS bilang, 'Kami gak ada nyuruh pulang'. Terus kami tanya lagi sama dokternya, dokternya bilang, 'Nggak ada, ah, saya suruh pulang', kata Marlina.

"Akhirnya kami bingung, siapa sebenarnya yang nyuruh opung kami pulang. Tetapi opung tetap harus pulang malam ini juga. Kami gak ngerti kenapa disuruh pulang. Sementara opung kami belum sembuh," kata Marlina.

Karena harus pulang, pihak keluarga pun akhirnya pasrah dan mengikuti saja apa yang diputuskan terhadap Marthin.

Dalam kondisi masih berbaring tak berdaya di atas tempat tidur, Marthin kemudian dibawa ke luar rumah sakit.

Ia kemudian pulang dengan naik ambulans, ditemani istrinya dan cucunya, Marlina.

Ancam Putus Kerja Sama

Kepala Perwakilan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Medan, Mariamah, menegaskan, tidak ada plafon atau limit biaya perawatan terhadap peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan.

Mariamah menjelaskan, ada perbedaan sistem tarif BPJS Kesehatan dengan PT Askes.

"Dulu waktu masa Askes, tarifnya tarif paket. Setelah beralih menjadi BPJS Kesehatan, 1 Januari 2014, tarifnya khusus untuk rumah sakit dibayar dengan pola Ina CBG's (Indonesian Case Base Groups)," katanya di Kantor BPJS Kesehatan Perwakilan Medan, Jalan Karya, Kamis (11/3).

"Ini dulu (masa Askes) namanya fee for service. Akomodasi tersendiri, obat tersendiri, penunjang diagnostik tersendiri, dan operasi tersendiri. Begitu keluar semua diakumulasi, ditanggung sesuai dengan indikasi," ujarnya.

Di masa sistem Ina CBG's BPJS Kesehatan, kata Mariamah, pembayaran dilakukan per diagnosa, yang mengacu pada International Classification of Disease (ICD) 9 dan ICD 10.

"Itu mengacu pada seluruh penyakit yang ada di dunia, bukan cuma yang ada di Indonesia. Seluruh diagnosa itu punya harga. Harganya berdasarkan tipe rumah sakit. Tipe A, B, C, D itu berbeda-beda. Yang jelas bayarnya per diagnosa."

"Contohnya enam juta. Di dalam enam juta ini, sudah termasuk akomodasi, penunjang, obat, dan operasi. Mau dia dirawat lima hari, 10 hari, atau 20 hari," katanya.

Menurutnya, tarif tersebut dihitung dengan standar secara keseluruhan.

"Sebut saja rumah sakit X tipe B. Satu bulan kasus rawat inapnya 200 pasien. Dari 200 itu, satu diagnosa mungkin nombok. Tapi, 200 kasus tersebut kan subsidi silang. Ini lah yang sebenarnya harus dipedomani rumah sakit."

"Makanya, rumah sakit dalam menangani pasien BPJS Kesehatan, jangan pernah lihat per item, tapi lihat lah yang 200 kasus itu," ujar Mariamah.

Pihaknya mengancam akan memutus kerja sama dengan rumah sakit yang menelantarkan pasien BPJS. (*)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan