Bom di Bima
200 Polisi Kepung Pesantren Umar Bin Khatab Bima
Polisi belum juga bisa masuk ke dalam lokasi ledakan bom, di Pondok Pesantren Umar bin Khatab, Desa Sonolo, Bolo, Bima, NTB
Laporan wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lebih dari 24 jam setelah ledakan bom Senin (11/7/2011) petang, petugas kepolisian belum juga bisa masuk ke dalam lokasi ledakan bom, di Pondok Pesantren Umar bin Khatab, Desa Sonolo, Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Hingga Selasa (12/7/2011), pukul 22.00 WITA, sekitar 200 personil kepolisian gabungan masih mengepung pesantren yang dihuni sekitar 49 santri dan pengurus pesantren itu. Kepolisian lebih memilih mengedepankan cara persuasif, yakni pembicaraan dengan pimpinan pesantren yang ada di dalam ponpes.
Langkah ini diambil untuk menghindari jatuh korban jika kepolisian mengambil langkah represif dengan memaksa masuk ke dalam pesantren. "Sampai sekarang di dalam masih status quo. Kami tetap mengawasi lokasi dari luar," ujar Kabid Humas Polda NTB, AKBP Sukarman Husen, kepada Tribunnews.com, Selasa (12/7/2011) malam.
Alasan lain yang membuat tidak dilakukan masuk paksa ke dalam area pesantren, karena ada kekhawatiran penghuni pesantren masih memiliki bom lain dan digunakan untuk menyerang petugas.
"Jelas, kami tidak underestimate (meremehkan) hal itu. Memang ada perkiraan kami ke arah situ. Makanya perlu kewaspadaan dan pengamanan tinggi. Karena kalau kita gempur, itu bisa saja. Tapi, efek dominonya bisa banyak. Bisa jatuh korban juga," ujarnya.
Sukarman belum bisa memastikan, sampai kapan sikap "bertahan" polisi ini akan diakhiri. "Belum tahu. Pokoknya, kita tetap kedepankan cara-cara humanis dulu," imbuhnya.
 
							 
							 
							 
			 
				
			 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
											 
											 
											 
											